Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Odjie Samroji

Guru yang Berbisnis: Antara Cinta Mengajar dan Kebutuhan Hidup

Guru Menulis | 2025-06-14 11:06:01
Disebagian daerah, Guru masih menyambi jadi tukang ojek | FOoo : pixabay.com

Di balik senyumnya yang tulus saat menjelaskan pelajaran di depan kelas, tak banyak yang tahu bahwa ada guru yang selepas mengajar harus menyingsingkan lengan baju, berjualan gorengan, membuka toko kecil di rumah, atau menjadi reseller online. Bukan karena kurang cinta pada profesinya, tapi karena hidup terus berjalan dan kebutuhan rumah tangga tak bisa ditunda.

Menjadi guru adalah panggilan hati. Tapi hidup bukan hanya soal panggilan, ada tagihan listrik, uang sekolah anak, biaya makan, dan kebutuhan harian lainnya yang harus dipenuhi. Sayangnya, tidak semua guru mendapat penghasilan yang layak. Banyak yang hanya digaji ratusan ribu per bulan, terutama guru honorer di sekolah swasta atau sekolah pinggiran. Untuk sekadar bertahan, mereka harus mencari pekerjaan sampingan.

Ada yang membuka les privat, ada yang jualan nasi uduk, ada juga yang jadi kurir online saat sore hari. Bahkan tak sedikit yang memanfaatkan media sosial untuk berjualan baju, makanan ringan, atau barang kebutuhan rumah tangga. Semua itu bukan berarti mereka tak fokus dalam mengajar, melainkan sebuah ikhtiar agar tetap bisa menjalani kehidupan dengan bermartabat.

Mereka bukan malas, mereka bukan tidak profesional. Justru sebaliknya, mereka adalah pejuang yang luar biasa. Di pagi hari mereka mencerdaskan generasi, di malam hari mereka memutar otak bagaimana menambah penghasilan tanpa mengorbankan kualitas mengajar. Banyak dari mereka yang tidak mengeluh, hanya diam dan tetap menjalankan dua peran itu dengan sabar.

Kadang, ada yang mencibir, “Masa guru jualan online?” atau “Seorang pendidik kok buka warung kopi?” Padahal, tidak ada yang salah dengan mencari rezeki yang halal. Jika profesi mulia itu belum mampu memenuhi kebutuhan dasar, maka mencari tambahan penghasilan bukanlah bentuk pengkhianatan, tapi keteguhan untuk tetap berdiri di tengah kesulitan.

Guru juga manusia. Mereka butuh makan, butuh biaya transportasi, butuh pulsa internet untuk mengajar daring, dan tentu saja, mereka juga ingin membahagiakan keluarganya. Bisnis sampingan adalah salah satu jalan yang mereka tempuh agar bisa tetap mengabdi di dunia pendidikan tanpa harus menyerah pada keadaan.

Mungkin, yang perlu kita ubah adalah cara pandang kita. Bahwa guru bukan hanya harus dihormati di kelas, tapi juga didukung dalam kehidupan nyata. Bahwa wajar jika guru punya usaha sampingan, selama tidak mengganggu tugas utamanya. Dan bahwa kesejahteraan guru bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi juga butuh empati dari masyarakat.

Karena di balik setiap murid yang cerdas, ada guru yang tetap berdiri tegak, meski dalam diam sedang memikirkan cara membayar cicilan motor. Mari berhenti menilai mereka dari pekerjaan sampingannya, tapi hargai perjuangan mereka yang tak henti membagi ilmu, meski hidup belum sepenuhnya ramah.

Jika kita tak bisa membantu, setidaknya jangan mencibir. Karena guru yang berbisnis bukan guru yang gagal, melainkan guru yang tak ingin kalah oleh keadaan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image