Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ummu Zidan

Pelaku Oplos Beras Harus Diberantas

Info Terkini | 2025-07-19 08:11:29

Masyarakat terhenyak mendengar berita yang sedang ramai, beras oplosan. Tak hanya bensin yang dioplos, beras pun menjadi sasaran praktik pengoplosan. Kemasannya berlabel beras premium, tapi ternyata isinya tidak sesuai. Kementrian Pertanian mendapatkan temuan sekitar 212 merek beras kemasan yang isinya tidak sesuai standar. Ternyata sebagian besar adalah merek yang sudah memiliki brand besar dari perusahaan ternama. Masyarakat tentu dirugikan dalam kasus ini.

Menurut Badan Pangan Nasional, total kerugiannya mencapai Rp 100 Trilliun pertahun

Sungguh tak habis pikir apa yang dilakukan oleh pihak yang tidak memiliki moral dan jauh dari rasa tanggung jawab ini. Hanya demi meraup keuntungan yang besar, mereka seenaknya berbuat curang hingga merugikan banyak orang. Betapa jiwa rakus telah menggerus kepribadian dan akhlak baik mereka. Hal seperti ini banyak ditemui dalam kondisi dan suasana kapitalisme, karena mereka menjadikan manfaat sebagai dasar dalam melakukan sesuatu. Kapitalisme menciptakan orang-orang yang tidak takut dosa, tidak memikirkan kepentingan orang lain, egois, rakus, suka manipulasi, tidak peduli dengan regulasi yang telah ditetapkan demi kebaikan bersama. Dalam benak mereka, mereka hanya berambisi mendapatkan materi dan keuntungan duniawi.

Mengapa negeri ini seringkali kecolongan kasus yang nyata-nyata ada di depan mata? Belum lama rakyat disuguhi fakta miris bbm oplosan, minyak goreng. Sekarang tambah lagi kejadian oplosan bahan kebutuhan pokok yang menambah deret perilaku kondisi yang merugikan rakyat. Hal ini membuktikan lemahnya kontrol negara serta tidak ada sanksi dan keras dan tegas. Dalam hal ini negara pun terbukti tak mampu berkutik di hadapan korporasi.

Padahal seharusnya pemimpin negara harus memiliki integritas tinggi dan tanggung jawab penuh terhadap urusan rakyat, termasuk kebutuhan pangan. Negara tidak boleh lemah dalam urusan pangan karena mencakup hajat hidup asasi rakyat. Hidup dan matinya rakyat bergantung sepenuhnya pada pemimpin. Sebab fungsi negara memang sebagai perisai, pelindung dan pengayom rakyat.

Selama ini pengelolaan beras dari hulu ke hilir dikuasai oleh korporasi. Sedangkan negara hanya mempunyai kurang dari 10% pasokan beras nasional. Lalu bagaimana pemimpin negeri ini bisa berkuasa penuh mengurusi rakyatnya jika tidak punya tawaran posisi di depan korporasi? Sementara para pemilik modal yang menguasai rantai distribusi pangan hanya terfokus pada kepentingan pribadi, yakni keuntungan materi. Sehingga mereka memilki kekuasaan untuk memainkan harga beras sekehendak hati demi meraup keuntungan yang besar. Berbagai cara akan dilakukan demi mengeruk lebih banyak kekayaan meski merugikan banyak masyarakat. Bahkan tega mengoplos beras yang dikonsumsi rakyat karena jiwa telah dirasuki ketamakan. Lagi-lagi rakyat yang jadi korban.

Negara juga tidak memilki instrumen yang efektif untuk menjalankan kontrol serta sistem sanksi yang menjerakan. Bahkan pengadilan yang dijalankan dipenuhi oleh para mafia dan jaringan yang tidak berdampak pada hukum negara. Maka tak heran jika kejahatan demi kejahatan tumbuh subur di neheri ini. Sudahlah tak ada ketakwaan dalam diri, ditambah lagi tidak ada pengawasan dan sanksi yang berjalan dengan tegas dan adil.

Fakta miris ini juga akibat dari sistem pendidikan kapitalisme yang gagal mencetak manusia yang beriman, bertakwa, memiliki kepribadian unggul serta berjiwa pemimpin. Pribadi muslim yang baik pasti bertakwa dan menggenggam teguh amanah yang diberikan di bahunya. Proses pendidikan yang diselenggarakan oleh sistem Islam telah terbukti mampu mencetak generasi yang bertakwa, adil, amanah dan memiliki kompetensi sebagai pemimpin dan negarawan sejati. Umat ini mengenal Abu Bakar Ash-Shidiq, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Abu Thalib, Umar bin Abdul Aziz dan lain-lain sebagai pemimpin teladan sepanjang zaman.

Sistem Islam Tegas Memberantas Kecurangan

Islam memandang pemimpin sebagai raain (pengurus) dan junnah (pelindung) rakyat, yang harus amanah dan bertanggung jawab. Menegakkan keadilan, termasuk anggota melakukan penipuan dalam perdagangan bahan pokok (seperti beras), adalah kewajiban mereka. Kestabilan masyarakat dalam Islam bertumpu pada tiga pilar: ketakwaan individu, kontrol sosial, dan penegakan hukum oleh negara.

Kecurangan ditentang keras dalam Islam. Rasulullah SAW menegaskan bahwa penipu bukanlah bagian dari umatnya. Sebuah pernyataan yang bertumpu pada keimanan serta mengandung konsekuensi sosial yang berat. Allah Swt secara khusus mencela keadaan pelaku takaran dalam Surat Al-Muthaffifin ayat 1-3.

Negara berwenang menjatuhkan sanksi Ta'zir terhadap pelaku penipuan. Bentuknya akan ditetapkan oleh negara dengan hukuman setimpal. Untuk memastikan terpenuhinya pasar, Islam memiliki mekanisme Qadi Hisbah, yaitu hakim yang secara proaktif turun ke lapangan untuk mengawasi, menyelidiki, dan mengadili pelanggaran, bukan sekadar menunggu aduan. Wallahu'alam bish-shawab.


Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image