Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Intan aura

Cinta dalam Tekanan Sosial dan Budaya: Srintil dan Rasus dalam Ronggeng Dukuh Paruk

Sastra | 2025-05-30 18:25:16
Memotret sendiri

Di Dukuh Paruk, cinta bukan hanya urusan dua hati. Ia adalah perkara budaya, tradisi, dan bahkan politik. Di tengah hiruk pikuk desa kecil yang begitu kuat memeluk adat, kisah Srintil dan Rasus dalam Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari menjadi cerminan nyata betapa cinta bisa terjebak di antara apa yang kita inginkan dan apa yang dunia minta kita patuhi.

Srintil, seorang gadis desa yang sejak kecil telah “ditentukan” menjadi ronggeng, tidak pernah benar-benar diminta pendapatnya. Tubuh dan perasaannya menjadi bagian dari budaya yang sudah berjalan turun-temurun. Sejak usia sebelas tahun, ia dijadikan sebagai simbol kesenian dan kehormatan Dukuh Paruk, tanpa pernah bisa memilih. Parasnya yang manis, senyumnya yang menawan, dan lenggok tubuhnya yang memesona menjadikan Srintil bukan sekadar individu, melainkan milik bersama. Ronggeng, bagi masyarakat Dukuh Paruk, bukan hanya penari. Ia adalah roh desa.

Di sisi lain, Rasus adalah sahabat kecil Srintil. Sama-sama yatim piatu, keduanya tumbuh dalam kemiskinan dan keterasingan. Namun, jika Srintil akhirnya menyatu dengan tradisi, Rasus justru memberontak terhadapnya. Ia tumbuh menjadi pemuda kritis, penuh pertanyaan tentang makna hidup dan martabat. Ketika Srintil menjadi ronggeng, Rasus merasa hatinya tercabik. Cinta yang ia simpan untuk Srintil perlahan hancur oleh kenyataan bahwa perempuan yang ia cintai kini menjadi milik publik.

Rasus bukan laki-laki yang bisa menoleransi fakta bahwa cinta hidupnya “diperebutkan” dalam sayembara malam pertama. Ia pergi, meninggalkan Dukuh Paruk dan memilih bergabung dengan militer. Ia berharap, dengan seragam dan kedisiplinan, ia bisa menemukan dunia yang lebih “waras”. Namun nyatanya, kemanapun ia pergi, bayangan Srintil tetap membekas. Dalam salah satu bagian paling menyentuh, Rasus mengakui bahwa ia hanya merasa aneh setelah menjadi lelaki pertama Srintil, bukan bahagia dan bukan pula ia bangga.

Kisah mereka tidak berakhir bahagia. Tapi justru di situlah kekuatan cerita ini. Srintil dan Rasus bukan pasangan kekasih dalam dongeng. Mereka adalah korban dari dua dunia yang saling bertabrakan: dunia cinta dan dunia adat. Di satu sisi, Rasus mencintai Srintil. Tapi di sisi lain, ia juga bagian dari sistem yang tak memberi ruang bagi perempuan seperti Srintil untuk dicintai secara utuh. Rasus adalah laki-laki yang mencintai, tapi tidak sanggup melawan norma.

Ia juga menjadi representasi dari dilema laki-laki desa pada masa itu yang terjebak di antara hasrat untuk mencintai dan tekanan sosial yang membentuk cara pandangnya terhadap perempuan. Ia mencintai Srintil, namun tidak bisa menerima kenyataan bahwa Srintil adalah ronggeng. Ia ingin membebaskan Srintil, tetapi tidak pernah benar-benar tahu bagaimana caranya.

Sementara Srintil, dengan segala luka dan kepasrahan, justru tampak lebih kuat. Ia menerima takdir sebagai ronggeng, lalu perlahan menolaknya ketika menyadari bahwa tubuh dan jiwanya bukan milik siapa-siapa. Bukan milik pedukuhan, bukan milik lelaki manapun.

Cinta dalam Ronggeng Dukuh Paruk bukan kisah asmara biasa. Ia adalah pertemuan antara dua manusia yang saling mencintai tapi dipisahkan oleh sistem yang lebih besar dari diri mereka sendiri. Srintil dan Rasus mengajarkan pada kita bahwa dalam dunia yang menindas perempuan dengan dalih tradisi, bahkan cinta yang paling tulus pun bisa menjadi luka.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image