Aku, Taman Film dan Taman Jomblo
Curhat | 2022-02-25 16:46:17Benar saja, tak ada sejengkal tanah pun menjadi tak berarti ketika kreativitas itu berjalan sebagaimana mestinya. Karenanya, aku bersyukur tinggal di Kota Bandung. Ada hal yang selalu mampu menggugah hati dan memberi makna yang berarti ketika aku berada pada lokasi yang kudatangi, yaitu tentang keindahan yang kulihat saat itu.
Semenjak kepergian dari rumah aku ingin mendatangi yang mungkin saat ini orang tak mendatanginya. Kalaupun aku menggunakan angkutan kota, mungkin bisa langsung mengunjunginya namun karena aku mesti ke tempat yang lain terlebih dahulu makanya tempat ini menjadi sasaran selanjutnya. Aku mebncoba mencapainya dengan berjalan kaki karena kebiasaanku memang berjalan kaki yang menjadi hobiku selama ini. Aku berjalan santai saja karena kuyakin akan sampai juga ke tujuan yang kumaksud.
Sekian lama aku berjalan akhirnya sampai juga ke tempat yang kutuju. Selama perjalanan dengan kaki itu aku mendengar dentuman kendaraan yang melaju di atas jalan flyover Pasupati. Aku yang berjalan di bawah itu merasa takjub dengan kokohnya jalan layang itu yang mampu menahan beban banyak kendaraan yang melintas setiap waktu serta mempercepat laju kendaraan yang memiliki tujuan tertentu. Kali ini aku benar-benar merasakan sensasi tersendiri berjalan di bawah jalan untuk mencapai dua taman yang berdekatan.
Jika sebelumnya aku melihat kekumuhan yang ada serta banyak kendaraan yang terparkir. Maklum karena di bawah jembatan layang semuanya tak begitu terawat. Tetapi kepeanasaranku terbayar ketika melihat hamparan warna hijau yang begitu menyejukkan. Tampak pula layar lebar besar berada di sana. Sudah lama benda itu tak berfungsi karena ada larangan untuk tidak membuat kerumunan. Padahal jika ada event tempat ini biasanya dipenuhi orang-orang yang datang dari berbagai penjuru Kota Bandung bahkan ada pula dari luar kota.
Ya aku harus aku katakan ini memang Taman Film. Taman tematik yang menjadi kebanggaan urang Bandung. Di sini orang bisa menonton apa saja ketika keadaan normal berlangsung tetapi kali ini selama masih pandemi taman ini hanya bisa menjadi tempat bermain anak-anak atau untuk beristirahat. Tak heran saat itu pun aku melihat seseorang yang entah siapa tertidur di taman tersebut. Aku tak mengganggunya hanya aku mengambil gambar saja ketika dia sedang tertidur pulas.
Taman Film itu menciptakan keheningan dan suasananya tetap saja sepi padahal kulihat beberapa orang terlihat ada di bawah. Ada juga toilet dan mushola yang mungkin sesekali digunakan oleh orang yang datang ke sana. Ruang untuk Taman Film ini cocok sekali untuk berteduh dan memang layak untuk orang berkumpul. Tak mengherankan jika kemudian terpikir olehku untuk mengajak anakku yang masih kecil untuk bermain di sini. Taman itu tetap terawat, rapi dan juga bersih karena terlihat jelas ada larangan untuk membuang sampah di tempat ini.
Sejenak aku berdiam di Taman Film. Kulepas sepatu dan kaus kaki yang kugunakan untuk berjalan. Sambil duduk di taman itu aku pun memandang sekeliling kawasan di sekitar taman tersebut. Hanya bangunan rumah dan juga bangunan mall saja serta aktivitas orang dan juga kendaraan yang melintas samping kiri dan samping kanan taman itu. Tak ada yang bisa kulakukan saat itu kecuali aku duduk-duk saja sendiri dan kemudian dua orang ibu yang membawa anaknya dan seorang anak pun kemudian tampak berlari mengelilingi taman itu.
Tak lama aku mengakhiri keberadaan diriku di taman Film. Kembali kupakai sepatu itu dan kemudian berjalan menuju taman yang lain. Namanya Taman Pasupati tetapi dikenal pula sebagai Taman Jomblo. Di sana kulihat ada kotak-kotak tersimpan di bawah flyover dengan warna-warna yang berbeda. Karena bentuknya tidak membentuk kursi yang memanjang bahkan lebih cenderung menjadi balok beton yang tunggal maka kremudian ini yang menginspirasi untuk diberi nama Taman Jomblo karena hanya cukup untuk duduk seorang dan tak bisa berdua. Tentu saja di sini suasananya lebih ramai karena berada di poerempatan jalan Tamansari Kota Bandung serta menjadi jalan keluar dari kendaraan yang datang dari Pasteur. Sehingga aku melihat laju kendaraan yang masuk terlihat begitu cepat.
Tak banyak orang yang ada di sana. Aku melihat ada tiga orang sudah ada sebelum aku datang. Aku mencoba duduk di salah satu balok itu sambal memandang suasana di sekeliling tempat itu. Aku pun melihat ke sebelah barat nyatanya ada pula kursi yang memanjang yang sedang diduduki seorang laki-laki. Memang yang kurasakan tetap saja keheningan walaupun terdengar suara kenadaraan yang melintas. Aku tak mempedulikan semua itu karena ingin sekali aku menikmati kesendirian di tempat itu. Ada kenikmatan tersendiri kurasakan saat aku berada di teman itu. Rasa lelah yang kurasakan setelah berjalan sedikit berkurang karena aku bisa rehat di tempat itu.
Taman Jomblo lokasinya cukup strategis karena di sana dapat mencapai Kebun Binatang Bandung dan kampus ITB ke arah Utara, ke Kantor Pemkot Bandung atau rumah Gubernur ke arah selatan. Sementara ke arah barat bisa mencapai kawasan Cihampelas dan Pasteur sedang ke arah timur bisa menuju kawasan jalan Ir H Djuanda (Dago), Gedung Sate, kampus Unpad dan juga Monumen Perjuangan. Jadi Taman Jomblo memanag lokasinya cukup strategis. Tentunya ini sangat menggembirakan bagi orang-orang yang datang ke taman ini.
Memang di taman ini hanya untuk sekedar rehat dan bukan untuk tempat wisata khusus tetapi untuk kongkow-kongkow dengan teman-teman pun rasanya bisa juga. Aku tak pernah menyesali bisa sejenak duduk di taman ini. Sudut-sudut di Kota Bandung teramat rugi jika tak dinikmati. Sungguh semuanya adalah keasyikan tersendiri bagi siapapun yang mengujunginya. Aku, Taman Film dan Taman Jomblo menyatu dalam sebuah momentum seraya berdoa agar pandemi ini segera akhir agar kedua taman ini dapat dikunjungi kembali oleh orang-orang seperti biasanya.***
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.