Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dedy Setyo Afrianto

Mencari Guru Tangguh untuk Negeri

Eduaksi | Friday, 04 Mar 2022, 05:52 WIB
Guru layaknya cahaya yang menyinari sekitarnya

Anand Kumar, pagi itu Dia bergegas untuk segera menuju kelasnya, Dia akan mengajar Matematika kepada 30 siswanya yang spesial, di sekolah yang sama spesialnya. Siswa-siswi istimewa itu Dia “dapatkan” dari Bihar, salah satu daerah termiskin di India. Para siswanya digratiskan memperoleh pendidikan dan pembelajaran dari sekolah yang didirikan Anand. Tidak hanya sekolah, bahkan juga tinggal dan menginap disana. 30 siswa ini merupakan hasil seleksi dari sekian banyak pelamar dari daerah-daerah miskin dan tertinggal, mereka memiliki mimpi yang tinggi, namun terkendala dengan keterbatasan ekonomi. Jangankan untuk mengincipi bangku pendidikan yang pantas, untuk kebutuhan makan sehari-hari saja susah. Anand sendiri juga bukan dari golongan cukup, semangat juangnya yang tinggi seolah-olah mampu merontokkan berbagai kendala yang menghadang.

Anand Kumar mengajar mereka dengan sepenuh hati walau ditengah keterbatasan sarana, tidak ada gaji, sokongan dana yang cukup, terbatasnya sumber dan bahan ajar yang memadai, bahkan ancaman persaingan dan “ketidak sukaan” pejabat setempat.

Anand Kumar sedang mengajar. Sumber : newindianexpress.com

Ditengah keterbatasan yang beragam rupa itulah, Anand beserta para siswanya tetap suka cita menjalani proses pembelajaran yang ada. Mempraktekkan rumus-rumus dasar yang berada dibangku kelasnya, untuk dipraktekkan dalam kehidupan nyata. Konsep ini khas pada sekolah Anand, pembelajarannya melekat karena dipraktekkan sehari-hari, sehingga membantu pemahaman mereka lebih panjang.

Singkat cerita, ada satu momen dimana 30 siswanya mengikuti seleksi masuk kampus favorit disana, Indian Institue of Technology (IIT) namanya. Karena favorit, kampus ini banyak pelamar dan ikut melakukan seleksi masuk. Banyak orang yang ragu, mencibir dan cenderung meremehkan siswa-siswa Anand, mengingat betapa sangat “compang camping” nya para siswa dan keterbatasan mereka. Namun diluar dugaan, semua siswa Anand diterima masuk di IIT. Para siswa ini memulai dengan percaya, dengan pendidikan yang memadai, akan mampu memutuskan rantai kemiskinan di keluarga mereka, sehingga daya upaya mereka berlelah dalam belajar keras akhirnya membuahkan hasil.

Anand Kumar merupakan sosok istimewa, kisah nyata diatas ini terjadi benar adanya. Publikasi papernya tentang “Number Theory” pernah dipublikasikan pada jurnal “Mathematical Spectrum” setelah lulus SMA. Karena kepintarannya, dirinya bahkan sempat diterima di University of Cambridge UK, namun karena keterbatasan ekonomi keluarga diikuti oleh sakit dan meninggalnya orang tuanya, akhirnya urung berangkat ke Inggris sana. September 2014 lalu, pernah diundang ke Harvard University dan MIT AS, untuk berbicara tentang perjuangannya membangun sekolah itu.

Anand Kumar merasakan pada dirinya, hambatan ekonomi yang begitu rupa, menyebabkan cita-citanya kandas. Tidak hanya di India, bahkan di seluruh dunia, kemiskinan dan kebodohan merupakan sekutu abadi yang dapat memberangus generasi. Dengan apa lingkaran setan itu diputus ?, dengan pendidikan !.

Kemiskinan dan kebodohan merupakan sekutu abadi yang dapat memberangus generasi. Dengan apa lingkaran setan itu diputus ?, dengan pendidikan !.

Ada hal yang menarik jika sedikit kita sambungkan dengan perspektif Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi 1998 asal India. Menurut Sen, kemampuan (kapabilitas) manusia untuk berkehendak dan leluasa memilih jalan kehidupannya merupakan modalitas yang teramat berharga, karena kapabilitas ini akan memberikan kemerdekaan kepada pemiliknya untuk menjadikannya mewujud nyata menjadi sesuatu yang bernilai. Kemudian, akses-akses penting terhadap berbagai sumber akan makin terbuka.

Amartya Sen, peraih nobel dalam bidang ekonomi tahun 1998

Jika pintu kesejahteraan itu selama ini masih tertutup rapat dan kuat, maka yang Anand lakukan adalah membuatkan kuncinya, dengan akses yang bernama pendidikan. Dengannya, kesempatan generasi berikutnya untuk hidup lebih baik dari leluhurnya, akan makin terbuka lebar-lebar.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image