Saat Rumah Tak Lagi Aman: Inses dan Runtuhnya Benteng Moral Keluarga
Edukasi | 2025-07-19 20:14:10Baru-baru ini, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh terbongkarnya grup Facebook bernama Fantasi Sedarah, yang menjadi wadah bagi penyebaran konten pornografi bertema inses atau hubungan sedarah. Sungguh diluar nalar manusia, bagaimana bisa ada sekelompok orang yang memiliki orientasi menyimpang seksual yakni memiliki hasrat seksual kepada keluarga sedarah (inses) bahkan kepada balita yang merupakan darah dagingnya sendiri.
Lebih parahnya lagi, sekelompok orang ini juga berani menceritakan tentang pengalamannya dalam melakukan hubungan sedarah dalam komunitas tersebut. Bareskrim Polri telah menangkap enam admin grup tersebut, yang diduga terlibat dalam distribusi konten asusila dan eksploitasi anak di bawah umur. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengecam keras keberadaan grup ini, menilai bahwa kontennya mengandung unsur eksploitasi seksual dan meresahkan masyarakat.
Komnas Perempuan juga mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini, mengingat bahayanya terhadap perempuan dan anak-anak. Kasus hubungan sedarah yang terjadi bukan lagi hal baru, deretan kasus dalam fakta tersebut seperti fenomena gunung es yang bisa jadi banyak praktik yang masih tersembunyi dan belum banyak diketahui. Fakta ini menunjukkan bahwa bahkan di tingkat keluarga, di rumah yang katanya adalah tempat paling aman untuk pulang, kenyataannya kini malah mengancam dan membahayakan.
Peran dan fungsi keluarga tidak lagi berjalan sebagaimana mestinya. Anak-anak dan perempuan semakin berada dalam kondisi darurat dan bahaya.Fenomena inses yang mulai berani menampakkan wajahnya di ruang publik digital ini, bukan sekadar masalah kriminal, melainkan cermin mengerikan dari krisis moral yang ada di dalamnya. Ironisnya, ketika bangsa ini dikenal sebagai negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam, namun justru kini dirundung oleh perilaku menyimpang yang sangat jauh dari nilai-nilai agama.
Hubungan sedarah adalah bentuk penyimpangan paling keji yang tidak hanya melanggar norma sosial, tetapi juga menghancurkan nilai-nilai ajaran Islam tentang persahabatan keluarga dan kesucian hubungan mahram. Gambaran kelam ini menunjukkan bahwa sebagian masyarakat telah hidup tanpa kendali, terlepas dari ikatan nilai-nilai agama dan moral. Kehidupan yang menjadikan kebebasan sebagai Tuhan. Demi memuaskan nafsu, batas antara halal dan haram diabaikan—manusia kehilangan akal, bahkan mustahil seperti binatang yang tak mengenal aturan. Dalam situasi seperti ini, keluarga tak lagi menjadi benteng perlindungan.
Justru di dalamnya, lahir luka, dikhianati, dan dosa. Keluarga yang seharusnya menjadi pondasi kokoh peradaban, kini tampak runtuh, luluh lantah oleh serangan gaya hidup liberal yang membungkus syahwat dengan dalih kebebasan.Fenomena inses ini bukan lagi disebabkan oleh faktor personal saja, melainkan sudah mencapai kerusakan secara struktural dan sistem saat ini yang memperlebar jurang antara umat dan agamanya, dan membuka jalan bagi penyimpangan yang lebih luas.
Semua ini lahir dari sistem yang telah mengakar kuat yaitu sistem kapitalisme sekuler. Sistem ini adalah sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Konsekuensinya, hukum dan kebijakan tidak lagi bertumpu pada ajaran syariat, melainkan pada keuntungan, materi, dan nafsu individu. Kapitalisme menuhankan kebebasan individu, termasuk kebebasan seksual tanpa peduli apakah kebebasan itu merusak martabat kemanusaian, nilai moral, bahkan agama. Tak heran, hubungan sedarah yang seharusnya dikutuk keras justru mulai dimaklumi, bahkan dibungkus sebagai “pilihan personal”. Negara pun terjebak dalam logika pasar dan kebebasan, lalai menetapkan batas tegas antara hak dan kebejatan. Inilah kerusakan yang disebabkan oleh sistem yang hanya berlandaskan kepuasan nafsu individu, menghancurkan seluruh bangunan masyarakat, termasuk institusi paling mendasar yaitu keluarga. Bagaimana sistem dan peraturan yang lahirnya dari manusia dapat menghasilkan tatanan masyarakat yang sempurna sesuai dengan fitrahnya? Lalu solusi hakiki seperti apa yang seharusnya kita butuhkan?Jika sistem kapitalisme sekuler lahir dari akal dan kepentingan manusia, maka kita harus menyadari bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang terbatas, lemah, dan tidak luput dari hawa nafsu. Maka mustahil sistem buatan manusia mampu melahirkan tatanan hidup yang benar-benar adil dan menenangkan. Selalu ada celah kerusakan, selalu ada bias kepentingan, dan selalu ada ketimpangan yang ditoleransi demi keuntungan duniawi. Oleh karena itu, selama umat terus menggantungkan hidupnya pada sistem yang dibangun oleh akal manusia yang serba kurang, maka kerusakan demi kerusakan akan terus berulang. Maka, satu-satunya solusi yang sempurna adalah kembali kepada aturan Allah, Dzat yang menciptakan manusia dan kehidupan seluruh. Berbeda dengan kapitalisme sekuler yang melahirkan kekacauan moral dan kerusakan atas dasar kebebasan, Islam hadir sebagai sistem kehidupan (nizhamul hayah) yang shahih, lengkap, dan menyeluruh.Islam memberikan solusi yang paripurna dan menyeluruh terhadap berbagai persoalan manusia, termasuk dalam menangani kekerasan dan penyimpangan seksual. Islam secara tegas menetapkan bahwa inses adalah keharaman besar yang wajib dijauhi karena merusak garis nasab, merusak kehormatan keluarga, dan menodai fitrah manusia. Dalam Islam, negara berperan sebagai pelayan umat yang wajib menegakkan hukum Allah secara kaffah atau menyeluruh. Negara dalam sistem Islam memiliki tanggung jawab penuh untuk menjaga keutuhan keluarga dan melindungi anak-anak dari kerusakan pencegahan moral dengan menanamkan akidah yang kuat, memperkuat keimanan dan takwa melalui pendidikan dan sosial. Hukum-hukum syariat ditegakkan bukan hanya untuk menghukum pelaku maksiat, tapi untuk menciptakan individu yang hidup sesuai dengan fitrah, saling menasihati dalam kebenaran agar tetap dalam koridor yang diridhai-Nya. Selain itu, negara juga akan menutup semua celah yang memungkinkan terjadinya penyimpangan ini terjadi, seperti menerapkan kebijakan media yang bersih dan menghapus semua konten yang dapat memicu perilaku menyimpang. Tidak ada lagi ruang bagi untuk menormaliasi pornografi, fantasi seksual menyimpang, dan pergaulan bebas. Selain itu, dalam sistem Islam, amar makruf nahi munkar ditegakkan bukan hanya oleh individu, tetapi menjadi tanggung jawab kolektif masyarakat dan negara, sebagai lapisan pertahanan kedua untuk menjaga kehormatan manusia. Solusi Islam tidak hanya bersifat parsial, tetapi juga mencakup aspek preventif hingga kuratif. Dalam aspek preventif, Islam telah menetapkan berbagai aturan dalam sistem pergaulan yang menjaga interaksi laki-laki dan perempuan sesuai batas syar'i. Larangan berzina, larangan berkhalwat (berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram), serta larangan ikhtilat (campur baur tanpa kebutuhan syar'i) merupakan bentuk penjagaan awal agar tidak terjadi pelanggaran yang lebih jauh. Islam juga mewajibkan mewajibkan pandangan, menjaga aurat, serta memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk menjaga kehormatan diri dalam setiap interaksi. Di samping itu, syariat Islam juga menetapkan langkah kuratif jika pelanggaran terjadi. Bagi pelaku kejahatan seksual, termasuk inses, Islam menetapkan sanksi yang tegas dan menjerakan sesuai ketentuan hudud, takzir, atau jinayat, tergantung jenis dan tingkat pelanggarannya. Tujuannya adalah untuk menanamkan efek jera dan pelajaran bagi setiap individu agar kejahatan serupa tidak terulang kembali. Dengan penerapan sistem Islam secara kaffah, masyarakat tidak hanya terhindar dari kerusakan, tetapi juga terbina dalam ketakwaan dan bertindak sesuai fitrah. Inilah sistem yang telah terbukti selama berabad-abad membangun peradaban gemilang—yang menjadikan rumah tangga sebagai surga dunia, bukan sumber maksiat dan dosa.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
