Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Qotrun Nada

Islam, Cahaya di Tengah Gelapnya Kekuasaan

Agama | 2025-07-01 07:17:38

Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, ketika menjadi pembicara di acara St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025 di Rusia, mengatakan bahwa ada bahaya besar yang mengintai Indonesia sebagai negara berkembang, yaitu state capture . Istilah ini merujuk pada kondisi dimana kebijakan negara dikendalikan oleh sekelompok orang yang mempunyai kepentingan melalui kolusi antara pemilik modal (kapital besar), pemerintahan dan elite politik (kumparanNews, 20/06/2025)

Dalam kondisi seperti ini, mungkinkah kekuasaan dijalankan untuk kepentingan rakyat? Jawabannya tidak mungkin. Faktanya, kekuasaan diarahkan untuk melayani nafsu para pemilik modal dan oligarki. Kolusi ini sama sekali tidak bisa diharapkan untuk membantu mengentaskan kemiskinan atau memperluas kelas menengah yang terjadi malah sebaliknya, yang kaya semakin kaya, yang miskin kian kelimpungan.

State capture sejatinya bukan sekadar potensi bahaya, melainkan sebuah keniscayaan dalam sistem politik demokrasi kapitalisme sekuler yang diterapkan di banyak negara hari ini, termasuk Indonesia. Sistem ini menempatkan kekuasaan dan kepemimpinan sebagai hasil dari kontestasi politik yang sangat mahal dan sarat kepentingan. Dalam sistem seperti ini, kekuasaan bukan lagi alat untuk mengurus rakyat, melainkan menjadi komoditas yang diperebutkan demi kepentingan kelompok tertentu.

Akibatnya, orientasi politik bergeser dari pelayanan publik menuju perburuan kekuasaan dan kekayaan. Dunia dijadikan tujuan utama, bahkan dengan menghalalkan segala cara. Moralitas, integritas, dan kepentingan umat kerap dikorbankan demi memenangkan kontestasi atau mempertahankan kekuasaan. Sistem ini pun melahirkan watak politik transaksional yang kuat. Para calon penguasa membutuhkan biaya besar untuk kampanye, logistik, dan membangun citra politik. Untuk itu, mereka menggandeng pemilik modal, para pengusaha besar, sebagai sponsor utama dalam kompetisi politik.

Namun bantuan itu tentu tidak gratis. Ada harga politik yang harus dibayar. Para pengusaha akan menuntut balas budi dalam bentuk kebijakan yang berpihak pada kepentingan mereka. Inilah titik awal terjadinya state capture — ketika kebijakan negara tidak lagi berpihak pada rakyat, tetapi pada segelintir elite yang memiliki kekuatan ekonomi. Undang-undang, regulasi, hingga proyek-proyek strategis nasional bisa dikondisikan sedemikian rupa agar menguntungkan pihak tertentu, meskipun merugikan masyarakat luas.

Dengan demikian, state capture bukanlah anomali dalam demokrasi kapitalisme, tetapi justru merupakan konsekuensi logis dari sistem tersebut. Selama sistem ini terus dipertahankan, selama itulah kekuasaan akan terus dikuasai oleh oligarki dan rakyat hanya menjadi penonton dalam sistem yang seharusnya mengatasnamakan mereka.

Maka, jalan satu-satunya untuk menyelesaikan persoalan ini hanya dengan kembali pada Islam. Islam menjadikan akidahnya sebagai asas kehidupan setiap individu termasuk juga menjadi asas negara. Ketika Islam dijadikan pondasi dalam menjalankan kehidupan maka otomatis seluruh aspek kehidupan akan diarahkan pada ketaatan kepada Allah SWT. Syariat Islam akan menjadi acuan utama dalam bersikap dan mengambil keputusan, baik dalam urusan pribadi, masyarakat, maupun negara. Hukum-hukum Allah akan menjadi rujukan dalam menyelesaikan berbagai persoalan, sehingga terwujudlah kehidupan yang harmonis, penuh keberkahan, dan terhindar dari kerusakan yang ditimbulkan oleh sistem buatan manusia. Sistem Islam akan meniscayakan setiap individu akan bersikap jujur dan tidak menjadikan jabatan sebagai sarana untuk memperkaya diri sendiri dengan perbuatan curang, karena mereka yakin akan ada pertanggungjawaban setelah kehidupan di dunia.

Islam memandang jabatan adalah Amanah dan dijalankan sesuai dengan tuntunan hukum syarak serta akan dipertanggungjawabkan kepada Allah. Oleh karena itu, seorang pemimpin dalam Islam tidak akan menjadikan kekuasaan sebagai alat untuk meraih kepentingan pribadi, memperkaya diri, atau melayani kepentingan kelompok tertentu. Kekuasaan dalam Islam adalah sarana untuk menegakkan keadilan, menjaga kemaslahatan umat, serta menegakkan hukum-hukum Allah di muka bumi.

Seorang pemimpin dalam Islam harus memiliki kapasitas dan integritas yang tinggi. Ia harus adil, jujur, dan senantiasa takut kepada Allah dalam setiap keputusannya. Setiap kebijakan yang diambil harus dilandaskan pada syariat, bukan tekanan politik, kepentingan oligarki, atau dorongan hawa nafsu.

Dalam sejarah Islam, para khalifah seperti Umar bin Khattab r.a. menunjukkan keteladanan dalam memimpin. Beliau tidak segan turun langsung mengawasi rakyatnya, hidup dalam kesederhanaan, serta sangat berhati-hati dalam menggunakan harta negara. Bahkan beliau takut jika ada seekor keledai yang tergelincir di jalan, karena beliau akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah atas hal itu.

Inilah konsep kepemimpinan dalam Islam, bukan sekadar jabatan duniawi, melainkan amanah agung yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah pada hari kiamat. Maka, hanya sistem yang menjadikan syariat sebagai pedoman dan pemimpin yang takut kepada Allah-lah yang mampu mewujudkan keadilan sejati dan kesejahteraan hakiki bagi seluruh umat manusia.

Islam pun memiliki mekanisme yang mampu menjaga integritas baik rakyat maupun pejabat, termasuk melalui penerapan sanksi yang tegas dan memberi efek jera. Oleh karena itu, praktik korupsi dapat dicegah dalam sistem pemerintahan yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh.

Wallahu a’lam bisshawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image