Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Kana Nilna Jannatin Alfafa

Anak Rantau: Tumbuh Tanpa Suara, Pulang Bukan Sekadar Bawa Ijazah

Curhat | 2025-07-08 12:37:32
Ilustrasi anak rantau yang tumbuh dalam sunyi. (Sumber: pexels.com/Liana Tril)

“Kuliah di luar kota ya? Enak dong, bebas dari orang tua.”

Sekilas terdengar menyenangkan. Tapi bagi anak rantau, kalimat itu kadang terdengar asing. Karena tak ada yang benar-benar tahu, bagaimana rasanya belajar jauh dari rumah. Jauh dari pelukan ibu, jauh dari suara ayah, dan jauh dari semua yang membuat diri merasa aman.

Bagi mereka, pendidikan bukan hanya tentang masuk kelas, mencatat materi, lalu pulang. Tapi tentang bertahan di kamar kos yang sepi, belajar mengatur hidup sendiri, dan menyeka air mata diam-diam ketika rindu tiba-tiba datang tanpa izin.

Belajar Mandiri Lewat Rasa Sunyi

Menjadi anak rantau itu seperti kursus kedewasaan yang dipaksakan. Bukan karena sudah siap, tapi karena tak ada pilihan lain.

Sejak hari pertama meninggalkan rumah, mereka harus belajar menjadi dewasa: bangun sendiri tanpa teriakan ibu, makan seadanya dengan uang bulanan yang pas-pasan, menjalani hari-hari yang terkadang terasa hampa tapi tetap harus dijalani.

Di sela tugas yang menumpuk, rindu akan rumah sering kali muncul tiba-tiba. Tapi mereka tetap duduk menghadap layar, menyelesaikan tugas, menyusun makalah, sambil menahan rasa ingin pulang. Karena hidup tak memberi mereka jeda untuk lemah.

Semua dijalani tanpa banyak cerita. Karena tak semua rindu bisa diceritakan. Dan tak semua beban bisa dibagikan.

Tugas, Rindu, dan Diri yang Terus Bertumbuh

Anak rantau tahu bahwa nilai ujian bukan satu-satunya tolak ukur keberhasilan. Ada bentuk lain dari "belajar" yang tak tertulis di silabus mata kuliah, seperti belajar mengatur waktu sendiri, mengendalikan emosi, mengelola keuangan, hingga menyelesaikan banyak hal tanpa ada lontaran kalimat “hati-hati di jalan ya, Nak.” dari orang tua.

Kadang-kadang mereka juga harus bekerja paruh waktu, mengisi waktu luang demi bisa bertahan sampai akhir bulan. Kadang sakit tanpa ada yang merawat. Kadang menangis tanpa tahu harus cerita kepada siapa.

Tapi dari semua itu, mereka tumbuh. Bukan hanya sebagai pelajar, tapi sebagai pribadi yang lebih tangguh. Paham akan makna bersyukur saat cukup, dan bersabar saat kekurangan.

Ilmu yang Dibawa Pulang: Lebih dari Sekadar Gelar

Rasulullah ﷺ pernah bersabda bahwa siapa saja yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga, meski jalan tersebut sering kali sunyi.

Namun mereka tetap melangkah, bukan karena semuanya mudah, tapi karena mereka tahu, bahwa pendidikan bukan hanya soal IPK dan toga. Tapi keberanian tentang bertahan saat semua dirasakan sendiri, keikhlasan berjuang tanpa banyak alasan. Tentang membentuk hati yang lebih sabar, pikiran yang lebih matang, dan diri yang lebih kuat dari hari ke hari.

Ketika tiba saatnya pulang, mereka tak hanya membawa ijazah. Mereka membawa pengalaman hidup. Membawa versi dirinya yang lebih baik dan dikuatkan oleh pengalaman yang tak semua orang tahu.

Untuk semua anak rantau yang sedang jauh dari rumah, terima kasih sudah bertahan sejauh ini. Terima kasih karena tidak menyerah, meski terkadang rasanya ingin berhenti. Allah tahu setiap tetes lelahmu. Dan setiap langkahmu, Allah hitung sebagai pahala.

Karena sejatinya, kamu tidak hanya belajar mencari ilmu, tapi sedang memperbaiki diri—sedikit demi sedikit, menjadi pribadi yang lebih baik dengan caramu sendiri.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image