Merawat Rumah Besar IMM
Risalah | 2025-07-17 16:23:12
Saban hari, Muhaimin Iskandar atau Gus Imin menyentil organisasi kemahasiswaan dengan penyataan yang cukup keras. Membanding-bandingkan dan berujung kepada terjadinya diskursus di kalangan para alumni maupun para kader-kadernya. Seandainya pernyataan yang dilontarkan Gus Imin itu di alamatkan kepada Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)? Bagaimana respon dari para kader IMM?
Secara historis tidak ada organisasi kemahasiswaan yang tumbuh dari atas. Semuanya lahir dan besar dari bawah, penuh perjuangan, dan menjadi barisan terdepan menyuarakan aspirasi masyarakat. Namun saya meyakini akan banyak respon yang muncul, baik yang menghakimi, mendukung ataupun menentang pernyataan tersebut.
Jika mengkaji kalimat Gus Imin dengan menggunakan pisau analisis hermeneutic ala Gadamer, maka akan kita temukan maksud yang mendalam (sisi positif). Apa itu? Gus Imin menginginkan agar organisasi mahasiswa tetap berada pada khittah perjuangan awalnya, yaitu berada pada barisan orang-orang yang termarjinalkan, dan memperjuangkan kehidupan layak. Adapun ketika berada pada posisi yang lebih tinggi, tetaplah untuk mendukung terwujudnya keadilan dan kesejahteraan.
Agar tidak jauh mengomentari apa yang sedang terjadi dengan Gus Imin, ada pertanyaan penting yang kita semua memiliki hak untuk menjawab, yaitu dalam konteks IMM, bagaimana cara organisasi mahasiswa ini akan bertumbuh? Mungkin akan ada yang menjawab dengan berbagai argumentasi. Ada yang menjawab IMM harus eksis, melaksanakan program kerja, pengajian, aksi dan lain-lain.
Apakah ukuran bertumbuhnya IMM di Sulawesi Tenggara khususnya Kota Kendari hanya di ukur dengan kegiatan seperti itu. Untung poin-poin yang saya sebutkan diatas dilakukan, bagaimana kalau tidak? Berarti tidak ada pertumbuhan maupun perkembangan di tubuh organisasi. Immanuel Kant mengatakan suatu Paradigma yang tidak lagi relevan dengan keadaan, maka dibutuhkan paradigma baru yang cocok dengan zamannya.
Maka IMM Sulawesi Tenggara secara umum harus berbenah sepertinya paradigma kepemimpinan yang dianut tidak mampu membesarkan organisasi, mungkin lebih ke pribadi punya nama sebagai ketua dan pengurus IMM, tapi tidak ada aksi nyata. Sementara, jika merujuk kepada tema awal yang disebut bertumbuh, dalam Bahasa Indonesia bertumbuh itu berarti mengalami pertumbuhan atau perkembangan. Dengan kata lain, diksi ini merujuk kepada satu kemajuan, dewasa, atau lebih maju.
Olehnya itu, meminjam konsep dari Jurgen Habermas yang disebut dengan teori tindakan komunikatif dan kita kontekstualisasikan dalam proses kepemimpinan, maka di tubuh IMM harus mengedepankan pencpaian bersama melalui Bahasa, komunikasi, diskusi dan sebagainya bukan manipulasi dan dominasi terhadap keadaan.
Ada beberapa catatan kritis yang harus menjadi perhatian kita semua, sebagai Upaya merawat rumah besar kita IMM.
Pertama, persoalan kaderisasi. Kaderisasi saat ini hanya dianggap sebagai seremonial semata dan pemenuhan program kerja. Padahal kaderisasi adalah jantung organisasi. Sebagaimana K.H. Ahmad Dahlan sampaikan. Kaderisasi jangan hanya diartikan sebagai proses mengikuti DAD, DAM, DAP, PID, PIM dan PIP. Kaderisasi banyak model dan ruangnya, termasuk terlibat dalam kepanitiaan dan sebagainya. Kader harus merasakan kaderisasi sebagai ruang untuk bertumbuh, bukan sebaliknya. Pertanyaannya dimanakah ruang-ruang itu saat ini?
Kedua, kurangnya solidaritas internal diakibatkan persoalan politik yang belum usai. Hal ini menyebabkan kepemimpinan menjadi terpecah dan kurangnya sifat kekolektifan. Atau mungkin saja solidaritas yang dibangun hanya kepada kelompok-kelompok pemenang saja. Semoga asumsi ini salah.
Ketiga, krisis intelektual kader. Kader itu adalah pasukan inti sebuah organisasi. Jika kadernya lemah, maka organisasi juga ikut lemah dan tidak diperhitungkan. IMM telah mendeklarasikan dirinya sebagai organisasi intelektual, sehingga akan menjadi paradoks jika ditubuh IMM bukan diskusi intelektual namun diskusi mengenai strategi mengolah. Budaya membaca dan menulis kader di Sulawesi Tenggara sangat kurang, hanya segelintir kader.
Keempat, adanya krisis kepemimpinan. Pemimpin memagang peran penting dalam pertumbuhan organisasi. Memilih pemimpin setidaknya memiliki gagasan mau kemana arahnya. Bukan karena factor kedekatan dan yang lainnya, namun benar-benar memilih pemimpin yang genuine.
Catatan kritis ini adalah bagian dari refleksi perjalanan IMM di Sulawesi Teggara dan Kota Kendari sebagai sentral bertumbuhnya IMM. Kita perlu memiliki kesadaran untuk membangun IMM menjadi organisasi yang tepat untuk mampu mengembangkan potensi para kader. Siapapun dia baik kader yang masih aktif di structural maupun tidak, perlu memberikan pandangan kritis terhadap IMM.
Syahdan, selamat bermusyawarah PC IMM Kota Kendari, semoga melahirkan pemimpin yang memiliki visi yang jelas dan menjadi pemimpin yang genuine. Semoga berkat Rahmat Ilahi melimpahi perjuangan kita semua.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
