Koperasi Merah Putih: Solusi Riil atau Sekadar Tambal Sulam?
Ekonomi Syariah | 2025-07-11 10:37:29
Jelang peluncuran Koperasi Merah Putih secara serentak pada Hari Koperasi, 12 Juli 2025, Pemerintah Kabupaten Bondowoso menyatakan siap seratus persen. Hingga Rabu (9/7/2025), sebanyak 219 koperasi telah resmi terbentuk dan tercatat di Kementerian Hukum dan HAM.
Namun, meski legalitas telah dikantongi, koperasi-koperasi ini belum bisa langsung beroperasi. Pengurus masih harus menyelesaikan serangkaian administrasi seperti pengurusan NPWP, NIB, serta rekening bank atas nama koperasi masing-masing. Setelah tuntas, setiap koperasi diwajibkan menyusun business plan sebagai acuan aktivitas usaha ke depan.
Menurut Navi Setiawan, Kepala Bidang Koperasi Diskoperindag Bondowoso, pengurus koperasi diberi keleluasaan menentukan bidang usaha sesuai kebutuhan warga, mulai dari simpan pinjam, toko kelontong, hingga jasa transportasi. Sayangnya, karena keterbatasan anggaran dan personel, Diskoperindag tidak mampu mendampingi koperasi secara teknis secara menyeluruh. Pengurus pun diminta untuk belajar mandiri, termasuk melalui pelatihan daring agar koperasi tidak mandek di tengah jalan.
Koperasi disebut sebagai “milik bersama”, tetapi pada praktiknya, keberhasilannya amat ditentukan oleh kapasitas individu, bukan dukungan struktural dari negara. Inilah akar masalahnya.
Kapitalisme: Sistem di Balik Koperasi Merah Putih
Secara sepintas, koperasi tampak sebagai bentuk kemandirian ekonomi rakyat. Namun jika dikaji lebih dalam, koperasi hari ini beroperasi dalam kerangka kapitalisme sekular. Dalam sistem ini, negara hanya sebagai regulator, bukan pelayan langsung kebutuhan rakyat. Urusan vital seperti pertanian dan kesejahteraan masyarakat desa justru diserahkan kepada lembaga usaha yang berorientasi profit, bahkan dengan skema pembiayaan berbunga.
Inilah sebab utama mengapa banyak pihak, termasuk para petani, meragukan efektivitas koperasi ini. Mereka tidak butuh pinjaman baru, melainkan harga pupuk yang murah, akses bibit unggul, dan infrastruktur pertanian yang layak. Sayangnya, koperasi justru dibentuk sebagai kendaraan baru untuk memperbesar akses ke pembiayaan berbasis utang, bukan solusi dari akar.
Secara hukum Islam, koperasi simpan pinjam yang berbunga adalah haram, sebagaimana ditegaskan dalam QS Al-Baqarah: 275, “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
Bahkan secara struktural, koperasi tidak memenuhi syarat akad syirkah yang sah, sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam Nizham Al-Iqtishadi fi Al-Islam. Tidak adanya pihak pengelola modal (syarik badan) sejak awal akad, serta sistem pembagian keuntungan yang tidak merujuk pada kontribusi modal atau kerja, menjadikan koperasi sebagai bentuk akad fasid (rusak) dan batil menurut syariat Islam.
Solusi Islam Kaffah: Negara Pelayan Rakyat, Bukan Regulator Kapitalis
Berbeda dari sistem kapitalisme, Islam memosisikan negara sebagai pengurus rakyat (raa’in). Dalam Islam, negara bertanggung jawab langsung atas penyediaan kebutuhan pokok masyarakat, termasuk sektor pertanian dan ekonomi desa.
Negara juga akan memproduksi dan menyubsidi alat-alat produksi pertanian seperti pupuk, benih, dan alat berat. Menjamin distribusi dan harga murah melalui mekanisme pasar yang bersih dari manipulasi. Memberikan bantuan langsung tanpa riba kepada petani atau pelaku usaha kecil yang kekurangan modal. Membiayai pembangunan dari sumber-sumber keuangan syar’i seperti fai’, jizyah, kharaj, ganimah, dan pengelolaan harta milik umum (milkiyah ammah).
Semua itu dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab penuh negara atas urusan rakyat, sebagaimana sabda Rasulullah saw., "Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat), dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus." (HR. Bukhari)
Saatnya Berhenti Mengulang Pola Gagal
Koperasi Merah Putih mungkin tampak sebagai harapan baru, tetapi dalam kerangka kapitalisme, ia sekadar tambalan dari sistem usang yang terus gagal menyejahterakan rakyat. Bukannya memberikan kelegaan, koperasi yang dijalankan dengan skema riba hanya memperpanjang penderitaan ekonomi masyarakat bawah.
Sudah saatnya kita berhenti berharap pada solusi tambal sulam ini. Hanya dengan menerapkan syariat Islam secara Kaffah dalam bingkai Khilafah, kita dapat melihat kebijakan yang benar-benar berpihak kepada rakyat, tanpa utang, tanpa riba, dan penuh berkah. Wallahu'alam bisshawab. []
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
