Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Balkis Abidah

Gizi Gratis, Tapi Kok Bikin Sakit?

Eduaksi | 2025-05-16 18:45:47

Jumlah korban keracunan diduga akibat mengkonsumsi makan bergizi gratis (MBG) di Kota Bogor bertambah jadi 210 orang berdasarkan perkembangan kasus hingga 9 Mei 2025. 11/05/25, CNN Indonesia.

Kasus keracunan massal makanan bergizi gratis (MBG) di Bogor yang menimpa lebih dari 200 siswa dan guru menjadi tamparan keras bagi upaya pemenuhan gizi generasi bangsa. Program MBG sejatinya bertujuan menurunkan angka stunting dan meningkatkan kualitas gizi anak-anak. Namun, alih-alih menjadi solusi, justru memunculkan masalah baru yang membahayakan kesehatan masyarakat. Pelaksanaannya pun lebih mengutamakan pencapaian angka statistik ketimbang memastikan tujuan hakiki program tercapai. Ini menjadi bukti bahwa sistem pengelolaan pangan di Indonesia masih menyisakan banyak celah dalam hal keamanan dan jaminan kualitas.

Kejadian ini juga menunjukkan bahwa pengadaan pangan dan nutrisi yang layak bagi rakyat masih jauh dari kenyataan. Industri pangan yang berorientasi pada keuntungan kerap menekan biaya produksi, sehingga aspek keselamatan dan mutu sering terabaikan. Negara pun belum menunjukkan peran maksimal dalam pencegahan. Saat insiden terjadi, solusi yang ditawarkan hanyalah asuransi MBG, seolah kesehatan masyarakat dapat dikompensasi secara finansial, bukan dicegah secara sistemik. Inilah buah dari penerapan sistem kapitalisme yang menjadikan rakyat sebagai objek pasar, bukan pihak yang dilindungi.

Lebih jauh, sistem kapitalisme membiarkan pasar bebas mengendalikan distribusi pangan tanpa pengawasan ketat. Program seperti MBG hanya menjadi formalitas, sekedar diukur dari banyaknya kegiatan, bukan dari dampaknya. Ketika terjadi keracunan massal, negara hanya sibuk mendata korban tanpa menyentuh akar persoalan. Tak ada kata maaf, apalagi pertanggungjawaban. Dalam sistem ini, negara berperan sebagai regulator pasar, bukan pengurus urusan rakyat.

Berbeda halnya dengan Islam. Sistem Islam melalui Khilafah menawarkan pendekatan sistemik yang menyeluruh. Negara dalam Islam bertanggung jawab penuh atas pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, termasuk pangan dan gizi. Pengelolaan pangan dilakukan dari hulu ke hilir dengan pengawasan ketat. Negara bukanlah pedagang pencari laba, melainkan pelayan umat yang mengemban amanah. Program pemenuhan gizi bukan proyek seremonial, melainkan bentuk tanggung jawab negara terhadap kesejahteraan masyarakat.

Islam juga mendorong pembangunan sektor produktif dan pengelolaan sumber daya alam secara optimal guna menciptakan lapangan kerja yang luas dan akses pangan berkualitas bagi seluruh rakyat. Prinsip pencegahan ditegakkan secara ketat, standar keamanan pangan dijaga tanpa kompromi dan setiap pelanggaran ditindak tegas. Negara tidak mengasuransikan risiko, tetapi mencegah agar tidak terjadi sejak awal.

Solusi Islam terhadap stunting dan gizi buruk bukanlah bantuan makanan sesaat, melainkan menyelesaikan akar masalah: kemiskinan struktural akibat sistem kapitalistik. Dalam sistem Islam, negara menjamin pemenuhan enam kebutuhan dasar, sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan, melalui kebijakan riil, seperti penyediaan layanan gratis, harga kebutuhan pokok yang terjangkau, dan distribusi yang merata. Dana dialokasikan dari baitulmal secara tepat, dan lapangan kerja dibuka luas melalui pengelolaan sumber daya serta pembangunan industri produktif.

Kini, umat butuh kesadaran bahwa krisis pangan dan gizi tidak akan terselesaikan dengan tambal sulam kebijakan kapitalistik. Dibutuhkan sistem alternatif yang adil, menyeluruh, dan berpihak pada rakyat. Islam memiliki solusi tersebut dan bukan sekadar wacana, tapi sistem nyata yang pernah berjaya. Sudah saatnya umat kembali menaruh harap pada syariat Islam sebagai jalan keselamatan dan kesejahteraan yang hakiki.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image