Cerpen Robohnya Surau Kami: Kritik A.A. Navis Terhadap Iman yang Indovidualistis
Sastra | 2025-05-27 09:55:59Apakah dengan beribadah saja cukup untuk membuat kita menjadi orang baik di mata Tuhan? Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A.A. Navis menyampaikan pesan yang penting, bahwa ibadah tidak boleh hanya untuk diri sendiri, tetapi juga harus bermanfaat bagi orang lain.
Cerpen "Robohnya Surau Kami" mengisahkan tentang seorang Kakek tua penjaga surau. Ia hidup sederhana, rajin beribadah, dan tidak banyak bicara. Ia dikenal baik dan tidak pernah meminta imbalan. Namun, pada suatu hari kakek terlihat murung setelah didatangi oleh Ajo Sidi, yaitu seorang pembual.
Ajo Sidi bercerita tentang seseorang Bernama Haji Saleh. Pada cerpen ini Haji Saleh diceritakan sebagai orang yang taat beribadah, tetapi saat meninggal justru dimasukkan ke neraka. Ia pun protes kepada Tuhan. Tuhan menjawab bahwa ia terlalu mementingkan diri sendiri dan tidak peduli dengan keadaan sekitarnya. Seperti yang dikatakan pada cerpen:
“Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat sembahyang. tapi engkau melupakan kehidupan kaumu sendiri, melupakan kehidupan anak isterimu sendiri, sehingga mereka kucar-kacir selamanya. Inilah kesalahanmu yang terbesar, selalu egoistis. Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak mempedulikan mereka sedikit pun.” (halaman 98).
Kutipan tersebut menyampaikan sebuah kritik mengenai sikap keberagamaan yang hanya berfokus pada diri sendiri tanpa memperhatikan lingkungan sosial. Kalimat “Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri” menegaskan bahwa seseorang yang hanya peduli pada keselamatan pribadi dan mengabaikan tanggung jawabnya terhadap orang lain sebenarnya melakukan sebuah kesalahan besar dalam iman dan perilaku.
“Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat sembahyang” menggambarkan motif menjalankan ibadah yang bersifat semata-mata takut pada hukuman neraka, bukan karena cinta kepada Tuhan atau kepedulian kepada sesama. Ibadah dilakukan hanya untuk memenuhi kewajiban agar terhindar dari siksa, bukan sebagai wujud kepedulian sosial atau perwujudan nilai-nilai kemanusiaan.
Kalimat berikutnya, “tapi engkau melupakan kehidupan kaumu sendiri, melupakan kehidupan anak isterimu sendiri, sehingga mereka kucar-kacir selamanya”, menyoroti bagaimana sikap individualistis itu berakibat buruk pada orang-orang terdekat dan masyarakat di sekitar. Karena ia hanya fokus pada dirinya sendiri, keluarga justru terabaikan, mengalami kesulitan dan ketidakstabilan. Hal ini menunjukkan bahwa ibadah yang tidak diiringi dengan perhatian dan tanggung jawab sosial justru menyebabkan kerusakan sosial.
Pada Pernyataan “Inilah kesalahanmu yang terbesar, selalu egoistis” memperkuat kritik bahwa egoisme atau sikap mementingkan diri sendiri merupakan dosa besar yang bertentangan dengan ajaran agama yang menekankan kepedulian dan kebersamaan.
Terakhir, “Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak mempedulikan mereka sedikit pun” menegaskan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang diciptakan untuk hidup bermasyarakat dan saling membantu. Tidak peduli terhadap saudara sekaum adalah pengingkaran terhadap kodrat manusia dan ajaran agama yang menuntut solidaritas dan kasih sayang antar sesama.
Cerita yang disampaikan oleh Ajo Sidi itu membuat Kakek sangat sedih dan murung. Karena cerita itu menyindir langsung hidupnya yang ia yakini suci. Ia kehilangan pegangan, dan keesokan paginya Kakek ditemukan meninggal dengan cara tragis. Kakek menggorok lehernya sendiri. Padahal, masih banyak cara lain untuk memperbaiki kesalahan dan meraih pintu taubat dari Tuhan. Tetapi Kakek malah memilih untuk bunuh diri.
Kematian tokoh kakek dengan cara bunuh diri menjadi simbol dari runtuhnya iman. Ketika keimanan hanya dipahami secara sempit, tidak tahan terhadap kritik, dan tidak sanggup berdialog dengan realitas sosial, maka keimanan itu rapuh. Kakek tidak mampu menanggapi sindiran Ajo Sidi dengan refleksi yang sehat, justru memilih menyerah.
Melalui cerita ini A.A. Navis ingin menyampaikan kritik bahwa agama bukan hanya soal ibadah semata, tapi juga tentang bagaimana kita memperlakukan sesama. Beribadah memang penting, tapi itu belum cukup jika tidak dibarengi dengan amal dan kepedulian sosial.
Cerpen Robohnya Surau Kami menjadi pengingat bagi kita semua. Jangan sampai kita terlalu sibuk beribadah, tapi menutup mata terhadap masalah sekitar kita. Cerpen ini adalah cermin untuk melihat kembali keimanan kita. Apakah ibadah kita sudah membuat kita menjadi orang yang lebih peduli? Ataukah kita hanya mementingkan keselamatan sendiri.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
