Esport: Sukses Tanpa Sekolah, Tapi Apakah Itu Pilihan yang Tepat?
Gaya Hidup | 2025-06-26 16:46:20
Game: Dari Hiburan Menjadi Profesi
Siapa sih yang tidak pernah bermain game? Hampir semua orang pernah mencobanya, setidaknya sekali. Awalnya, game hanya dianggap sebagai hiburan untuk melepas penat. Namun, seiring waktu, dunia game berkembang pesat hingga melahirkan cabang olahraga digital bernama Esport. Esport atau electronic sport adalah kompetisi profesional dalam bermain game, mencakup berbagai genre seperti olahraga, balapan, pertarungan, battle royale, hingga MOBA.
Industri ini kini menjadi ladang penghasilan menjanjikan. Banyak anak muda bermimpi menjadi atlet Esport profesional. Namun di balik gemerlapnya, muncul kekhawatiran terutama dari para orang tua yang khawatir dampaknya terhadap pendidikan anak-anak mereka.
Gemerlap Esport dan Balik layar
Tidak bisa dipungkiri bahwa Esport mampu menghasilkan pendapatan fantastis. Misalnya, dalam game DOTA 2, total hadiah turnamen bisa mencapai 40 juta dollar. Pemain profesional juga mendapatkan sponsor, gaji tetap, dan eksposur besar.
Namun, jalan menuju puncak tidak semudah kelihatannya. Butuh latihan bertahun-tahun, kedisiplinan tinggi, dan pengorbanan besar. Sayangnya, banyak anak muda yang bermain game berjam-jam tanpa tujuan jelas, berharap sukses, tapi tidak memahami risiko dan persaingan di dalamnya.
Selain itu, jadwal latihan profesional sangat padat dan berpotensi mengganggu pendidikan. Seperti pengakuan Donkey dari tim EVOS, “Kami berlatih mulai jam 2 (siang), mulai dengan melakukan review hingga jam 3 atau 4, setelah itu scrim hingga jam 6 atau 7 sebelum istirahat makan sampai jam 8. Setelah itu kami melakukan review lagi hingga jam 9 dan scrim lagi hingga jam 11. Setelah itu kami bermain rank hingga jam 2 sampai 3 (malam),”
Hal serupa juga diungkapkan Bayu Putra, kapten tim “Head Hunters”, yang menjuarai kualifikasi Legion of Champions Series III (LoC) untuk game League of Legend (LOL), “Sehari-hari latihan rata-rata 12 jam sehari. Habis main tiga game berturut-turut, biasanya istirahat 10 menit. Satu game itu rata-rata 30 menit”
Gaya hidup seperti ini juga memicu masalah kesehatan karena kurang tidur, kurang gerak, dan stres tinggi. Terlebih lagi, usia produktif atlet Esport relatif pendek. Setelah itu, tidak semua berhasil beralih profesi, apalagi jika mereka mengabaikan pendidikan sejak awal.
Sukses di Game, Aman di Masa Depan: Kuncinya Keseimbangan
Meski Esport bisa menjadi karir yang menjanjikan, penting bagi anak-anak untuk tetap menjaga keseimbangan dengan pendidikan. Dukungan dan bimbingan dari orang tua sangat diperlukan agar mereka tidak hanya fokus pada game, tetapi juga memiliki bekal akademis.
Dunia Esport sangat kompetitif dan tidak semua bisa berada di puncak. Karena itu, pendidikan tetap menjadi fondasi utama untuk masa depan, baik bagi yang sukses di Esport maupun yang tidak.
Dengan keseimbangan, anak-anak tetap memiliki banyak pilihan hidup di masa depan, menjadikan game bukan hanya sebagai hiburan, tapi sebagai jembatan menuju karir yang positif tanpa mengorbankan pendidikan yang tetap menjadi pondasi kehidupan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
