1 Tahun di Jakarta : Miskin tapi Kaya
Curhat | 2025-07-02 15:10:181 Tahun di Jakarta : Miskin tapi Kaya

"Jakarta bisa terasa kejam, tapi juga bisa memeluk siapa saja yang mau bertahan. Di tengah gedung dan mobil mewah, ada ribuan kisah rakyat biasa yang tetap hidup dann bahkan merasa 'kaya', walaupun tanpa saldo miliaran".
Sudah satu tahun saya tinggal di Jakarta sebagai mahasiswa dan perantau dari Kuningan, Jawa Barat. Awalnya saya berpikir hidup di ibu kota akan sangat mahal dan menyesakkan. Tapi kenyataannya sangat berbeda. Justru sering kali saya terpukau oleh betapa banyaknya peluang, fasilitas, dan kemudahan yang Jakarta tawarkan kepada warganya termasuk kepada para perantau.
Jakarta mungkin satu-satunya kota di Indonesia yang begitu dermawan pada rakyatnya dalam bentuk subsidi. Dari transportasi, kesehatan, pendidikan hingga hiburan, semuanya punya versi murah meriah bahkan gratis. Mari kita tilik satu per satu.
Transportasi? Nyaman dan Terjangkau
Berbagai bentuk transportasi umum mulai dari kereta, angkot, hingga bis tersedia di Jakarta. Transjakarta, MRT, LRT, KRL, dan Mikrotrans terintegrasi dengna baik melalui halte di berbagai sudut kota. Untuk tarifnya sangat terjangkau cukup Rp3.500 sekali jalan. Dalam sebulan, biaya transportasi saya jarang lebih dari Rp150.000, dan itu sudah cukup untuk pergi ke kampus, perpustakaan umum, hingga berwisata. Tak perlu punya mobil, cukup modal e-money kamu bisa ke segala penjuru kota.
Pendidikan? Gratis
Program Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) sudah membantu ribuan anak Jakarta dari keluarga berpenghasilan rendah untuk bersekolah hingga ke perguruan tinggi tanpa beban biaya. Tidak hanya gratis SPP, tapi juga mendapat tunjangan buku, seragam, bahkan uang jajan.
Kesehatan? Mudah
Hampir semua puskesmas dan rumah sakit pemerintah menerima pasien ber-KTP Jakarta tanpa biaya, asalkan masuk dalam program jaminan kesehatan. Bahkan beberapa layanan seperti imunisasi dan vaksin bisa diakses gratis tanpa ribet
yang menarik dari Jakarta adalah warganya sangat sadar akan pentingnya hidup sehat. Setiap sore, ratusan bahkan ribuan orang turun ke ruang terbuka hijau dan jogging track untuk berolahraga, bahkan kelas zumba dan yoga gratis di taman-taman. Kawasan seperti Gelora Bung Karno, CFD Sudirman, dan Taman Suropati jadi titik temu komunitas olahraga yang ramah dan terbuka untuk umum.
Gaya hidup: Sederhana tapi sosialita
Kawasan seperti Tanah Abang, Mangga Dua, Blok M, hingga Pasar Baru jadi surga fashion murah. Kamu bisa tampil stylish ala ibu-ibu SCBD hanya dengan modal belanja di grosiran. Nongkrong pun tidak harus di Coffe shop 60 ribuan, taman-taman kota seperti Tebet Eco Park, Hutan Kota GBK, dan Taman Menteng bisa jadi tempat healing tanpa biaya.
"Miskin dalam angka, Kaya dalam akses'
Betul, Upah Minimum Provinsi (UMP) Jakarta sekitar 5 Jutaan. Namun dengan jumlah itu, kamu bisa tinggal di rusun yang disubsidi, naik transportasi publik, bawa anak sekolah gratis, berobat tanpa biaya, dan tetap bisa berekreasi.
Tidak sempurna, Tapi memberi harapan
Tentu tidak semua sempurna. Masalah kemacetan, polusi, dan ketimpangan sosial masih terasa. Tapi Jakarta, dengan segala perbaikannya, terus memberi ruang bagi siapa saja untuk bertahan hidup, bahkan berkembang. Setiap sudut kota selalu menawarkan peluang: acara komunitas, perpustakaan umum, hingga ruang diskusi untuk mahasiswa pegiat.
Jakarta adalah ironi yang indah. Ia bisa membuatmu merasa miskin, tapi di saat bersamaan membuatmu merasa cukup bahkan kaya karena segala peluangnya.
Jakarta mungkin bukan kota yang murah, tapi juga bukan kota yang pelit. Mereka yang tinggal di Jakarta tahu caranya "bermain" bisa hiup layak, meski dengan pendapatan pas-pasan. Disinilaj letak uniknya: hidup di kota kaya, tanpa harus jadi orang kaya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
