Ketika Nafsu Dijunjung, Moral Bangsa Terkubur
Agama | 2025-05-20 09:16:48
Belakangan ini, masyarakat dibuat geger oleh kemunculan sebuah grup Facebook yang sangat tidak pantas. Grup tersebut secara terang-terangan menggunakan nama “Fantasi Sedarah” dan telah memiliki sekitar 40 ribu anggota. Isi dari grup ini sangat menjijikkan—menjadikan anak-anak sebagai objek fantasi seksual dan bahkan menganggap hubungan sedarah (inses) sebagai sesuatu yang wajar. Belum diketahui pasti sejak kapan grup ini aktif, namun belakangan keberadaannya menjadi viral di berbagai platform media sosial.
Keberadaan grup ini menunjukkan betapa rusaknya kondisi keluarga di tengah masyarakat. Fungsi keluarga sebagai tempat bernaungnya cinta dan pendidikan moral telah berubah menjadi tempat pelampiasan nafsu yang menjijikkan. Padahal, keluarga seharusnya menjadi wujud nyata dari naluri kasih sayang (ghariizah nau’) yang ditanamkan Allah dalam diri manusia.
Jika dari keluarga saja sudah rusak dalam memahami dan menyalurkan kasih sayang, lalu ke mana lagi cinta yang murni bisa ditemukan? Masalah ini tidak cukup diatasi hanya dengan sanksi hukum, kecaman sosial, edukasi, atau seminar parenting. Masalah ini berakar dari cara pandang kehidupan sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari.
Sekularisme inilah yang melahirkan sistem kapitalisme, yaitu sebuah sistem yang menjadikan kepuasan materi dan jasadiah sebagai tujuan utama hidup. Dalam kitab Nidhamul Ijtima’i, Syekh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan bahwa baik ideologi kapitalisme di Barat maupun komunisme di Timur memiliki pandangan yang sama yaitu, hubungan laki-laki dan perempuan dipandang semata-mata dari sisi seksual, bukan untuk menjaga keberlangsungan manusia.
Karena itu, budaya yang dibentuk dalam masyarakat kapitalis mendorong terciptanya konten dan lingkungan yang merangsang nafsu, baik dalam bentuk tulisan maupun visual. Aktivitas seperti campur baur tanpa keperluan (ikhtilat) di rumah, tempat wisata, jalanan, kolam renang, dan lainnya dijadikan gaya hidup. Ini semua melahirkan pikiran dan imajinasi yang kotor, yang pada akhirnya merusak naluri kasih sayang alami manusia.
Inilah akar dari munculnya fenomena keji seperti grup "Fantasi Sedarah". Keluarga yang seharusnya memancarkan cinta tulus justru menjadi tempat pelampiasan hawa nafsu. Padahal, Allah SWT menciptakan ghariizah nau’ agar manusia memiliki kasih sayang dan melestarikan keturunan.
Allah berfirman dalam QS. Ar-Rum ayat 21:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan dari jenismu sendiri, agar kamu merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antara kamu rasa kasih dan sayang.”
Kasih sayang ini penting dalam berbagai hubungan, antara orang tua dan anak, suami dan istri, maupun antar saudara dan sesama manusia. Rasulullah SAW pun bersabda:
“Sesungguhnya orang-orang yang saling mencintai karena Allah, kamar-kamarnya di surga akan terlihat seperti bintang yang bersinar di langit.” (HR. Ahmad)
Pandangan inilah yang benar dalam memahami dan menyalurkan naluri kasih sayang. Konsep ini dijelaskan oleh Syekh Taqiyuddin dalam Nidhamul Ijtima’i. Dengan pandangan yang lurus dan sesuai syariat, keluarga akan dibangun dengan cinta sejati karena Allah.
Orang tua mencintai anak sebagai amanah yang harus dijaga dan dididik agar menjadi pribadi yang saleh dan salihah. Allah berfirman dalam QS. At-Tahrim ayat 6:
“Wahai orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.”
Anak pun mencintai orang tua dan saudaranya karena iman. Dalam QS. An-Nisa ayat 36, Allah berfirman:
“Sembahlah Allah dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua dan kerabat dekat.”
Jika Al-Qur’an dijadikan standar dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, niscaya hubungan antar manusia akan penuh berkah dan terhindar dari perbuatan keji seperti inses, yang merupakan dosa besar. Masyarakat dan keluarga akan bersatu dalam memandang perbuatan tersebut sebagai tindakan yang hina dan tercela.
Namun, pandangan ini tidak cukup jika hanya bersifat personal. Negara harus hadir sebagai pelaksana dan penjaga syariat. Daulah Khilafah adalah institusi yang menjalankan dan menjaga sistem pergaulan (Nidhamul Ijtima’i) sesuai syariat Islam, dari tingkat individu hingga masyarakat.
Negara dalam sistem Khilafah juga akan memastikan tidak ada konten, pemikiran, atau aktivitas yang memancing syahwat dengan cara yang menyimpang. Dengan demikian, budaya dan pemikiran inses tidak akan berkembang, bahkan tidak akan muncul. Masyarakat akan hidup dalam lingkungan yang suci dan dipenuhi cinta kasih yang sejati.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
