Saat Bayi Menjadi Komoditas
Agama | 2025-07-23 13:57:51
Ilustrasi Rabyya Masood (Pinterest)
Dunia hari ini benar -benar sakit. Kehidupan yang jauh dari Islam menyebabkan kerusakan yang tak terhingga. Termasuk nasab yang hilang akibat bayi kecil dijadikan sebagai komoditas. Maka perlu tata kehidupan Islam, agar manusia berada dalam tuntunan.
Sebagaimana yang terjadi baru-baru ini, saat Kepolisian Daerah Jawa Barat mengamankan satu pelaku yang diduga kuat sebagai agen utama jaringan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), dan terlibat dalam perdagangan dan penculikan bayi untuk dijual ke luar negeri. Sebelumnya, kepolisian telah menetapkan 13 tersangka dalam kasus ini. Bayi-bayi tersebut, dijual dengan harga bervariasi, antara Rp10 juta hingga Rp16 juta. (Bbc.com, 17-7-2025)
Tindak pidana yang melibatkan sindikat jaringan internasional ini menjerat manusia dari berbagai golongan usia, bahkan bayi. Faktor ekonomi, diduga kuat menjadi penyebab terlepasnya buah hati dari dekapan ibunya. Ada yang sukarela, ada yang terpaksa, atau bahkan tidak karena alasan keduanya, yaitu karena tertipu.
Kemiskinan membelenggu perempuan, minim ilmu, pemahaman, kekuatan akidah atau hilangnya penjagaan, menjadikan mereka sangat rentan dengan pusaran kejahatan. Akibatnya, fitrah keibuan pun sirna. Jika hal ini dibiarkan, maka banyak anak akan terputus nasabnya. Dunia menjadi kacau balau, tak jelas kedudukan mahram dan tak dapat meletakkan hukum-hukum yang berkaitan dengannya.
Sistem ekonomi kapitalis menghalalkan segala cara. Apapun asalkan menghasilkan materi, maka akan dilakukan. Termasuk anak yang diperjualbelikan layaknya sebuah barang. Sistem ekonomi ini batil, tak layak diterapkan, sebab akan menimbulkan kerusakan.
Solusi Islam
Anak-anak merupakan aset Islam yang perlu dijaga sejak dari kandungan hingga dewasa. Sebab sejatinya mereka adalah agen perubahan, yang akan memperbaiki negeri. Namun tak hanya orang tua, tetapi masyarakat dan negara pun turut andil menjaga generasi.
Dalam Islam, kesejahteraan setiap orang berada dalam jaminan negara. Maka tak akan dibiarkan ada keluarga yang miskin, apalagi sampai menjual darah dagingnya. Negara akan memberikan lapangan pekerjaan bagi setiap kepala keluarga, agar mereka dapat mengurusi orang -orang yang berada dalam tanggung jawabnya.
Jika tak ada kepala keluarga atau beban keluarga tersebut terlalu berat sehingga mereka tetap miskin, maka negara akan mengulurkan bantuan pendanaan yang diambil dari Baitul Mal. Seluruh kebutuhan pokok warga berupa pangan, sandang dan papan, serta akses kepada pendidikan, kesehatan dan keamanan, berada dalam jaminan negara.
Negara memberlakukan sistem pendidikan berbasis akidah, yang akan melahirkan individu berakhlak mulia. Setiap insan memahami tugas dan tanggung jawabnya di dalam kehidupan. Hingga mereka tak akan berbuat aniaya, bahkan sebaliknya, terus berkarya untuk peradaban.
Pun tidak akan dibiarkan terjadinya pelanggaran syariat, maka sindikat perdagangan orang akan segera mendapat sanksi yang tegas dan adil, agar mereka tak terus merajalela. Sistem sanksi yang bersifat penebus (jawabir) dan pencegah (zawajir) akan memunculkan efek jera. Dalam Islam, pelaku akan dikenakan sanksi ta'zir, yang ditetapkan oleh khalifah atau hakim.
Islam melindungi generasi secara paripurna. Tak membiarkan mereka tersakiti, apalagi tereliminasi. Sejak dini, mereka dipersiapkan menjadi mutiara-mutiara umat, yang siap mengemban tugas peradaban. Wallahu a'lam bishshawab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
