Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image AFEN SENA

Masihkah Profesi Pilot Menarik untuk Generasi Muda Indonesia?

Eduaksi | 2025-06-25 16:29:11
Taruna Penerbang PPI Curug (Sumber: Foto Pribadi)

Daya Tarik yang Mulai Redup?

Di masa lalu, menjadi pilot identik dengan citra prestisius: berseragam gagah, keliling dunia, dan berpenghasilan tinggi. Namun kini, narasi itu mulai berhadapan dengan realitas baru: maskapai yang kolaps, gaji yang fluktuatif, hingga digitalisasi yang mengotomatisasi banyak fungsi penerbangan.

Sebuah studi oleh CAE (2023) menunjukkan bahwa secara global, minat calon penerbang muda turun 17% dibanding dekade sebelumnya. Di Indonesia, situasinya serupa. Biaya pendidikan tinggi, ketidakpastian industri, serta tekanan fisik dan mental membuat banyak orang tua dan siswa berpikir dua kali.

Namun apakah ini akhir dari profesi penerbang? Tidak juga.

Kompetensi, Bukan Sekadar Cita-Cita

Dalam kerangka teori career construction (Savickas, 2005), minat kerja akan berkembang seiring eksposur sosial, identifikasi diri, dan dinamika peluang pasar. Artinya, jika pendidikan penerbangan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, maka profesi pilot akan tetap relevan dan diminati.

Pendidikan penerbang saat ini tidak hanya menekankan pada keterampilan terbang, namun juga pada penguasaan teknologi, kepemimpinan, dan pengambilan keputusan berbasis risiko. Ini membuat pilot masa kini menjadi profesional strategis, bukan sekadar operator mesin.

Peran PTKL Kemenhub: Menjawab Tantangan Zaman

Perguruan Tinggi Kedinasan Kementerian Perhubungan (PTKL Kemenhub), seperti Politeknik Penerbangan Indonesia Curug dan sekolah tinggi lainnya, menjadi tulang punggung dalam menyiapkan penerbang Indonesia. Mereka tidak hanya mendidik calon pilot dari sisi teknis, tetapi juga membentuk mental tangguh, karakter pelayanan publik, dan kesadaran geopolitik.

Model pendidikan berbasis kedinasan ini memberi peluang bagi anak-anak dari berbagai lapisan ekonomi untuk tetap bisa mengakses profesi ini. Namun tantangannya kini adalah bagaimana menjaga mutu, memperluas jangkauan, dan menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan industri global yang terus berubah.

Industri Penerbangan dan Realita Global

Maskapai di seluruh dunia tengah berbenah. Beberapa menata ulang sistem manajemen kru, sebagian lain mencari efisiensi lewat teknologi dan otomatisasi. Muncul pula gagasan single-pilot cockpit pada penerbangan komersial jarak jauh, yang secara tidak langsung bisa memengaruhi kebutuhan jumlah penerbang.

Namun ironisnya, laporan ICAO (2024) justru memperkirakan kekurangan 300.000 pilot global pada tahun 2035. Artinya, peluang tetap terbuka lebar—asal SDM-nya siap.

Gugatan: Apakah Kita Siap?

Kita perlu menggugat: apakah sistem pendidikan penerbang kita telah menyiapkan lulusan yang tidak hanya bisa menerbangkan pesawat, tetapi juga memahami konteks industri, mampu beradaptasi, dan bangga terhadap profesinya?

Tanpa pendekatan holistik, kita hanya akan menghasilkan lulusan yang cepat lelah menghadapi realita. Maka, perlu reorientasi: bukan sekadar mengajar terbang, tapi mendidik manusia yang sanggup menjawab tantangan langit dan darat sekaligus.

Mendaratkan Harapan

Generasi muda akan tetap tertarik menjadi pilot—asal mereka bisa melihat masa depan profesi ini dengan terang. Maka perlu ada kampanye publik yang membangun citra positif, skema beasiswa yang adil, serta koneksi kuat antara pendidikan dan kebutuhan industri.

Dan tentu saja, PTKL Kemenhub perlu terus berinovasi—menjadi kawah candradimuka profesional penerbangan Indonesia, bukan hanya dalam hal teknis, tapi juga visi dan karakter.

Penutup

Profesi pilot belum kehilangan sayapnya. Tapi agar tetap terbang, ia butuh angin baru: generasi muda yang berani bermimpi, pendidikan yang adaptif, dan industri yang berpihak pada keberlanjutan.

Jika semua itu bersinergi, maka harapan-harapan yang dulu hanya dilukis di pojok buku bisa benar-benar diterbangkan—dan mendarat dengan selamat di masa depan Indonesia yang lebih terkoneksi, lebih berdaulat di langitnya sendiri.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image