Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Qotrun Nada

Butir-butir Dusta di Karung Beras, Islam Tawarkan Solusi

Agama | 2025-07-21 21:01:11

Miris, beras oplosan menghantui pasar. Bahan pokok yang menjadi kebutuhan primer rakyat menjadi sasaran penipuan dari segi kualitas dan kuantitas . Menurut Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, beras oplosan merambah hingga rak-rak pasar modern dengan kemasan seakan-akan premium namun isinya tidak sesuai dalam hal kualitas dan kuantitasnya ( Kompas.com; 13/07/2025)

Beberapa waktu ini, kecurangan beras baik dalam timbangan maupun jenisnya sudah terjadi beberapa kali. Hasil investigasi Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Satgas pangan membuktikan bahwa beras yang beredar tidak memenuhi standar mutu, baik dari berat kemasan, komposisi hingga label mutu. Hal ini jelas sangat merugikan rakyat sebagai konsumen maupun negara sebagai pengampu kebijakan. Ironisnya, pelaku adalah perusahaan besar sementara negara pun sudah memiliki regulasi. Empat perusahaan besar tersebut adalah, Wilmar Group, PT Food Station Tjipinang Jaya, PT Belitang Panen Raya, dan

Dalam kehidupan yang jauh dari aturan agama, praktik kecurangan menjadi keniscayaan. Apapun dilakukan demi keuntungan materi, bahkan tega-teganya menipu rakyat , membohongi semua orang dan berbuat culas untuk memperkaya diri sendiri. Pelaku tak ragu untuk menghalalkan yang haram dan mengangkangi regulasi. Kondisi seperti ini dianggap biasa dalam sistem kehidupan hari ini, sekuler kapitalisme.

Lemahnya Sistem Pengawasan dan Gagalnya Sistem Pendidikan

Berlarutnya kasus beras oplosan menggambarkan kerapuhan sistemik dalam banyak aspek kehidupan. Mulai dari lemahnya pengawasan dan penegakan hukum, hingga gagalnya sistem pendidikan membentuk karakter individu yang jujur, amanah dan bertakwa.

Kasus beras oplosan menjadi indikator bahwa pengawasan dari hulu ke hilir tidak berjalan optimal. Pihak-pihak yang seharusnya memastikan standar mutu dan kejujuran dalam perdagangan justru abai atau bahkan ikut terlibat dalam praktik curang. Kalaupun ada sanksi yang diberikan, seringkali tidak menimbulkan efek jera. Pelaku hanya mendapat hukuman ringan, atau bahkan lolos dari jerat hukum karena kuatnya jejaring kepentingan dan kolusi. Ini menunjukkan sistem sanksi yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah, hanya tegas pada rakyat kecil, tapi lunak pada para pemilik modal atau mereka yang dekat dengan kekuasaan Sistem pendidikan pun memberi andil pada kasus ini. Bagaimana tidak, pendidikan saat ini lebih menekankan aspek pengetahuan dan keterampilan teknis semata, tapi mengabaikan pembentukan pribadi yang taat. Sekolah dan perguruan tinggi sibuk mencetak tenaga kerja untuk memenuhi pasar, namun gagal menanamkan nilai amanah, takut kepada Allah, dan tanggung jawab sosial. Akibatnya, muncul individu-individu yang cerdas tapi licik, terampil tapi culas, dan siap mengorbankan kebenaran demi keuntungan pribadi.

Negara Abai dalam Pengurusan Pangan

Ketiadaan peran negara dalam mengurusi pangan menyebabkan sektor ini dikuasai oleh mekanisme pasar dan korporasi besar yang orientasinya keuntungan. Pengelolaan urusan pangan dari hulu ke hilir dibawah kendali perusahaan swasta. Mereka yang menentukan harga, mengatur pasokan dan mereka pun leluasa menipu konsumen dalam kualitas dan kuantitas bahan pangan dalam hal ini beras. Penguasaan negara terhadap pasokan pangan tidak lebih dari 10%, artinya 90% pasokan pangan dikuasai oleh swasta. Situasi ini membuat negara kehilangan bargaining power dalam menghadapi dominasi korporasi, baik dalam urusan impor, distribusi, maupun stabilisasi harga, sampai-sampai negara pun tidak sadar kalau dirugikan dengan beredarnya beras oplosan.

Akibat dari lemahnya peran negara ini juga nampak dalam hal pengawasan dan penegakan sanksi. Ketika terjadi pelanggaran seperti penimbunan, kecurangan kualitas dan kuantitas pangan, atau permainan harga, negara seolah tak berdaya. Sanksi yang diberikan tidak memberikan efek jera karena sistem hukumnya lemah dan tumpul terhadap pelaku-pelaku besar. Bahkan, ada kecenderungan kekebalan hukum terhadap korporasi yang memiliki kedekatan dengan penguasa.Bottom of Form

Solusi Islam

Bagi pejabat atau penguasa, Islam mengharuskan mereka bersikap amanah, jujur, dan bertanggung jawab dalam mengemban tugas. Mereka tidak hanya menjadi pengatur urusan rakyat, tetapi juga menjadi penegak keadilan yang sejati. Dalam Islam, kekuasaan bukanlah alat untuk memperkaya diri atau kelompok, melainkan sarana untuk melayani umat. Penguasa adalah rā‘in (penggembala) yang akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya, sekaligus junnah (perisai) yang melindungi rakyat dari segala bentuk kezaliman, kemiskinan, ancaman dan penipuan . Maka jabatan dalam Islam bukan kehormatan duniawi, melainkan amanah besar yang kelak akan dihisab di hadapan Allah.

Dalam Islam, tegaknya aturan tidak hanya bergantung pada instrumen hukum semata, tetapi didukung oleh tiga pilar utama yang saling melengkapi. Pertama, ketakwaan individu, yang mendorong setiap muslim untuk tunduk dan patuh kepada hukum Allah dalam seluruh aspek kehidupan. Kedua, kontrol masyarakat (hisbah), yang menjadi mekanisme sosial dalam menjaga amar ma’ruf nahi mungkar secara kolektif. Ketiga, tegaknya aturan oleh negara, yang terwujud dalam penerapan hukum secara menyeluruh, disertai sistem sanksi yang tegas dan menjerakan.

Islam juga menetapkan adanya lembaga qadi hisbah, yaitu aparat pengawas yang memiliki wewenang untuk memeriksa, menindak, dan memastikan seluruh regulasi berjalan sesuai dengan syariat. Qadi hisbah akan berperan aktif dalam menjaga ketertiban dan keadilan publik, memastikan tidak ada penyimpangan, serta menjamin hak-hak masyarakat terlindungi.

Islam juga menetapkan bahwa negara harus hadir secara utuh dan aktif dalam mengurusi urusan pangan, mulai dari produksi, distribusi, hingga konsumsi. Peran negara tidak cukup hanya memastikan ketersediaan pasokan, tetapi juga wajib mengatur dan mengawasi seluruh rantai tata niaga agar berjalan adil dan transparan, sehingga tidak terjadi penyimpangan, kecurangan, atau penipuan yang merugikan rakyat seperti hari ini. Negara juga harus memastikan bahwa distribusi pangan menjangkau seluruh lapisan masyarakat, tanpa diskriminasi wilayah atau kelas sosial, agar kebutuhan pokok ini benar-benar terpenuhi bagi setiap individu rakyat. Inilah bentuk tanggung jawab negara dalam sistem Islam yang menjadikan pengurusan urusan rakyat sebagai amanah yang harus ditunaikan secara paripurna.

Waallahu a’lam bisshawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image