Pancasila sebagai Sistem Etika dalam Membangun Komunikasi yang Bermartabat
Edukasi | 2025-06-23 01:31:17
Pancasila bukan hanya sekadar dasar negara Republik Indonesia, tetapi juga merupakan sistem nilai dan sistem etika yang membentuk panduan hidup berbangsa dan bernegara. Sebagai sistem etika, Pancasila memuat norma-norma moral yang menjadi tolok ukur dalam menentukan perilaku baik dan buruk dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai Pancasila sejatinya membentuk fondasi yang kokoh dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam praktik komunikasi.
Dalam masyarakat yang majemuk, komunikasi bukan sekadar pertukaran informasi, melainkan juga merupakan proses membangun untuk saling memahami, saling menghargai, dan menciptakan harmoni sosial. Maka dari itu, Pancasila sebagai sistem etika sangat relevan dijadikan acuan dalam membangun pola komunikasi yang beradab dan bermartabat di Indonesia.
Sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa,” mengajarkan bahwa komunikasi harus dilandasi oleh nilai spiritualitas dan tanggung jawab moral. Dalam konteks komunikasi interpersonal maupun publik, kejujuran, integritas, dan ketulusan merupakan bentuk pengamalan etika ketuhanan. Komunikasi yang baik tidak boleh melanggar prinsip kebenaran, seperti menyebarkan kebohongan, memprovokasi kebencian, atau memanipulasi informasi. Dalam era digital saat ini, di mana arus informasi begitu cepat dan masif, pengamalan sila pertama dapat menjadi benteng moral untuk mencegah terjadinya hoaks dan ujaran kebencian yang merusak integritas sosial. Komunikasi yang berlandaskan nilai ketuhanan akan selalu mempertimbangkan aspek spiritual dan kemanusiaan dalam setiap ucapan dan tindakan yang disampaikan.
- Sila kedua, “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,” memberi penekanan pada pentingnya penghormatan terhadap martabat manusia dalam setiap proses komunikasi. Etika komunikasi yang berperikemanusiaan tercermin dalam sikap empati, kesantunan, dan rasa hormat terhadap perbedaan. Dalam masyarakat Indonesia yang multikultural, komunikasi lintas budaya dan agama menjadi keniscayaan, sehingga diperlukan sikap inklusif dan tidak diskriminatif. Komunikasi yang mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan akan menghindari bentuk-bentuk kekerasan verbal, stereotip, atau prasangka yang dapat memicu konflik sosial. Lebih dari itu, etika kemanusiaan menuntut agar komunikasi digunakan sebagai sarana membangun solidaritas dan keadilan sosial, bukan sebagai alat untuk mendominasi atau mendiskreditkan pihak lain.
- Sila ketiga, “Persatuan Indonesia,” mengandung makna bahwa komunikasi harus diarahkan untuk memperkuat kohesi dan integrasi sosial. Komunikasi yang etis adalah komunikasi yang menjunjung tinggi semangat persatuan, bukan yang memecah belah masyarakat. Dalam ranah media massa, misalnya, pemberitaan seharusnya disusun dengan prinsip objektivitas dan keberimbangan informasi, bukan untuk memperuncing perbedaan suku, agama, ras, atau golongan. Dalam interaksi sehari-hari, menjaga harmoni sosial melalui komunikasi yang inklusif dan menghindari provokasi menjadi bagian penting dari pengamalan sila ketiga. Melalui komunikasi yang berlandaskan persatuan, masyarakat Indonesia dapat membangun ruang publik yang sehat, demokratis, dan penuh dengan semangat kebersamaan.
- Sila keempat, “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan,” memberikan dasar moral dan prosedural dalam komunikasi politik maupun sosial. Komunikasi demokratis, yang terbuka terhadap pendapat orang lain dan mengedepankan musyawarah, merupakan pengejawantahan langsung dari sila ini. Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang partisipatif, memberi ruang kepada setiap individu untuk menyampaikan pendapat, serta didasarkan pada logika dan kebijaksanaan kolektif, bukan pada paksaan atau tekanan mayoritas. Dalam konteks ini, dialog menjadi instrumen utama untuk menyelesaikan perbedaan pendapat secara damai. Musyawarah, sebagai metode komunikasi khas bangsa Indonesia, sangat sejalan dengan prinsip musyawarah dalam demokrasi modern, yang menempatkan dialog sebagai inti dari pengambilan keputusan bersama.
- Sila kelima, “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia,” menegaskan bahwa komunikasi juga harus diarahkan untuk menciptakan keadilan informasi. Dalam masyarakat yang mengalami ketimpangan akses terhadap media dan teknologi, komunikasi yang adil berarti menyediakan ruang bagi semua kelompok, terutama mereka yang selama ini termarginalkan, untuk bersuara. Media komunikasi yang berpihak pada keadilan sosial akan menolak monopoli narasi oleh elit dan justru mengangkat realitas kehidupan masyarakat bawah. Etika komunikasi dalam perspektif keadilan sosial tidak hanya menekankan pada isi pesan, tetapi juga pada siapa yang berbicara dan kepada siapa pesan itu ditujukan. Komunikasi yang etis berfungsi sebagai alat emansipasi, bukan sebagai sarana kekuasaan sepihak.
Dengan demikian, Pancasila sebagai sistem etika mampu memberikan kerangka nilai yang holistik dalam membangun budaya komunikasi yang sehat, bermartabat, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Di tengah derasnya arus globalisasi dan krisis etika komunikasi di ruang publik seperti munculnya polarisasi politik, budaya cancel, dan perpecahan sosial.Pancasila hadir sebagai filter nilai yang menjaga agar komunikasi tetap mengedepankan moralitas, persatuan, dan kemanusiaan. Dengan menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam praktik komunikasi sejak dini, baik dalam pendidikan formal maupun informal, bangsa Indonesia dapat membentuk generasi komunikator yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga luhur secara moral. Inilah esensi Pancasila: menjadi fondasi etika sekaligus roh dalam setiap kata dan pesan yang kita sampaikan sebagai warga negara Indonesia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
