Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Mohammad Hafid

Lima Benteng Diri Menghadapi Era Post-Truth

Agama | Monday, 07 Mar 2022, 21:54 WIB

Disadari atau tidak, kita sebagai umat islam dalam beberapa dekade ini sedang mengidap penyakit trauma, kaku dan pesimis. Terbukti, kita linglung dan tak berdaya menyikapi propaganda dan hegemoni barat serta kaum elit. Ia dibiarkan menggelinding membesar menjadi sebuah branding sekalipun itu jauh dari kebenaran.

Propaganda teroris, radikalis, intoleran, kaum pinggiran, tertutup dan terbelakang menjadi satu bukti nyata yang saat ini dipasarkan dan dibenarkan bersumber dari agama Islam. Sedangkan kita, tiada lain hanyalah diam seribu kata seolah-olah meng-ia-kan propaganda mereka.

Puncaknya, muncullah istilah yang pada hakikatnya jauh dari kebenaran. Yaitu Islam Radikal, Islam teroris, Islam Liberal, islam Keras, Islam kanan, Islam Kiri, Islam tetutup serta istilah lain sebagainya yang menyesatkan.

Inilah yang kemudian dikenal dengan era pembenaran bukan kebenaran atau "Era Post Truth". Padahal sejatinya, Islam itu adalah agama yang ramah, santun, moderat, penuh khidmad, penuh rahmat, penuh kasih sayang dan berbalik jauh dari propaganda mereka. Namun, kenapa kita sebagai umat Islam terkesima dengan branding itu yang selalu terngiang-ngiang ditelinga? Kenapa kita tidak mencari solusi dan benteng diri sebagai bentuk perlawanan? Adakah solusi dan benteng diri menghadapi era pembenaran dari kebohongan ini?

Al-Habib, Prof. Abdullah Baharun dalam sebuah acara "al-Multaqa' al-Sanawi (Forum Ilmiyah Tahunan) alumni Universitas al-Ahgaff yaman, yang dilaksanakan di Semarang Jawa Tengah pada 25-27 Oktober 2019, mengajak dan menasehati para alumni secara khusus dan umat islam pada umumnya untuk bangun dan sadar memerangi Era Post Truth ini dengan lima benteng diri berikut:

Pertama, percaya diri

Percaya diri atau memantapkan keyakinan penting dibangkitkan. Karena ia menjadi dasar utama akan sebuah tindakan. Kita tidak pernah bisa melawan hegemoni dan propaganda yang sudah menjadi branding tanpa kekuatan ini.

Apalah jadinya jika kita hanya sekedar memahami hal itu sebagai sebuah kesesatan tanpa adanya keyakinan dan kepercayaan terhadap diri kita bahwa kita bisa melawan mereka dengan jalan mematikan hal itu.

Kedua, berdialog

Sebagai buah dari benteng pertama diatas, dialog atau interaksi dengan mereka yang memasarkan propaganda serta kebohongan harus digalakkan. Hanya saja caranya tidaklah disampaikan dengan cara menabur propaganda dan kebohongan yang sama.

Kita bisa menyampaikannya dengan cara ilmiyah terstruktur, sistematis, dan akademis. Tidak dengan cara menghasut, mencaci, menjelek-jelekkan dan menebar hoaks. Agar dialog yang digalakkan berbuah manis dan bermakna.

Ketiga, kritis

Kritis yang dimaksud bukan berarti berburuk sangka. Akan tetapi ia adalah bentuk bagian dari pengamalan nilai-nilai ilmiyah yang sudah ditipkan oleh Allah melalui wadah akal dan pemikiran.Kita tidak mudah percaya pada sesuatu yang dipropagandakan adalah bagian dari nilai-nilai kritis yang harus diperjuangkan demi tatap menjaga sebuah kemaslahatan yang diinginkan. Agar kita kita tidak mudah menebar kebohongan, khoaks dan caci maki.

Keempat, menolak hegemoni dan propaganda

Buah dari ketiga poin penting pertama, kedua dan ketiga sebelumnya tentunya kita akan mengadakan perlawanan dan penolakan terhadap propaganda mereka. Sehingga penyakit trauma, pesimis dan kekakuan yang kita alami tidak lagi tersarang dalam diri kita.

Kita akan mencari cara terbaik dan progresif memerangi propaganda mereka. Tidak hanya dalam bentuk ucapan belaka akan tetapi tindakan nyata juga tampak dan tampil memukau memutus pembenaran dan penyesatan mereka.

Kelima, kembali pada fakta dan kebenaran

Poin terakhir ini, adalah akibat yang berantai dari poin-poin sebelumnya. Fakta dan kebenaran adalah menjadi jurus inti dan utama dalam menerjang adanya propaganda dan hegemoni tentang islam. Baik yang datangnya dari barat ataupun dari elit-elit tertentu.

Sehingga, yang ada hanyalah sebuah kebenaran yang menjadi tujuan bukanlah pembenaran belaka sebagaimana yang mereka lakukan. Karena kebenaran adalah fakta yang mengacu pada sebuah kemaslahatan sedangkan pembenaran tiadaklah hanyalah sebuah kepentingan belaka yang mengandung kerusakan.

Jadi, jelas sekali bahwa kelima benteng diri diatas menjadi nilai-nilai penting yang harus kita lakukan serta tidak boleh kita kesampingkan sebagai masyarakat akademis dan agamis. Disamping itu, juga agar kita tidak bersikap fanatik dan serta merta melakukan tindakan-tindakan yang abnormal yang disertai kekerasan.

Wallahu A'lam

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image