
Kapiltasasi, Ketika Standar Pendidikan Harus Bergeser
Gaya Hidup | 2025-06-23 16:29:41
Grand Final Pemilihan Puteri Anak dan Remaja Indonesia Jakarta 2025 diselenggarakan di Tavia Heritage, Jakarta Pusat, Kamis, 19 Juni 2015. Acara yang diinisiasi oleh Yayasan DD Foundation ini menjadi tahap awal sebelum para finalis melaju ke tingkat nasional (republika.co.id, 19-6-2025).
National Director Yayasan DD Foundation, Derry Dahlan, mengatakan antusiasme peserta tahun ini sangat tinggi. Tercatat, ada ribuan anak dan remaja dari berbagai provinsi mendaftar untuk mengikuti ajang ini. Khusus untuk wilayah Jakarta, jumlah pendaftar mencapai sekitar 200 hingga 300 dan yang lolos ke babak grand final hanya 15 finalis. Satu provinsi bisa sampai 500 peserta. Jika ditotal dari seluruh Indonesia, mencapai hampir 5.000 pendaftar.
Derry menyebutkan bahwa penilaian dalam ajang ini didasarkan pada empat aspek utama, yakni smart, behavior, beauty, dan inspiring. Aspek smart, menurutnya tidak terbatas pada kecerdasan akademik, melainkan mencakup cara berpikir dan bertindak para peserta dalam menghadapi situasi.
Behavior menyoroti karakter dan kepribadian peserta yang tetap menjunjung nilai-nilai budaya Indonesia, meskipun banyak di antaranya berasal dari sekolah internasional. Mereka tetap mempertahankan kesopanan, kebiasaan menyapa, hingga sikap hormat kepada panitia menjadi indikator penting dalam aspek ini.
Dan inilah karakter anak Indonesia sejati yang tetap memiliki akar budaya, meskipun berasal dari lingkungan yang beragam. Aspek beauty, tidak berfokus pada penampilan fisik semata. Kerapian berpakaian, cara berbicara, hingga sikap di atas panggung turut menjadi bagian dari definisi kecantikan yang dimaksud. Kemudian inspiring, dianggap sebagai kriteria yang paling relevan di era media sosial saat ini. Peserta diharapkan mampu menjadi sosok yang memberi pengaruh positif bagi teman-teman sebayanya, baik melalui aksi nyata maupun sikap sehari-hari
Kapitalisasi Pendidikan, Menggeser Tujuan Pendidikan yang Sesungguhnya
Tampak jelas ada pergeseran makna pendidikan bagi generasi. Bukan semata dari empat kriteria yang menjadi penilaian, tapi ikutnya generasi muda hari ini dalam ajang kompetensi menunjukkan persaingan yang tak sehat, hanya memperebutkan posisi teratas mereka yang terbaik versi permintaan pasar. Ringkasnya Jika tidak cantik dan menarik tidak akan masuk kriteria. Miris, manusia dinilai hanya berdasar daya jual atau sisi fisiknya saja.
Sisi lainnya adalah upaya mengejar materi sebagai konsekwensi yang nomor satu hadiah pasti lebih banyak. Jaminan tenar, pekerjaan yang berderet mulia menjadi duta, pembicara, juru kampanye, bintang iklan hingga konseling ahli sudah menunggu dan sekaligus sudah terlihat mutual benefitsnya. Apakah yang demikian itu hasil dan tujuan pendidikan?
Bahkan kata " Smart" saja saja dialihkan bukan sekadar pandai akademis namun juga pandai memutuskan sesuatu sesuai kondisi, nota bene kondisi yang diciptakan oleh pasar hari ini. Netral, pluralisme, toleransi, berkebudayaan Pancasila dan sederet pakem lain yang tak jelas akarnya.
Dari empat kriteria yang jadi dasar penilaian tidak ada dimuat tentang agama. Padahal bisa jadi para peserta adalah muslim dan muslimah. Tak ada referensi penggunaan standar Islam bagi mereka yang memeluk, semua harus dihapus dan berganti standar internasional atau nasional buatan manusia.
Jelas ini pergeseran yang amat berbahaya, sebab bertentangan dengan tujuan penciptaan manusia dalam Islam. Yaitu firman Allah SWT. yang artinya, Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyaat: 56). Beribadah itu ada dua pertama secara khusus, yaitu Habbluminallah ( interaksi dengan Allah) secara khusus seperti salat, haji, zakat, puasa dan lainnya.
Kemudian bentuk ibadah yang kedua adalah umum, yaitu segala aktifitas manusia yang diniatkan kepada Allah SWT. sekaligus benar sesuai syariat Allah SWT. Bisa dibayangkan, mengikuti ajang kompetensi dengan membuang semua kewajiban beribadah kepada Allah demi nomor satu, mendapat pengakuan manusia, sertifikat dan sejumlah materi tentulah sangat merugikan.
Maka, gambaran manusia unggul pemangku peradaban bisakah kita sematkan pada para pemenang ajang ini? Jika orientasi mereka hanya meraih nomor satu di dunia dengan standar manusia sekular pula. Inilah jebakan Kapitalisme yang diemban Barat. Mereka kafir, dan ingin kaum muslim mengikuti cara pandang mereka sejengkal demi sejengkal. Meninggalkan kehidupan mulia di akhirat yang hanya bisa diraih di dunia ini dengan ketaatan.
Islam Wujudkan Generasi Tangguh dan Cemerlang
Siapa tak kenal Usamah bin Tsabit, usia 18 tahun diangkat sebagai panglima perang oleh Rasûlullâh untuk memimpin pasukan melawan Romawi setelah Perang Mu'tah. Banyak yang menyangsikan kemampuannya, namun keberhasilannya membawa kemenangan bagi kaum muslim mengubah pandangan itu selamanya.
Bagaimana dengan Sultan Muhammad Al-Fatih atau Sultan Mehmed II saat menaklukkan Konstantinopel? Ia adalah penguasa Kesultanan Utsmaniyah yang dikenal karena keberhasilannya dalam menaklukkan kota Konstantinopel pada tahun 1453. Pada saat penaklukan tersebut, usianya baru 21 tahun, yang menunjukkan kecakapannya dalam memimpin dan strateginya dalam pertempuran. Penaklukan Konstantinopel ini menandai akhir dari Kekaisaran Bizantium dan menjadi tonggak sejarah penting dalam perkembangan Kesultanan Utsmaniyah.
Dan masih banyak lagi deretan nama masyhur pembela Islam. Mereka usia muda, potensi luarbiasa, tak hanya usia, tapi pemahaman mereka terhadap agama sehingga menghasilkan sikap negarawan, pejuang sekaligus pembela agama yang luar biasa. Dan karena itulah, Islam berjaya, memimpin peradaban mulia dan cemerlang hingga 1300 tahun lamanya.
Jelas semua karena penerapan sistem Islam, sejak Rasûlullâh diperintahkan Allah mendirikan negara Islam di Madinah, hingga setelah beliau wafat digantikan oleh para sahabat yang dikenal sebagai Khulafaur Rasyidin dilanjutkan kepada kepemimpinan para Khalifah selanjutnya.
Arah pendidikan dalam Islam sangatlah jelas dan tegas. Dengan mewajibkan berdasarkan akidah Islam, sehingga kurikulum mampu mencetak setiap individu memiliki tak hanya kecerdasan akademik tapi juga kepribadian Islam. Tak mudah goyah karena godaan sistem yang rusak dan merusak. Menjadikan iman kepada Allah sebagai batu timbangan perbuatan.
Dan memang demikianlah, peradaban Islam dibangun oleh pemimpin yang bertakwa yang menggerakkan setiap lini kehidupan beribadah hanya kepada Allah. Dunia bukan tujuan, namun akhiratlah yang tampak di depan mata. Buat apa unggul di dunia, tapi tak dipandang sebelah mata pun oleh Allah di akhirat? Karena ternyata selama di dunia banyak melanggar rambu-rambu syariat. Allah SWT berfirman yang artinya, "Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah menjadikan mereka lupa akan diri sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik". (TQS Al-Hasyr:19). Wallahualam bissawab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.