Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nur Izzah Jundiah

Ayam Goreng Widuran: Antara Warisan Kuliner dan Tanggung Jawab Etika Informasi

Kuliner | 2025-06-10 09:16:33
Restoran Ayam Goreng Widuran Solo. Sumber Foto: Instagram @ayamgorengwiduransolo

Solo, kota budaya yang kaya akan ragam kuliner tradisional, menyimpan banyak kisah tentang warisan rasa dan sejarah. Salah satunya adalah Ayam Goreng Widuran, rumah makan legendaris yang telah berdiri sejak 1973 di kawasan Jebres. Bagi banyak warga Solo dan penikmat kuliner Nusantara, nama ini adalah lambang konsistensi rasa ayam goreng khas Jawa yang sulit ditandingi.

Namun, dalam beberapa waktu terakhir, reputasi kuliner yang dibangun selama lebih dari setengah abad ini terusik oleh isu sensitif terkait kehalalan produk makanan yang disajikan. Isu ini bermula dari tidak jelasnya informasi tentang kandungan bahan dalam masakan mereka, hingga akhirnya mendorong publik Muslim mempertanyakan status kehalalannya. Kini, pihak Ayam Goreng Widuran telah secara terbuka menyatakan bahwa mereka adalah restoran non-halal.

Klarifikasi yang Penting, Tapi Terlambat?

Langkah klarifikasi tersebut, meski patut diapresiasi, datang setelah keresahan luas di kalangan konsumen Muslim yang selama ini merasa telah mengonsumsi makanan di restoran tersebut dalam keyakinan bahwa itu halal atau minimal tidak mengandung bahan-bahan non-halal.

Dalam pernyataan resmi yang diunggah melalui akun Instagram @ayamgorengwiduransolo pada 22 Mei 2025, manajemen menyampaikan permohonan maaf atas kegaduhan yang terjadi dan mengakui bahwa menu mereka mengandung bahan non-halal. Mereka juga menyatakan telah mencantumkan keterangan "NON-HALAL" secara jelas di seluruh outlet dan media sosial resmi mereka. (dikutip dari https://food.detik.com/berita-boga/d-7933883/ayam-goreng-widuran-nonhalal-viral-di-medsos-hingga-ditutup-sementara?)

Perspektif Hukum: Kewajiban Transparansi Pelaku Usaha

Dalam konteks hukum perlindungan konsumen, keterlambatan atau ketidakjelasan informasi semacam ini sebenarnya sudah melanggar Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, terutama pada poin-poin berikut:Pasal 4 huruf c dan f, menyatakan konsumen berhak atas:

 

  • (c) informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa,
  • (f) hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

Pasal 8 ayat (1) huruf h, menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang yang “tidak mencantumkan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai halal atau tidaknya barang.”

Pasal 10, menyebut pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan label, etika bisnis, dan/atau standar halal sebagaimana dipersyaratkan.

Dengan demikian, walaupun menyajikan makanan non-halal bukan pelanggaran hukum dalam dirinya, tetapi tidak memberikan informasi yang memadai mengenai status halal/non-halal adalah bentuk kelalaian yang berpotensi melanggar hak konsumen.

Bijak Sebagai Konsumen dan Pengusaha

Sebagai konsumen, kita berhak tahu dan harus lebih kritis dalam memilih tempat makan. Bijak bertanya dan mencari informasi mengenai profil tempat tujuan sudah harus menjadi kebiasaan kita semua, apalagi kecepatan memperoleh informasi sudah sangat dipermudah dengan adanya smartphone di hampir setiap konsumen.

Sementara itu, pelaku usaha juga harus menyadari bahwa zaman keterbukaan informasi menuntut transparansi total. Untuk Ayam Goreng Widuran, inilah saatnya untuk menata ulang komunikasi publik mereka, mencantumkan label “non-halal” secara jelas di menu, papan nama, media sosial, dan kanal daring lainnya.

Pihak berwenang seperti Dinas Kesehatan, Dinas Perdagangan, dan MUI setempat juga sebaiknya lebih aktif dalam melakukan edukasi, pengawasan, dan penyuluhan terkait pelabelan halal/non-halal untuk usaha kuliner.

Tidak Anti Non-Halal, Tapi Pro Hak Konsumen

Penting untuk ditekankan bahwa keberadaan restoran non-halal bukanlah masalah selama disampaikan secara terbuka dan jujur kepada publik. Masalah muncul ketika informasi tersebut disembunyikan atau diabaikan, sehingga merugikan pihak yang memiliki hak untuk tahu dan memilih sesuai keyakinannya.

Kasus Ayam Goreng Widuran seharusnya menjadi cermin, bukan hanya bagi mereka, tetapi juga bagi pelaku usaha lain di seluruh Indonesia. Bahwa bisnis yang bertanggung jawab adalah bisnis yang jujur, terbuka, dan menghargai semua lapisan konsumennya termasuk dalam hal yang paling mendasar, yaitu apa yang mereka makan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image