Mengapa Iran Melawan Arogansi Israel dan Amerika?
Agama | 2025-06-30 08:55:23Iran saat ini menjadi buah bibir dunia karena dengan berani melawan arogansi Israel dan Amerika. Iran melancarkan serangan militer bersejarah yang menggunakan rudal-rudal berteknologi tinggi ke jantung wilayah Israel dalam perang 12 hari dan juga ke jantung military base Amerika di Qatar sebagai balasan atas serangan Israel dan Amerika terhadap wilayah dan areal fasilitas nuklir Iran yang telah menewaskan beberapa elit militer Iran dan ilmuwan nuklirnya.
Ada tiga kata kunci untuk memahami ketangguhan dan keberanian Iran melawan Israel dan Amerika hari ini yaitu pertama, Shiah atau Ahlul Bait, kedua, Revolusi Islam Iran dan Ketiga Ali Khamenei dan Sistem Vilayati Faqih.
Eksplorasi mendalam terhadap ketiga hal ini akan memberikan pemahaman komprehensif di balik nalar strategis keberanian serangan militer Iran ke Israel dan military base Amerika di Qatar.
Pertama, Shiah atau Ahlul Bait. Jika melihat wacana yang berkembang di publik terutama di Indonesia terdapat banyak kesalahan dalam memahami Shiah karena kurang mendalamnya pemahaman filsafat teologi dan khazanah fiqih lintas mazhab di kalangan masyarakat.
Shiah lebih dikenal sebagai ajaran ahlul bait yang mengacu kepada supremasi ajaran Islam yang diamalkan langsung oleh Nabi Muhammad SAW dan keluarganya terutama dari jalur keturunan Ali Bin Abi Thalib dan Fatimah Azzahra.
Ajaran Shiah adalah tafsir ajaran Islam yang lebih revolusioner karena Shiah tidak memisahkan Islam dari politik keadilan. Dalam pengembangan tafsir ushuluddinnya, Shiah meyakini Islam dari perspektif tauhid yang utuh, meyakini dengan pasti keadilan Allah, keniscayaan akan kenabian, pentingnya kepemimpinan dan kepastian datangnya hari akhir.
Sejatinya, Shiah hanyalah perspektif dalam mengenali kejernihan khazanah filsafat tauhid dan fiqih Islam diantara beberapa perspektif lain misalnya 6 (enam) mazhab lain yaitu Syafii, Maliki, Hambali, Hanafi, Ibadi, dan Zahiri yang diterima dalam Deklarasi Amman (The Amman Message) sejak 2004 oleh pemimpin mazhab Islam dan politik dari berbagai belahan bumi.
Shiah adalah perspektif Islam yang dinamis, rasional dan politis. Dinamis dalam arti Shiah masih membuka pintu Ijtihad (bagi yang berhak dan mampu berijtihad) dan sangat ketat dalam memegang prinsip Fikih Islam.
Dinamika ini membuat Shiah mampu melahirkan pakar-pakar Islam dari model pendidikan unik tradisional-modern di berbagai bidang misalnya Filsafat, Teologi, Fikih, Hadis, dan Tafsir di zaman sekarang.
Iran berhasil mengembangkan kekuatan teknologi dan sains militernya terutama kemampuan rudalnya. Rudal-rudal Iran telah memberi informasi penting mutakhir hari ini tentang pencapaian terakhir teknologi rudal yang canggih dan presisi. Rudal-rudal Iran menghiasi indahnya malam di Timur Tengah.
Iran adalah pusat pengetahuan Islam yang hidup. Penulis memiliki beberapa relasi dengan pelajar dan alumni Iran. Jika anda berkunjung ke salah satu kota bernama Qom di Iran maka anda akan mendapatkan ratusan bahkan mungkin ribuan pakar dan calon pakar di bidang keilmuan Islam.
Tradisi keilmuan Shiah atau Ahlul Bait sudah terbangun sejak berabad-abad yang silam dan masih bertahan hingga hari ini. Iran melahirkan banyak pakar di bidang agama yang dikenal dengan nama ayatullah. Inilah mengapa Iran disebut sebagai negeri para Mullah.
Rasional artinya Shiah dalam memahami Islam sangat memuliakan akal sebagaimana akal dalam perspektif para filsuf Islam misalnya Alkindi, Alfarabi, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina di mana akal adalah cahaya yang menerangi kegelapan.
Sebagai misal, Shiah dalam memahami hukum Islam di zaman modern, para ahli hukum Islamnya yang dikenal sebagai Marja menetapkan hukum secara rasional dengan menggali esensi substansi AlQuran, Hadis, dan Ijma Ulama didasarkan Ilmu Keislaman yang luas yang dipelajarinya secara rasional objektif hampir di sepanjang hidupnya. Sangat banyak Marja yang dilahirkan oleh model pendidikan agama Islam dalam tradisi Shiah hingga hari ini.
Politis maksudnya Shiah sangat menyadari nalar sejarah manusia sebagai pentas politik antara Kebenaran (Alhaq) versus Kebatilan (Albatil) sehingga penganut Shiah atau ahlul bait memperjelas posisi Ke-Islamannya di pihak kebenaran untuk melawan semua jenis watak Kebatilan dan variannya. Shiah tidak boleh diam melihat kebatilan yang nyata. Di sinilah, Iran yang bermazhab Shiah tak mungkin berdamai dengan Israel atau Amerika yang biadab dan penuh dengan tindakan kebatilan menzalimi rakyat Palestina atau melanggar kedaulatan negara Republik Islam Iran untuk kesekian kalinya
Dengan kata lain, nalar keagamaan yang menyolok dari Shiah ini akan cenderung mengharuskan pengikut Shiah termasuk Iran sebagai negara Republik Islam untuk melawan semua kebatilan yang mewujud dalam bentuk manusia, negara, atau cara pandang yang zalim yang telah diglorifikasi oleh Israel dan Amerika.
Inspirasi politik Shiah berasal dari kesyahidan Imam Husein yang merupakan cucu Nabi dan anak dari Ali dan Fatimah yang dianggap sebagai salah satu Imam (pemimpin spiritual dan politik) dalam perspektif Shiah, yang menjemput kematiannya melawan rezim Yazid bin Muawiyah untuk menegakkan kebenaran hakiki dalam politik di sepanjang sejarah manusia di muka bumi.
Itulah sebabnya ketika Trump mengancam Iran kemarin maka Ali Khamenei menuliskan di X Twitter bahwa Trump harus belajar sejarah siapa Iran, apa keyakinannya? Bangsa Iran adalah pengikut Imam Husain yang bangga menjadi martir/syahid dalam mempertahankan hak kebenaran dan keadilan.
Dalam tiga dimensi ini, Shiah seharusnya diterima oleh manusia hanif manapun dari perspektif Islam apapun. Jika ada perbedaan dalam tata cara memahami dan mengamalkan ajaran Islam maka itu wajar karena Shiah dan cara pandang ke-Islaman di Indonesia berbeda sudut pandang dan konteks sosial saja.
Nalar kebanyakan muslim Indonesia adalah beraliran fikih Syafi'i dan berteologi Asy'ari-Maturidi yang cenderung konservatif kompromistis.
Jika ada muslim Syafi'i berteologi Asy'ari Maturidi yang reformis-kritis berarti mereka generasi protestan muslim di Indonesia. Mereka boleh jadi membaca Filsafat Barat ala Marx-Foucault, menelaah pemikiran Islam kontemporer ala Fazlur Rahman, Naquib Al-Attas, Abid Al Jabiri, Arkoun, Hassan Hanafi dll, atau bergabung dengan Gerakan Islam Internasional misalnya Ikhwanul Muslimin yang menjelmakan PKS/KAMMI atau Hizbuttahrir.
Sedangkan, nalar ke-Islaman Shiah menjadikan Keluarga Nabi (Ahlulbait) sebagai tonggak keteladanan dan pemegang pengetahuan Islam yang sempurna paska Nabi Muhammad SAW. Tentu saja, Islam itu kebenaran yang absolut secara doktrinal, tetapi cara memahami Islam sangat relatif bagi muslim umumnya sehingga meniscayakan adanya Nabi (Kenabian) dan adanya Pemimpin Suci (Imamah) untuk menjelaskan absolutisme Islam untuk semua umat manusia.
Asumsinya adalah kebenaran Islam yang sejati harus diterima dari tangan yang suci sebab jika diterima dari tangan yang munafik atau zalim walaupun hanya sebesar zarrah maka kebenaran Islam diragukan untuk umat manusia.
Kata kunci kedua, Revolusi Islam Iran. Mengetahui revolusi Islam Iran dapat menjelaskan pesan penting di balik serangan Iran yang berani terhadap Israel dan military base Amerika di Qatar dalam seminggu ini sebab revolusi ini adalah inspirasi politik Iran hingga hari ini.
Anggapan umum tak akan mempercayai bahwa tak mungkin figur ulama dan ajaran Islam yang diyakininya mampu merancang dan menginspirasi revolusi radikal yang hingga saat ini hasilnya masih bertahan dan beradaptasi melebihi inspirasi-inspirasi ideologi perlawanan lainnya, dan mampu mengimbangi dominasi kapitalisme liberal sebagai watak zaman yang pragmatis.
Mungkin revolusi Iran adalah revolusi paling sukses di era modern kontemporer, yang mampu membuahkan sebuah negara menurut ajaran Islam yaitu Republik Islam Iran.
Ini tak lain dan tak bukan karena adanya sosok ulama kharismatik bernama Imam Ruhullah Khomeini.
Khomeini dilahirkan di Khomein, areal Isfahan. Ia belajar agama Islam secara ketat sedari kecil hingga menjadi professor (ayatullah) di bidang agama Islam.
Harus dicatat bahwa tradisi belajar agama di Iran itu berjenjang secara teoretik dan amaliyah, dari tingkat paling mudah hingga tersulit, dari fiqih keseharian hingga thariqat-tasawwuf menghilangkan egoisme kemanusiaan bernama shahadah politik.
Itulah yang dijalani Imam Khomeini di bawah bimbingan banyak professor-professor agama yang dilahirkan sejak Iran Persia mengenal Islam.
Pemikiran politik awal Imam Khomeini berada di bawah bayang-bayang dua mazhab besar saat itu yaitu mazhab Hairi Yazdi yang moderat kepada penguasa dan mazhab Mudarris yang berani dan progressif menentang rezim Reza Shah.
Khomeini memilih berkiblat kepada Mudarris. Bakat berpolitik Khomeini telah terlihat sejak awal hingga ia memberi pengajaran akhlak dan Irfan. Namun demikian, adalah lazim bahwa di Iran ulama-ulama besar akan selalu mengkonsumsi pemikiran-pemikiran yang relatif sama dari fikih Islam hingga pemikiran tinggi filosofis, yang dikenal dengan istilah Irfan dan teosofi transendental.
Kedua tradisi inilah yang sesungguhnya menjadi akar inspirasi revolusi politik Khomeini.
Pemikiran Irfan dan teosofis Khomeini berkiblat kepada Ibnu Arabi dan Mullah Shadra, terutama pemikiran empat perjalanan yang seharusnya dilakukan oleh setiap yang mengaku sebagai ulama.
Apakah konsekuensi logis dari berirfan dan berteosofis ini? Irfan dan teosofis transendental ini mengantarkan Khomeini pada puncak pemikiran bahwa hanya realitas Tuhan yang ada di bumi ini dan hanya perjalanan bersama Tuhan saja yang layak dijalani.
Kezaliman dan ketidakadilan rezim shah harus ditumbangkan. Karena mewakili kekuatan thogut dan menghamba pada Barat.
Sesungguhnya pergerakan Khomaini tidaklah mudah, sebab harus berkompetisi dengan pemikiran-pemikiran besar lainnya yang tumbuh di Iran di masanya, dari pemikiran kiri yang diwakili Tudeh maupun liberal Islam yang disemai banyak kalangan terpelajar Iran saat itu.
Revolusi Khomeini tak akan berhasil sama sekali jika tak dibantu oleh ulama-ulama besar yang berfungsi sebagai intelektual revolusioner, kawan-kawan dekat dan massa rakyat Iran sejak awal.
Dua nama besar yang menurut saya sangat berkontribusi, tanpa menafikan lainnya, menyokong Khomeini dalam melancarkan revolusi Islam di Iran yaitu Murtadha Mutahhari dan Ali Shariati.
Kedua figur ini melakukan pembaharuan pemikiran Islam. Mutahhari melakukan kritik internal pemikiran Islam dan politik dan mengajukan tesis-tesis baru yang lebih segar menantang kritik dari luar terutama fondasi epistemologis Marxisme, sedang Ali Shariati menteologikan Islam senalar dengan nyawa revolusi Marxisme dan memolesnya seirama dengan pemikiran poskolonial Fanon, berpihak kepada kaum Mustadafin. Pesona liberal dan kaum kiri akhirnya bisa diredam di bawah perjuangan politik Khomeini.
Terorganisirnya ulama dan massa rakyat untuk berjuang bersama Khomeini menumbangkan Rezim Shah tahun 1979 sebagai faktor utama kesuksesan revolusi Islam bisa dibaca secara jelas dalam catatan Martin (2003).
Di internal ulama Iran bukan tak ada pergesekan. Sejak awal, mereka terpecah dan ragu melawan rezim. Tapi di bawah Khomeini, dengan kharismanya, bahkan ketika harus exile ke Prancis, para pengikutnya masih loyal menyebarkan selebaran pesan revolusinya yang disisipkan lewat koper-koper penumpang masuk pesawat ke Iran.
Tentu, revolusi Khomeini tak akan bisa dipahami tanpa memahami tradisi pemikiran Islam yang tinggi, dalam dan revolusioner, yang dihasilkan dari memahami pembahasan tingkat tinggi filsafat Islam yang dikenal dengan Irfan dan Teosofi transendental.
Tradisi pemikiran ini tumbuh berkembang di kalangan akademik Persia sebagai hal yang lumrah. Dan sesungguhnya pemikiran ini hanya keberlanjutan dari filsafat platonis. Jadi Islam yang menyimpan hikmah dan ilmu pengetahuan akhirnya menemukan muaranya dalam kombinasi teks-teks suci yang normatif dan filsafat yang elaboratif.
Ketiga Ali Khamenei dan Vilayati Faqih. Untuk memahami keberanian Iran melawan Israel dan Amerika tak bisa dilepaskan dari peran pemimpin spiritual Ali Khamenei yang dikenal dalam bahasa Iran sebagai Rahbar (pemimpin).
Ali Khamenei lah yang telah berperan dan menginspirasi semua sektor di Iran hari ini mulai dari mendorong penguatan riset sains teknologi Iran, mengendalikan semua kekuatan militer Iran, hingga memerintahkan serangan balasan terhadap setiap serangan Israel dan Amerika di wilayah Iran.
Serangan balasan Iran dengan menggunakan rudal-rudal berteknologi tinggi tidak hanya dibenarkan oleh hukum internasional tetapi juga untuk menampar wajah Israel dan Amerika yang secara brutal dan biadab bertindak irasional di kawasan.
Ali Khamenei sejatinya hanya melanjutkan kepemimpinan spiritual Islam yang telah diletakkan oleh Imam Khomeini, pemimpin besar Revolusi Islam Iran, setelah beliau meninggal pada tahun 1989.
Konsep kepemimpinan yang dilanjutkan oleh Ali Khamenei dikenal dengan istilah Vilayati Faqih. Tentu Imam Khomeini banyak menciptakan pemikiran melalui tulisan-tulisannya seputar Irfan dan politik.
Namun, salah satu yang paling berkesan dan bertahan hingga hari ini adalah pemikirannya tentang Vilayati Faqih atau kepemimpinan ulama sebagai simbolisasi vitalitas aqidah imamah/kepemimpinan dalam Islam.
Pemikiran ini tak hanya memacu dan memicu revolusi Khomeini tapi juga sebuah jawaban dari pertanyaan mengapa republik Islam Iran masih berdiri saat ini di bawah rezim agama yang dianggap oleh kalangan yang sinis sebagai hal yang tak mungkin.
Vilayati Faqih adalah konsep kepemimpinan politik ulama Islam. Tak wajar, kata Khomeini, ulama yang pandai, wakil Tuhan di bumi, duduk meminta belas kasihan di pintu penguasa atau melihat kezaliman, ketidakadilan terjadi di depan mata.
Ulama lah yang seharusnya memimpin sebuah negara sebagai amalan tertinggi mengurus ummat dan mengarahkan perjalanan spiritual masyarakat menuju titik kesempurnaannya sebagai masyarakat yang adil, beradab dan maju hingga akhir zaman.
Vilayati Faqih adalah konsep ijtihad Khomeini yang dibangun dari kebiasaan mengolah nalar dalam tradisi keIslaman di Persia.
Sejak kecil setiap pelajar harus belajar logika agar bisa menalar teks-teks agama yang paling rumit dalam Alquran, hadis dan Ijmak.
Sebagai konsep yang rasional, konsep ini akan selalu beradaptasi bahkan hingga hari ini setelah lebih dari 44 tahun revolusi.
Alhasil, keberanian Iran memberi serangan balasan ke Israel dan military base Amerika di Qatar hari ini adalah serangan yang paling cerdas dan diplomatis dalam sejarah.
Iran tak ingin melanggar aturan internasional dan aturan agama. Tetapi, Iran bersiap untuk merespon balik reaksi dari Israel, Amerika dan sekutunya.
Iran yakin bahwa setiap kebenaran pasti akan mengalahkan kebatilan. Tentu saja, ajaran Shiah, revolusi Iran dan Vilayati Faqih adalah spirit yang mengilhami keberanian Iran menantang kesombongan Israel dan Amerika.
Iran ingin membangunkan dunia dengan berdiri tegas dalam melawan kebatilan dan arogansi Israel dan Amerika secara strategis dan diplomatis.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
