Mengurai Konflik Batin dan Cinta Segitiga dalam Novel Psikologis Pertama Indonesia
Sastra | 2025-05-27 09:57:11"Yah, manusia itu tak ada yang tiada pernah jatuh. Kalau jatuh hendaklah coba berdiri lagi," (Hal. 40)
Novel Belenggu karya Armijn Pane adalah karya sastra Indonesia pertama yang mengusung aliran psikologis, terbit pertama kali pada tahun 1940 di majalah Poedjangga Baroe. Novel ini mengangkat kisah cinta segitiga antara Sukartono (Tono), seorang dokter; istrinya, Sumartini (Tini); dan seorang teman mereka. Konflik batin yang mendalam dan ketidakharmonisan rumah tangga menjadi fokus utama cerita, di mana masing-masing tokoh merasa terikat oleh masa lalu, perasaan, dan norma sosial yang membatasi mereka.
Novel Belenggu mengisahkan kehidupan rumah tangga Sukartono (Tono), seorang dokter berpendidikan Belanda, dan istrinya Sumartini (Tini) yang tinggal di Batavia. Pernikahan mereka bukanlah hasil dari cinta, melainkan didasarkan pada persahabatan sosial dan penilaian Tono terhadap kecantikan dan kepintaran Tini. Sementara itu, Tini menerima pernikahan itu sebagai pengungsi dari masa lalunya yang kelam. Namun, hubungan mereka cepat merenggang karena kurangnya komunikasi dan perbedaan sikap.
Tono adalah sosok yang baik, ramah, dan memelihara profesinya sebagai dokter, meskipun ia sebenarnya memiliki minat besar pada seni musik. Di sisi lain, Tini lebih aktif di luar rumah, terlibat dalam organisasi-organisasi wanita dan berbagai kongres, sehingga mengabaikan urusan rumah tangga. Ketidakharmonisan ini membuat keduanya semakin menjauh secara emosional dan fisik.
Ketegangan rumah tangga mereka diperparah oleh kehadiran Siti Rohayah (Yah), seorang penyanyi keroncong dan teman masa kecil Tono yang membuatnya merasa nyaman dan terhibur. Tono mulai jatuh cinta pada Yah, yang menjadi pengungsi dari kegelisahan rumah tangganya. Namun, hubungan ini menimbulkan dan konflik dengan Tini.
Tini yang merasa dikhianati memutuskan untuk meninggalkan Tono dan pergi ke Surabaya untuk mengelola rumah piatu. Kepergian Tini membuat Tono merasa kesepian dan kehilangan, apalagi Yah juga pergi meninggalkannya. Tono kemudian menghadapi kesendirian dan penyesalan atas pilihan-pilihan hidup yang membuatnya kehilangan orang-orang yang dicintainya.
Novel ini menggunakan teknik aliran kesadaran dan monolog batin untuk menggambarkan pergulatan psikologis para tokoh. Konflik batin Tono, Tini, dan Yah menjadi pusat cerita yang menampilkan bagaimana masa lalu, rasa bersalah, dan harapan yang tak terwujud membelenggu mereka secara emosional.
Selain itu, novel ini juga mengangkat kritik sosial terhadap pernikahan yang dibangun tanpa dasar cinta dan komunikasi yang sehat, sehingga menimbulkan penderitaan dan kehancuran emosional. Ketiga tokoh utama terjebak dalam ikatan perasaan dan ekspektasi sosial yang saling bertentangan. Berikut analisis karakter tokoh:
Sukartono (Tono) adalah seorang dokter yang menikah dengan Sumartini bukan karena cinta, melainkan karena mengagumi kecantikan dan kecerdasannya. Meskipun ia memiliki sifat baik, ramah, dan ramah lingkungan pada profesinya, Sukartono merasa tidak bahagia dalam pernikahannya. Ia memiliki ketertarikan pada seni musik, yang menjadi pelarian dari tekanan hidupnya. Ketidakharmonisan dengan istrinya dan rasa kesepian membuat Sukartono mencari kenyamanan pada Rohayah. Ia juga sering mengalami konflik batin antara tanggung jawab sosial dan keinginannya sendiri.
Sumartini (Tini) adalah istri Sukartono yang cerdas, aktif, dan modern. Ia tidak mencintai suaminya dan menikah dengan alasan ingin melupakan masa lalunya yang kelam. Sumartini lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah, terlibat dalam organisasi wanita dan kegiatan sosial, sehingga mengabaikan urusan rumah tangga. Sikapnya yang mandiri dan berani menyuarakan pendapat sering bertentangan dengan norma patriarki dan membuat hubungan dengan Sukartono semakin renggang. Ketika mengetahui kedekatan suaminya dengan Rohayah, Sumartini merasa dikhianati dan memilih meninggalkan rumah.
Rohayah (Yah) adalah seorang penyanyi keroncong dan teman lama Sukartono yang menjadi pengungsi emosional bagi Sukartono. Ia adalah sosok yang hangat dan penuh perhatian, memberikan Sukartono rasa nyaman yang tidak ia dapatkan dari pernikahannya. Hubungan Sukartono dengan Rohayah menimbulkan konflik dan keuangan dalam rumah tangga Sukartono dan Sumartini. Rohayah juga menghadapi pergulatan batin sendiri karena perasaannya yang terhadap rumit Sukartono dan situasi sosial yang membelenggunya.
Secara keseluruhan, Belenggu adalah novel psikologis pertama di Indonesia yang menggambarkan kompleksitas hubungan manusia dan konflik batin secara mendalam. Novel ini tetap relevan sebagai refleksi tentang cinta, kebebasan, dan tekanan sosial dalam kehidupan modern.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
