Olahraga dan Kehidupan Malam GBK: Antara Keringat dan Harapan
Olahraga | 2025-07-19 18:35:41
Olahraga malam menjadi kebiasaan warga Jakarta yang tak ingin langsung pulang setelah seharian beraktivitas. Kawasan Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, menjadi salah satu pilihan utama untuk berolahraga, bersantai, atau sekadar menikmati suasana kota. Di tengah hiruk pikuk ibu kota, GBK hadir sebagai ruang publik yang ramah, terbuka, dan selalu hidup. Sebagai pusat olahraga nasional, tempat ini tak pernah benar-benar sepi, bahkan saat malam mulai larut.
Setiap malam, terutama saat akhir pekan, kawasan GBK tak pernah benar-benar sepi. Di sekitar area ring road luar stadion utama, pengunjung datang silih berganti. Ada yang jogging, ada pula yang duduk bersantai, berkumpul bersama teman, bahkan sekadar berfoto ria. Lampu-lampu taman yang menyala terang membuat suasana terasa hangat dan aman. Kondisi ini memberi kenyamanan tersendiri bagi siapa saja yang datang, baik untuk berolahraga maupun melepas penat.
Dua mahasiswa, Raharja (19) dan Alvaro (20), mengaku rutin datang ke GBK di malam hari. “Kami biasanya habis kelas, langsung ke sini. Kalau pagi susah karena kuliah padat, malam lebih cocok,” ujar Raharja sambil mengelap keringat setelah lari beberapa putaran. Ia mengenakan kaus olahraga dan sepatu yang tampak usang, menandakan kebiasaannya jogging yang bukan hanya sekali dua kali.
Alvaro menambahkan bahwa suasana malam justru lebih menyenangkan untuk berolahraga. “Anginnya adem, terus nggak ramai banget. Bisa fokus lari, atau kadang cuma duduk ngobrol. Pokoknya bikin fresh setelah hari yang berat,” tuturnya.
Kegiatan malam di GBK bukan hanya milik anak muda. Beberapa pengunjung tampak datang bersama keluarga. Ada yang membawa anak kecil, ada pula yang mengajak orang tua mereka berjalan pelan mengelilingi stadion. Di beberapa titik, terlihat komunitas yang memanfaatkan area terbuka untuk latihan dance, yoga, atau sekadar kumpul kreatif. Banyak juga yang datang sendiri, mengenakan earphone dan menikmati malam sambil berjalan kaki mengelilingi lintasan.
Di sela-sela aktivitas itu, para pedagang kecil turut meramaikan suasana malam di GBK. Tak jauh dari area tempat Raharja dan Alvaro jogging, terlihat seorang pedagang keliling sedang sibuk menyiapkan dagangannya. Namanya Pak Ahmad (45), pria paruh baya yang sudah tiga tahun berjualan minuman di sekitar GBK. Dengan gerobak dorong sederhana, ia menjajakan kopi, teh manis, air mineral, dan beberapa makanan ringan.
“Kalau malam rame, Mas. Banyak yang mampir beli minuman setelah lari atau duduk-duduk. Kadang mahasiswa, kadang juga pekerja kantoran yang baru pulang,” tutur Pak Ahmad sambil menuang air panas ke dalam gelas plastik.
Menurutnya, berjualan malam hari lebih menguntungkan daripada siang. “Siang panas, orang juga sibuk. Malam begini suasananya adem, pembelinya juga lebih santai. Dagangan lebih cepet habis,” katanya. Pak Ahmad biasa mulai berdagang sejak pukul enam sore dan pulang jelang tengah malam. Ia menyebut pengelola kawasan cukup kooperatif terhadap pedagang kecil seperti dirinya, selama tidak mengganggu dan menjaga kebersihan.
Selain menjual minuman, Pak Ahmad juga menyempatkan diri berbincang ringan dengan pelanggan. Ia mengatakan, suasana GBK membuatnya betah bekerja meski dalam kondisi lelah. “Bisa ketemu orang baru tiap malam, ngobrol sebentar, itu bikin senang juga,” ujarnya sambil tersenyum.
Ruang publik seperti GBK memiliki peran penting dalam menjaga kesehatan fisik dan mental masyarakat urban. Di tengah tekanan pekerjaan dan hiruk-pikuk lalu lintas, hadirnya ruang terbuka seperti ini menjadi katup pelepas penat yang sangat dibutuhkan. Tidak perlu biaya mahal—cukup datang, berjalan, duduk, dan menikmati udara malam yang bersih.
Bagi sebagian warga kota, malam hari adalah waktu jeda dari rutinitas yang melelahkan. Dan GBK menjadi tempat yang ideal untuk mengisi jeda itu—terbuka, luas, aman, dan nyaman. Kehadiran pedagang seperti Pak Ahmad juga menjadi bagian penting dalam ekosistem malam GBK. Mereka tidak hanya menjual makanan atau minuman, tetapi juga menambah kehidupan sosial di ruang publik.
Ke depan, kenyamanan ini tentu perlu dijaga bersama. Pengunjung diharapkan tetap menjaga kebersihan, tidak membuang sampah sembarangan, serta menghormati pengguna ruang lain. Sementara itu, dukungan terhadap pedagang kecil serta perawatan fasilitas oleh pengelola kawasan juga patut terus dilakukan secara konsisten.
GBK pada malam hari adalah gambaran hidup yang sederhana namun bermakna—tentang ruang yang memberi napas bagi warga kota, dan tempat mencari rezeki bagi mereka yang gigih. Ketika sebagian kota terlelap, kehidupan justru baru dimulai di jantung ibu kota.
Penulis: Baginda Dhiyaulhaq Harahap, Mahasiswa Semester 2 Program Studi Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
