Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Andra Amirullah

Integritas Sebagai Fondasi Personal Branding: Belajar dari Teladan Al-Amin

Eduaksi | 2025-11-05 06:35:45

Pencitraan Untuk Personal Branding

Di era sosial media ini, kita akrab sekali dengan aksi “ngonten” dengan berbagai macam cara. Ada yang rajin meng-update konten di Tiktok, rutin membagikan kegiatannya di stories Instagram, membenahi profil di LinkedIn, atau tak henti mengunggah status WhatsApp. Semua dilakukan untuk membangun citra diri alias personal branding.Manusia seperti berlomba melakukan pencitraan, namun ditengah keriuhan tersebut, ada satu hal sering terlupakan, yaitu integritas.

Padahal, sejarah mencatat, tokoh paling berpengaruh dalam peradaban manusia justru membangun reputasinya bukan lewat memoles kemasan diri atau kampanye, melainkan lewat nilai personal yang konsisten. Adalah Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (SAW), yang secara mulia digelari sebagai Al-Amīn-si dapat dipercaya- jauh sebelum diangkat menjadi nabi. Al Amin bagi Muhammad SAW bukan penyematan yang instan, melainkan reputasi sebagai buah dari integritas yang dijaga sejak muda.

Integritas Bukan Sekadar Kata

Pernahkah kita bertemu seseorang yang kata-katanya baik, bijak, dan mulia, namun tindakannya tak sejalan. Seketika, kepercayaan terhadap orang tersebut runtuh. Itulah sebabnya, integritas menjadi fondasi utama dalam membangun reputasi. Tanpa itu, personal branding hanya sebatas kemasan. Integritas sangat penting sebagai penjaga kepercayaan publik. Artinya, reputasi yang dibangun tanpa integritas ibarat rumah tanpa pondasi, rapuh dan mudah runtuh.Memang benar, riset komunikasi menunjukkan bahwa konten viral bisa membuat seseorang dikenal luas. Tapi dikenal belum tentu dapat dipercaya. Popularitas bisa dibangun, dipoles, direkayasa, bahkan kadang instan, tapi membangun kepercayaan butuh konsistensi dan waktu yang tidak sebentar. Branding yang hanya mengandalkan sensasi ibarat balon yang mudah meletus seketika, Menarik hati, namun rentan pecah.

Sementara branding yang dibangun di atas integritas adalah seperti akar pohon yang menghunjam ke bumi, meski tak terlihat, tapi menopang hebat segala yang ada di atasnya.Selain itu, personal branding semestinya bukan hanya tentang bagaimana kita ingin dilihat oleh manusia, tetapi juga bagaimana kita ingin dinilai oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam Islam, amal baik yang dilakukan dengan ikhlas dan konsisten adalah bentuk pencitraan yang paling mulia. Allah tidak menilai dari rupa atau popularitas, tetapi dari hati dan amal perbuatan. Maka, membangun integritas bukan hanya demi reputasi sosial, tapi juga sebagai bentuk ibadah dan pengabdian kepada-Nya.

Teladan Sang Al-Amīn

Muhammad SAW tak pernah mempromosikan dirinya. Saat itu, publik Mekah menyematkan gelar Al-Amīn. Muhammad muda memang dikenal jujur, amanah, dan selalu menepati janji. Karakter beliau sangat kuat dan menjadi contoh nyata bagaimana integritas melahirkan reputasi.Dikisahkan, disaat Kabah usai direnovasi akibat banir besar, terjadi perselisihan sengit antar pemimpin kabilah pada saat mereka merasa paling berhak dan paling mulia untuk meletakkan kembali Hajar Aswad pada posisi semula.

Seorang Muhammad telah memiliki reputasi sebagai orang yang sangat dipercaya dan jujur menyebabkan semua kabilah Arab yang berseteru menerima keputusan Muhammad. Muhammad meminta setiap perwakilan kabilah untuk memegang masing-masing ujung kain, lalu mengangkatnya bersama-sama. Setelah sampai di dekat tempatnya, beliau mengambil Hajar Aswad dan meletakkannya sendiri dengan tangan beliau.Dalam konteks modern, kita bisa belajar banyak dari keteladanan ini. Di tengah dunia yang gemar menilai dari tampilan, integritas adalah nilai yang tak lekang oleh waktu.

Pilihan di Tengah Kebisingan Digital

Kita hidup pada era pencitraan bisa dibangun lewat algoritma. Tapi kita juga punya pilihan: apakah ingin dikenal karena viralitas, atau dikenal karena konsisten memiliki sikap integritas? Rasulullah SAW sudah menunjukkan kepada dunia. Integritas membuat orang percaya, yang menjadi modal utama untuk berkiprah pada dunia, baik dunia kerja maupun kehidupan sosial, sehingga menjadi sukses.Kita bisa memulai dari hal-hal yang sederhana. Jujur pada keluarga, menepati janji kepada atasan atau bawahan, taat pada ketentuan jam kerja, patuh pada aturan di jalan, hingga konsisten antara ucapan dan perbuatan. Hal ini semua akan menghasilkan personal branding yang kuat dan teruji.

Branding terbaik bukanlah yang kita bicarakan kepada khalayak, tapi yang orang lain lihat dari keseharian tingkah dan pola kita.Integritas mungkin tak secepat viralnya sebuah video fenomenal yang diposting pada Tiktok, tapi efeknya jauh lebih dalam dan bertahan seumur hidup. Dan yang lebih penting, integritas adalah investasi spiritual yang akan bernilai di hadapan Allah, bukan hanya di mata manusia. Mengutip Jamil Azzaini, CEO Kubik Leadership, "Buat apa nama, positioning dan brand kita tinggi di mata manusia, tetapi tiada arti dihadapan Sang Pencipta.”

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image