Arti Persahabatan Saat Pandemi Berlangsung
Curhat | 2022-02-24 05:32:05Usia boleh menua dan hampir mendekati setengah abad. Sebagian rambut sudah mulai memutih. Tetapi seringkali aku tetap selalu merasakan masih muda karena persahabatan yang terjalin. Teman-teman SMA adalah bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan dan saling menguatkan saat pandemi berlangsung dua tahun ini, termasuk ketika ada teman terpapar COVID 19 semua mendoakan agar yang bersangkutan mampu menghadapinya dan segera sembuh dari penyakitnya. Sang teman dan suaminya akhirnya sembuh serta mampu melewati ujian yang begitu berat bagi mereka berdua.
Kurasakan pada awal tahun 2020 adalah kebahagiaan bagiku dan teman-teman SMA bisa bertemu pada gelaran acara Satu Dekade Kebersamaan Angkatan 1991 sebuah SMA kecil di Kota Bandung walaupun berada di pusat kota. Di sana semua saling melepas rindu juga bersama guru tercinta. Ada yang datang dari luar kota bahkan sengaja menggunakan motor sejak dini hari dari Cirebon. Semua bergembira dan menjadikan momentum itu sulit untuk dilupakan. Tetapi tepat satu bulan kemudian kabar itu kemudian datang. COVID 19 muncul pertama kali di Indonesia bulan Maret 2020. Sehingga kami harus membatasi satu sama lainnya. Komunikasi melalui handphonelah dengan menggunakan aplikasi whatssapp yang dapat digunakan untuk tetap menjalin kebersamaan.
Semua tak menduga jika wabah virus corona akan menimpa negeri ini. Aku bersama rekan tetap menjalin komunikasi dan masih bisa bertemu dalam berbagai kesempatan dan juga beraneka aktivitas yang dijalankan. Semasa kami masih menikmati kebahagiaan setelah reuni kedua itu digelar, tiba-tiba saja kondisi yang membuat kami harus terpisah. Semua itu tak mudah untuk diterima. Tapi itulah kenyataannya dan mesti mengerem pertemuan adalah jalan terbaik untuk tidak membuat sesuatu yang diinginkan terjadi. Aku dan teman-temanku saling menjaga satu sama lainnya agar semuanya selamat tanpa terpapar COVID 19 ini.
Ada rasa sedih ketika harus terbatasi dan tidak bisa bertemu dengan teman-teman. Namun persahabatan itu tetap terjalin. Dalam WAG kami saling mendoakan, dan tidak sebatas itu tetapi teman yang memiliki rezeki lebih pun berbagi dengan membagikan beras, minyak kelapa dan gula kepada teman-teman. Pemberian yang mungkin jika dihargakan tak lebih dari seratus ribu namun hal itu tak membatasi aku dan teman-temanku untuk menjalin persahabatan. Benar-benar hal itu sangat berkesan di hati padahal diantara mereka sudah ada yang mempunyai menantu dan juga cucu. Kehangatan persahabatan sewaktu masih muda tetap terasa sampai saat ini.
Tentu saja yang membuat perasaanku seperti ada yang hilang. Biasanya setiap Ramadan ada acara buka bersama dan pertemuan halal bil halal usai Lebaran praktis di awal pandemi ada di negeri ini menjadi hal yang tak bisa dilaksanakan karena terbentur PSBB atau PPKM. Sedih tentu saja namun itulah yang mesti dilakukan demi keselamatan aku dan teman-temanku. Tetapi ketika ada pelonggaran dari pembatasan itu, pertemuan pun sesekali dilakukan baik yang direncanakan atau yang dilakukan secara spontan. Hal itu dilakukan untuk mengobati kerinduan yang selama ini terpendam. Karena ini semua, ada teman yang tinggal di Bekasi pun selama dua tahun lebih ini tak bisa bertemu padahal saat keadaan normal setidaknya sebulan sekali bisa bertemu.
Kisah aku dan teman-temanku silih berganti mewarnai kehidupan yang dijalani. Ada suka ada pula duka. Sesekali bersama rekan-rekan aku menengok rekan yang sakit ataupun orangtuanya. Tetapi tidak semua, mungkin mengutus beberapa orang saja untuk melakukannya terlebih jika harus datang ke rumah sakit. Juga ketika datang berita duka, kami pun bertakziah selain mendoakan bagi teman yang sedang berduka agar kuat menerima cobaan dan menghiburnya. Hal itu adalah bagian penting dari kebersamaan untuk saling menguatkan sehingga keberadaan aku dan teman-teman bagi sahabat yang sedang berduka benar-benar ada ketika yang bersangkutan membutuhkannya. Kehadiran mereka membuatku menjadi tenang karena aku bisa menjalani semua itu berkat dukungan teman-teman yang hadir di tengah perjalanan kehidupan semasa corona ini.
Semasa pandemi pun mengisahkan sebuah perjuangan teman SMA yang berjuang mendapatkan donor darah untuk anaknya. Temanku seorang supir pengusaha asal Jepang yang berada di Bekasi. Anaknya sudah menderita Thalasemia 17 tahun dan kelainan itu diidap putranya sejak sang anak dilahirkan dari rahim ibunya. Bukan hal yang mudah untuk mendapatkannya karena ada kekhawatiran sebagian orang kalau mendodonorkan darah semasa corona sedikit beresiko. Antara hidup dan mati sang kawan berjuang untuk itu. Salah seorang adikku dan juga seorang temannya bisa mendonorkan darahnya dan mampu membantu anaknya bisa bertahan hidup. Persahabatan rupanya lebih berarti dari sekedar memiliki harta berlebih tetapi tak memberi manfaat untuk orang lain.
Tentu saja menjalani semua itu tidak mudah tetapi bisa jadi hal yang terlupakan adalah mempertemukan teman SMA dengan jodohnya yang kedua kali. Teman sewaktu SMP yang kehilangan sang isteri karena meninggal tahun 2020 dapat dipertemukan dengan teman SMA-ku yang gagal menikah dengan pengendara ojol. Mereka berdua berjodoh dan menikah pada masa pandemi satu hari menjelang Ramadan tahun 2021. Usia mereka tidak muda lagi bahkan keduanya sudah memiliki menantu dan juga cucu. Jodoh itu memang misteri dan mereka berjanji sehidup semata dan hanya maut yang akan memisahkan mereka berdua. Sungguh bahagia karena memontum pernikahan itu bisa mempertemukan aku dan teman-teman walaupun tak sepenuhnya rekan-rekanku hadir pada kesempatan itu.
Benar semua tetap selalu melempar tanya, kapan pandemi ini akan berakhir. Tak mudah memang menjawabnya. Entahlah mungkin bisa dua tahun, tiga tahun atau bahkan mungkin lebih. Namun demikian, persahabatan itu akan terus berlangsung dan takkan pernah berakhir. Keadaan saat ini memang sulit bagi siapapun. Tapi aku dan teman-temanku masih mampu bertemu untuk bisa memanfaatkan untuk bisa melepaskan kerinduan. Betul, bisa jadi ini terkesan klise tapi itulah kenyataannya. Cerita ini tidak mengada-ada dan mungkin sama dialami oleh siapapun. Aku menuliskannya karena aku yakin pandemi takkan pernah bisa membunuh persahabatan yang terjalin baik yang dekat maupun yang jauh.
Kini, aku pun tetap menjalin persahabatan itu dengan cara kami sendiri. Saling mengingatkan untuk tetap menjaga protokol kesehatan, memberitahu tentang arti penting vaksinisasi,saling mendoakan satu sama lainnya, memberikan kabar duka atau kabar bahagia, meminta berhati-hati kalau bepergian jauh dengan keluarga serta tetap melepas canda walau sebatas di WAG yang telah ada. Aku tetap menunggu segalanya kembali menjadi normal. Satu yang selalu terukir dalam hati, persahabatan itu jangan pernah mati hanya karena pandemi dan semoga nanti dapat diwariskan kepada anak cucu. Dan aku masih ingat lirik sebuah lagu jika persahabatan itu bagai kepompong yang mengubah ulat menjadi kupu-kupu. Semogalah seperti itu.***
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.