Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Indah Kartika Sari

Inses Merusak Tatanan Keluarga, Islam Solusi Nyata

Agama | 2024-11-01 09:39:52
Oleh Indah Kartika Sari, SP

Perilaku perzinahan dalam keluarga kembali terjadi. Seorang ayah tega memerkosa putri kandung di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu. Bukan hanya sekali, namun korban yang berusia 15 tahun sudah dua kali disetubuhi pelaku. Kasatreskrim Polres Rejang Lebong AKP Denyfita Mochtar mengatakan, kronologi kejadian bermula saat pelaku memergoki anaknya sedang video call seks (VCS) dengan kondisi tanpa busana dengan pria tidak dikenal lewat handphone (HP). Bukan memarahi anaknya, pelaku justru memerkosanya.

Seakan dianggap biasa, kasus perzinahan dalam keluarga di negeri ini sesungguhnya bukan sekali dua kali terjadi, melainkan sudah dan terus berulang. Masih segar dalam ingatan perzinahan kakak adik di Kabupaten yang sama. Sang adik sampai hamil 3 kali. Dua kehamilan diantaranya keguguran. Kasus ini pun terbongkar setelah si adik keguguran di kehamilannya yang terakhir. Terungkap bahwa hubungan inses ini sudah berlangsung sejak 2021, saat sang adik masih berusia 14 tahun.

Menurut penjelasan H. Zainuddin Ali dalam buku Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia dan Prof. Dr. Fadhel Ilahi dalam buku Zina: Problematika dan Solusinya, ada banyak dampak negatif dari perbuatan zina dalam keluarga, diantaranya:

1. Hilangnya harga diri di masyarakat

Perbuatan ini dianggap sangat tercela. Pelakunya akan dicap buruk oleh masyarakat.

Hal ini tentu akan berpengaruh pada nama baik keluarga yang telah tercoreng karena perbuatan tersebut. Harga diri dan martabat mereka di masyarakat pun akan hilang.

2. Menghancurkan masa depan anak hasil hubungan zina

Dari hasil perzinahan dalam keluarga (inses), maka akan lahir anak hasil zina yang tidak memiliki nasab yang jelas. Anak ini akan memiliki masa depan suram.

Mental mereka akan hancur dan tak sedikit yang melampiaskannya lewat perilaku-perilaku menyimpang.

3. Menyebabkan hancurnya rumah tangga

Keharmonisan rumah tangga para pelaku zina dalam keluarga akan hancur. Mereka tak akan bisa menghindari pertikaian karena adanya perzinahan tersebut.

Dalam Islam, hubungan inses adalah perbuatan zina yang dilakukan dengan mahramnya. Padahal mahram merupakan golongan orang yang haram untuk dinikahi. Adapun orang-orang yang termasuk mahram antara lain adalah ibuny, anak perempuan, kakak perempuan, adik perempuan, dan sebagainya, sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah SWT:

وَلا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلا، حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاتُكُمْ وَبَنَاتُ الأخِ وَبَنَاتُ الأخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الأخْتَيْنِ إِلا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا

Janganlah kalian mengawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, kecuali pada masa yang telah lalu. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji, dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Diharamkan atas kalian (mengawini) ibu-ibu kalian; anak-anak perempuan kalian; saudara-saudara perempuan kalian, saudara-saudara perempuan bapak kalian; saudara-saudara perempuan ibu kalian; anak-anak perempuan dari saudara-saudara laki-laki kalian; anak-anak perempuan dari saudara-saudara perempuan kalian; ibu-ibumu yang menyusui kalian; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isteri kalian (mertua); anak-anak isteri kalian yang dalam pemeliharaan kalian dari istri yang telah kalian campuri, tetapi jika kalian belum campur dengan isteri kalian itu (dan sudah kalian ceraikan), maka tidak berdosa kalian mengawininya; (dan diharamkan bagi kalian) istri-istri anak kandung kalian (menantu); dan mengumpulkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lalu (Jahiliah). Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS an-Nisa’ [04]: 22-23).

Jika dinikahi saja dilarang, maka sudah jelas bahwa melakukan perbuatan zina dengan mahram atau inses adalah perbuatan dosa yang sangat besar. Bahkan hubungan inses dianggap sebagai perbuatan zina yang paling berat dosanya dibandingkan perbuatan zina yang lain.

Semua ini terjadi akibat penerapan sistem sekuler kapitalisme yang merupakan biang keladi munculnya inses. Kebebasan tanpa batas yang diusungnya membuat anggota keluarga tidak lagi memiliki rasa malu untuk berbuat dosa. Hawa nafsu mengalahkan akal sehat sehingga memenuhi kebutuhan naluri dan jasmani sesuka hatinya. Adalah wajar muncul perilaku-periku menyimpang dalam keluarga karena adanya penyimpangan fitrah insaniyah manusia menjadi nafsu binatang.

Tentu saja inses merupakan perilaku bobrok sistemis yang harus disolusi dengan penyelesaian tuntas. Penerapan sistem sekuler kapitalisme tidak mampu membentengi manusia dari kerusakan, apalagi menjadi solusi. Saatnya umat Islam kembali kepada aturan Islam, aturan yang datang dari Allah Sang Pembuat aturan.

Dalam Islam, inses apakah dalam kondisi terpaksa dan sukarela merupakan perbuatan zina yang diharamkan. Oleh karena itu dalil tentang keharaman inses adalah dalil yang menyatakan tentang keharaman zina. Dengan tegas, zina telah diharamkan oleh nash al-Qur’an maupun hadits Rasulullah SAW. Dalam al-Qur’an, Allah SWT berfirman:

وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا

Janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji dan cara (pemenuhan seksual) yang buruk (QS al-Isra’ [17]: 32).

Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, deralah masing-masing dari keduanya seratus dali deraan, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kalian untuk (menjalankan) agama Allah jika kalian mengimani Allah dan Hari Akhir. Hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman (QS an-Nur [24]: 2).

Allah memberikan sanksi kepada pelaku zina, baik laki-laki maupun perempuan, dengan cambukan (jilid) jika mereka ghair muhshan (belum menikah) dan dirajam (dilempari dengan batu hingga mati) jika mereka muhshan (sudah menikah).

Sebagian besar ulama, semisal Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat, hukuman bagi pelaku inses, tidak peduli apakah pelakunya sudah menikah atau belum, adalah hukuman mati dengan cara rajam. Sementara harta yang dimiliki oleh pelaku inses akan menjadi milik baitul maal.

Dengan demikian, tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang status keharaman inses. Hanya saja tetap harus dibedakan antara orang yang melakukan inses suka sama suka dengan yang melakukan karena dipaksa. Bagi yang melakukannya suka sama suka hukumnya adalah haram dan diberikan hukuman rajam sampai mati. Adapun bagi yang melakukannya karena dipaksa misalnya anak perempuan dipaksa bapaknya atau saudara lelakinya dengan disertai ancaman fisik dan kekerasan, maka status perempuan yang menjadi korban inses tersebut diberlakukan kepadanya hadits Nabi SAW:

إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي الْحَطَأَ وَالنِّسْيَانَ، وَمَا اسْتُكْرِهُوْا عَلَيْهِ

Sesungguhnya Allah telah meninggalkan (untuk tidak mencatat) dari umatku: kekhilafan, lupa dan sesuatu yang dipaksakan kepada mereka (HR Ibn Hibban).

Demikianlah Islam menyelesaikan masalah inses dengan penyelesaian yang tuntas. Hanya penyelesaian ini membutuhkan dukungan sistemik seperti sistem ekonomi Islam yang mensejahterakan sehingga setiap rakyat dapat memiliki rumah yang nyaman dan menjaga aurot setiap anggota keluarganya. Rakyat juga butuh pendidikan Islam yang dapat membentuk kepribadian Islam yang mumpuni sehingga muncul ketaqwaan individu. Dan yang tak kalah pentingnya, adanya pemberlakuan sanksi tegas yang menjerakan sekaligus menebus dosa di akhirat kelak. Semua sistem kehidupan ini hanya akan terlaksana dengan negara Khilafah sebagai pelindung rakyat dan penjaga agama.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image