Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nida Shofia Hasna

Tambal Sulam Kebijakan Pendidikan: Solusi atau Masalah Baru?

Edukasi | 2025-06-10 08:54:14
: website sekolah" />
Gambar: website sekolah

Dilansir dari tirto.id, per bulan Mei 2025, jumlah Anak Tidak Sekolah (ATS) di Indonesia mencapai angka 3,9 juta lebih. Tingginya angka ATS ini sebagian besar disebabkan oleh faktor ekonomi (25.55%) dan mencari nafkah (21.64%). Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Tatang Muttaqin dalam Rapat Panja Pendidikan dengan Komisi X DPR RI (19/5). Tatang menyoroti fenomena putus sekolah kebanyakan terjadi pada usia sekolah menengah. Ia juga menambahkan bahwa sekalipun berbagai intervensi dalam bidang Pendidikan telah dilakukan, seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP), tetapi hal ini belum mampu menghapuskan kesenjangan pendidikan antara keluarga kaya dan miskin.

Begitu pula dengan rencana pemerintah terkait pengadaan Sekolah Rakyat dan Sekolah Unggul Garuda yang menimbulkan banyak dengung penolakan di tengah masyarakat. Sekolah Rakyat merupakan program yang akan dicanangkan untuk memberikan pendidikan gratis berbasis asrama bagi siswa yang tergolong miskin dan miskin ekstrim. Dimana, fasilitasnya diprioritaskan pada perbaikan gizi siswa. Sedangkan, Sekolah Unggul Garuda diadakan untuk mempersiapkan siswa berbakat ke perguruan tinggi negeri maupun luar negeri. Kedua program tersebut digadang-gadang akan mulai beroperasi sekitar tahun ini hingga 2027 mendatang. Akan tetapi, jika ditelaah, program ini hanya akan memperdalam diskriminasi dan kesenjangan pendidikan jika fasilitas terbaik hanya diberikan kepada segelintir siswa yang lolos seleksi. Apalagi bagi rakyat yang tidak tergolong miskin, tetapi tidak mampu mengakses pendidikan yang berkualitas. Selain itu, pembangunan Sekolah Rakyat diprediksi akan menyedot dana yang sangat fantastis hingga menembus Rp2,5 Triliun. Tentu saja ini menimbulkan pertanyaan besar di benak masyarakat terkait sumber dana yang akan digunakan. Di sektor mana lagi pemangkasan anggaran akan dilakukan?

Berbagai solusi di atas terbukti belum mampu mengentaskan permasalahan kemiskinan dan kesenjangan dalam pendidikan. Bahkan, itu hanyalah solusi tambal sulam yang menyebabkan semakin runyamnya permasalahan pendidikan di negeri ini. Sebab, sejatinya biang keladi dari segala kerusakan yang terjadi saat ini adalah penerapan sistem kapitalisme sekuler. Sistem yang memandang sifat serakah individu sebagai sesuatu yang perlu difasilitasi. Dalam penerapan kebijakan atau solusi juga tidak pernah menggunakan sudut pandang agama, melainkan didasarkan pada hawa nafsu manusia semata. Akibatnya, kebutuhan vital individu dalam sebuah negara, yaitu pendidikan, tidak lagi dipandang sebagai prioritas utama. Hal ini terlihat pada, salah satunya, anggaran untuk pendidikan hanya kurang dari 20% APBN.

Kondisi ini sangat berbanding terbalik dengan bagaimana Islam memosisikan pendidikan sebagai kebutuhan dasar rakyat yang tidak terpisah dari negara Islam, seperti halnya keamanan dan kesehatan. Pendidikan atau ilmu dipandang sebagai kebutuhan yang akan memberikan manfaat kepada banyak orang, layaknya hujan yang membasahi bumi. Pendidikan ditujukan untuk mencetak generasi berkepribadian Islam yang menguasai ilmu terapan dan mampu menyebarkan Islam ke seluruh penjuru alam. Islam mengaturnya dengan seperangkat sistem yang bersumber kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Khalifah atau kepala negara memiliki kewajiban untuk mengurus secara langsung segala kebutuhan rakyatnya. Pengaturannya menggunakan anggaran yang diambil dari kas Baitul Mal, yang memiliki 12 pos pemasukan. Ini yang membedakan antara sistem Islam dan sistem saat ini, yang justru menjadikan pendidikan sebagai cara untuk menyelesaikan masalah ekonomi negara. Di dalam sistem Islam, negara akan menjadikan sistem ekonominya sebagai penyokong dalam penyelenggaraan pendidikan.

Alhasil, pendidikan dalam negara Islam tidak memungut biaya sepersen pun dari rakyat, baik yang terkategori miskin maupun kaya. Bahkan, negara akan mendorong rakyatnya untuk bersekolah atau menuntut ilmu. Negara akan memberikan apresiasi kepada mereka yang berhasil mengahasilkan sebuah karya buku dengan sejumlah emas. Fasilitas seperti perpustakaan juga akan dibangun dengan jumlah yang sangat banyak dengan kualitas yang terbaik. Dengan pengaturan pendidikan yang sedemikian rupa, Islam berhasil menjadi mercusuar dunia selama 1400 tahun dan menaungi hampir 2/3 dunia.

Oleh karena itu, solusi untuk mengentaskan kemiskinan dan kesenjangan pendidikan tidak hanya sekedar melalui perbaikan infrastruktur dan program-program. Akan tetapi, diperlukan perbaikan level sistemis dalam seluruh lini kehidupan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image