Tahun Ajaran Baru: Merajut Pengalaman, Menumbuhkan Kebersamaan, Saatnya Belajar Inklusif
Didaktika | 2025-07-15 07:24:10
Ismail Suardi Wekke & Andi Alamsyah Perdana Putera
Tahun ajaran baru kembali menyapa. Bukan sekadar rutinitas, tapi momentum krusial. Saatnya menata ulang, membangun ulang. Terutama, menciptakan lingkungan sekolah yang ramah bagi semua.
Bukan hanya siswa. Juga guru, tenaga kependidikan, bahkan orang tua. Semua adalah bagian integral. Harmoni tercipta saat semua merasa nyaman, dihargai.
Sekolah harus jadi rumah kedua. Tempat belajar, tentu. Tapi juga tempat bermain, berkreasi. Dan yang terpenting: tempat yang aman.
Tanpa perundungan. Tanpa diskriminasi. Setiap siswa, apapun latar belakangnya, berhak merasa diterima. Suara mereka penting. Biarkan mereka berpendapat, berinovasi.
Guru bisa jadi fasilitator. Dorong interaksi positif. Sediakan sarana berekspresi. Lingkungan yang suportif memupuk rasa percaya diri. Ini modal dasar masa depan.
Pahlawan tanpa tanda jasa. Begitu sebutan guru. Tapi mereka juga manusia. Punya beban, punya harapan.
Tahun ajaran baru, artinya tantangan baru. Kurikulum baru, mungkin. Atau metode pengajaran yang adaptif. Sekolah harus hadir mendukung.
Pelatihan berkala. Kesejahteraan yang layak. Lingkungan kerja yang kolaboratif. Ini bukan kemewahan, tapi kebutuhan. Guru yang bahagia, akan menularkan energi positif. Tenaga kependidikan pun sama. Mereka garda depan administrasi. Pastikan mereka juga merasa dihargai. Beban kerja seimbang, apresiasi yang tulus.
Peran orang tua sangat vital. Pendidikan bukan hanya tanggung jawab sekolah. Tapi kolaborasi.
Ajak orang tua terlibat aktif. Bukan hanya saat penerimaan rapor. Tapi dalam setiap proses. Komunikasi yang terbuka itu penting. Apa yang terjadi di sekolah, orang tua perlu tahu. Begitu pula sebaliknya.
Kegiatan bersama bisa digalakkan. Pertemuan rutin. Workshop parenting. Atau sekadar sesi berbagi pengalaman. Keterlibatan orang tua memperkuat ekosistem pendidikan. Anak merasa lebih didukung.
Membentuk lingkungan ramah bukan tugas satu pihak. Ini tanggung jawab bersama. Kepala sekolah, guru, komite sekolah, orang tua, bahkan masyarakat.
Dimulai dari hal kecil. Senyum sapa di pagi hari. Papan informasi yang jelas. Ruang kelas yang nyaman. Toilet yang bersih. Setiap detail berkontribusi.
Kebijakan sekolah juga harus berpihak pada keramahan. Prosedur yang transparan. Mekanisme pengaduan yang mudah diakses. Budaya empati harus tertanam.
Tahun ajaran baru ini, mari jadikan momentum. Bukan hanya mengejar target akademik. Tapi juga membangun fondasi kuat. Fondasi persahabatan, pengertian, dan saling menghargai.
Sekolah yang ramah adalah investasi. Investasi dalam sumber daya manusia. Membentuk generasi yang tidak hanya cerdas, tapi juga berkarakter. Generasi yang siap menghadapi tantangan masa depan, dengan hati yang penuh kasih.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
