Pegadaian Syariah Alternatif Solutif di Tengah Jeratan Pinjol?
Info Terkini | 2025-07-14 13:58:06
Bayangkan seorang ibu rumah tangga, yang hanya ingin membeli gawai sederhana agar anaknya bisa ikut belajar daring. Tak punya cukup uang, ia tergoda untuk menggunakan pinjaman online. Dalam hitungan menit, uang pun cair. Tapi beberapa minggu kemudian, tagihan membengkak bunga mencekik, dan pesan ancaman dari debt collector berdatangan.Kisah ini bukan fiktif. Menurut data OJK, lebih dari 27 juta masyarakat Indonesia pernah menggunakan layanan pinjol, dan ribuan di antaranya terjerat utang karena bunga yang tinggi dan penagihan yang intimidatif.Padahal, ada alternatif yang lebih aman dan sesuai nilai keadilan: Pegadaian Syariah. Tapi sayangnya, masih jarang dilirik.
Pinjol Cepat, Tapi Tak Selalu Selamat
Layanan pinjaman online menjanjikan proses cepat, tanpa agunan, dan cukup bermodalkan KTP. Namun, banyak yang tak membaca syarat dan ketentuan secara detail. Bunga bisa mencapai 20–30% per bulan, dan denda terus bertambah jika gagal bayar.Lebih berbahaya lagi, banyak pinjol ilegal yang tidak terdaftar di OJK, tapi masih aktif menjerat masyarakat kelas bawah dengan promosi agresif.Menurut OJK, hingga Maret 2025, total pinjaman online yang tersalurkan mencapai Rp 52,1 triliun dengan lebih dari 35 juta pengguna aktif. Di sisi lain, aduan masyarakat terkait penagihan yang tidak etis juga terus meningkat, terutama dari layanan pinjol ilegal yang belum terdaftar di OJK.
Apa itu Pegadaian Syariah?
Pegadaian Syariah adalah lembaga keuangan mikro yang menyediakan layanan pembiayaan dengan prinsip tanpa bunga dan tanpa riba. Skema utamanya menggunakan akad rahn (gadai), wadiah (titipan), serta beberapa produk musyarakah emas (kemitraan berbasis aset emas).Misalnya, seseorang ingin meminjam dana dengan menggadaikan perhiasan emas. Dalam sistem syariah, ia hanya membayar biaya pemeliharaan barang (ujrah), tanpa bunga tambahan. Jika mampu melunasi, barang akan kembali, dan tidak ada tekanan atau ancaman dari penagih
Kenapa Pegadaian Syariah Kurang popular?
Meskipun menawarkan solusi yang lebih aman, Pegadaian Syariah masih kalah pamor dibanding pinjol. Ada beberapa alasan:1. Kurangnya promosi dan edukasi publik2. Stigma ribet karena identik dengan istilah “syariah”3. Jangkauan terbatas, khususnya di daerah pelosok4. Kurang integrasi dengan teknologi digital, berbeda dengan pinjol yang sudah berbasis aplikasi
Solusi Islami? Ini Tinjauan Fikihnya
Dalam fikih muamalah, akad rahn dibolehkan sebagai bentuk pinjaman berbasis jaminan, selama tidak disertai riba. Bahkan, akad ini dianggap memberikan maslahah (kemanfaatan) karena memberi akses dana tanpa memberatkan peminjam.DSN-MUI telah mengeluarkan fatwa terkait rahn (Fatwa No. 25/DSN-MUI/III/2002), yang menegaskan bahwa praktik gadai dalam lembaga keuangan syariah harus bebas dari unsur riba dan gharar (ketidakjelasan).
Pegadaian Syariah perlu menjadi bagian dari narasi besar literasi keuangan syariah. Pemerintah dan otoritas keuangan perlu mendorong masyarakat mengenal lebih jauh sistem ekonomi Islam yang adil, manusiawi, dan bebas dari eksploitasi.Upaya ini juga bisa melibatkan kampus dan akademisi, komunitas masjid atau pesantren, influencer keuangan syariah, kolaborasi dengan fintech berbasis syariah.
Minimnya literasi keuangan syariah mencerminkan kurangnya intervensi negara dalam memperluas akses masyarakat terhadap layanan keuangan berbasis nilai Islam. Pemerintah perlu secara aktif menggandeng lembaga syariah sebagai mitra strategis dalam program pemberdayaan ekonomi umat.
Dalam dunia yang menawarkan banyak kemudahan instan, masyarakat kadang lupa bahwa tidak semua jalan pintas itu selamat. Ketika pinjol datang membawa janji cepat, Pegadaian Syariah hadir dengan prinsip kehati-hatian dan keberkahan.Kini saatnya membuka mata. Masyarakat butuh solusi keuangan yang adil, manusiawi, dan selaras dengan nilai keislaman. Dan Pegadaian Syariah bisa menjadi jawabannya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
