Saat Hati Belajar Mengikhlaskan: Renungan dari Ibadah Kurban
Agama | 2025-06-05 08:07:37Hari itu datang kembali—hari ketika gema takbir menggetarkan langit dan bumi, menggema dari bibir-bibir yang rindu akan kedekatan dengan Ilahi. Iduladha bukan sekadar hari raya, ia adalah panggung agung tempat cinta diuji, keikhlasan disucikan, dan pengorbanan dikenang.
Kita mengenang kisah Nabi Ibrahim dan Ismail—dua jiwa yang tak sekadar patuh, tapi juga luruh dalam cinta yang paripurna kepada Allah. Ketika perintah itu datang, tidak ada tawar-menawar, tidak ada tanya, hanya kata "sami’na wa atha’na”—kami dengar dan kami taat. Betapa agung pelajaran ini: bahwa cinta kepada Sang Pencipta sejatinya melampaui segala yang paling kita cintai di dunia.
Berkurban bukan sekadar menyembelih hewan. Ia adalah simbol. Simbol dari pengorbanan ego, simbol dari melepaskan keterikatan dunia, simbol dari cinta yang murni kepada Sang Maha Pemberi. Dalam darah yang mengalir dari tubuh hewan kurban itu, mengalir pula doa dan harap: semoga Allah menerima ketakwaan kita.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Tidak ada amal anak Adam di hari raya kurban yang lebih dicintai Allah selain dari menumpahkan darah (hewan kurban)...” (HR. Tirmidzi)
Mari kita tanyakan kepada diri: sudahkah kita mengikhlaskan sebagian dari yang kita cintai, demi Dia yang telah memberi segalanya? Sudahkah kita belajar dari Nabi Ibrahim, bahwa sejatinya kita tak memiliki apa-apa, kecuali karena Allah yang mengizinkan?
Dan tahukah kita, daging dan darah itu tidak pernah sampai kepada-Nya. Tapi yang sampai adalah ketulusan, keikhlasan, dan ketakwaan yang tersembunyi dalam hati.
Allah berfirman dalam Al-Hajj ayat 37:
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu.”
Di hari raya ini, ketika banyak tangan saling memberi, ketika banyak mulut menyebut nama Allah, ketika banyak hati sedang berdoa—mari kita hadirkan makna terdalam dari kurban: berbagi dalam syukur, memberi dalam cinta, dan menyembelih ego dalam diam.
Dan bagi yang belum mampu berhaji, jangan kecil hati. Karena hakikat ibadah bukan soal tempat, tapi soal niat. Maka semoga tahun-tahun mendatang membuka jalan untuk kita menapaki jejak Ibrahim ke tanah suci.
Semoga setiap tetes darah kurban hari ini menjadi saksi cinta kita kepada Allah. Semoga setiap potong daging yang dibagi menjadi penghapus dosa dan pengundang rahmat. Dan semoga, dalam gema takbir ini, hati kita benar-benar kembali kepada-Nya.
Selamat Hari Raya Iduladha. Semoga kurban kita diterima. Semoga cinta kita dibalas surga.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
