Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nadira Insania Alfariza

Normalisasi Kebohongan: Awal dari Generasi Korup?

Eduaksi | 2025-07-05 14:45:39

Akhir-akhir ini kita mendengar kasus korupsi semakin merajalela di Indonesia, dari pencurian kecil-kecilan, pencurian besar-besaran, uang pelicin, hingga uang akses. Praktik-praktik tersebut bagaikan rantai panjang yang tak akan terputus, bahkan ketika seorang pejabat mengorupsi rakyatnya, rakyat cenderung melakukan hal yang sama terhadap sesamanya atau orang di bawah kuasanya. Proses saling merugikan ini berlangsung terus menerus hingga tanpa disadari korupsi sudah menjadi penyakit menular di masyarakat.

Ironisnya, penyakit ini tak langsung hadir dari kursi pemerintahann dan kekuasaan pejabat, melainkan tumbuh dari kebiasaan kecil ketika masih menjadi rakyat biasa. Sebagai contoh, saya akan berikan sebuah konten yang saya temukan dari aplikasi TikTok. Kurang lebih isinya seperti ini, “Sudah saatnya lu bayar spp 9 juta tapi bilang ke nyokap 15 juta,” diramaikan oleh komentar-komentar netizen yang turut mendukung dan menormalisasi hal tersebut, seperti“UKT gua 500 ribu tapi gua bilang 7 juta,” atau “Gua tiap bayar UKT bukti nominalnya gua edit dulu dan ganti jumlahnya dari 9 juta jadi 17,5 juta, baru gua screenshot dan kasih ke ortu.” Tanpa rasa bersalah, mereka seakan bangga memberikan pengalaman berbohongnya di kolom komentar, bahkan sampai mengganti nominal bukti transfer dengan jumlah yang berkali-kali lipat lebih besar.

Jika fenomena seperti ini sudah bayak dinormalisasikan, bahkan dijadikan bahan candaan, maka disitulah titik terbesar kesalahan masyarakat. Mereka memberikan peluang untuk berkembangnya sebuah kejahatan dan menumbuhkan budaya toleran terhadap kejahatan ringan. Masyarakat terlalu terpaku pada pejabat dan pemegang kekuasaan yang melakukan korupsi sehingga lupa kepada orang-orang di sekitarnya yang bisa menjadi generasi penyambung rantai korupsi di masa mendatang.

Jika kita melihat dengan sudut pandang psikologi, fenomena ini berkaitan erat dengan teori disonansi kognitif yang dicetuskan oleh Leon Festinger. Disonansi kognitif merupakan ketidaknyamanan psikologis yang muncul ketika seseorang mengalami konflik antara nilai yang diyakini dengan tindakan yang dilakukan. Individu berupaya mengurangi disonansi tersebut dengan membenarkan perilaku salahnya agar ia tidak merasa bersalah, seperti merasionalisasi dengan dalih “Gapapa, kan sama orang tua sendiri,” atau “Ah, banyak kok yang kayak saya.” Rasionalisasi seperti ini perlahan mengikis prinsip teladan dan kedisiplinan yang telah lama ia berlakukan terhadap dirinya sendiri.

Perlu ada pemahaman ilmu-ilmu seperti ini dalam lingkungan sekolah maupun keluarga. Keduanya merupakan peran utama dalam pendidikan karakter individu sejak dini. Ketika lingkungan tersebut gagal memberikan ketegasan dan lengah dalam menegakkan kebenaran, maka lingkungan tersebut telah gagal membentuk individu yang bermoral dan memiliki kesadaran tinggi. Individu akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak jujur, plinplan, dan permisif terhadap kejahatan sosial.

Sudah saatnya kita membuka mata dan pikiran bahwa masyarakat yang baik itu lahir dari nilai, sikap, dan perbuatan yang kita tanamkan setiap hari. Seperti apa masyarakat akan terbentuk itu bergantung pada bagaimana kita membentuk lingkungan di sekitar kita. Jika setiap individu mulai mengambil peran untuk menegakkan perilaku jujur dan bertanggung jawab, maka sudah dipastikan bangsa ini akan mencetak generasi yang beretika dan bermartabat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image