Dari Tanjung Tikar ke Langit Nusantara
Sejarah | 2025-05-15 13:23:39
Sebagai orang Belitung, saya sering merasa bahwa perjuangan daerah kami dalam sejarah bangsa Indonesia belum mendapatkan pengakuan yang layak di tingkat nasional. Pulau kecil di tengah lautan ini, dengan segala keterbatasan dan kesederhanaannya, telah melahirkan putra-putra terbaik yang turut serta dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Salah satu sosok itu adalah Haji A.S. Hanandjoeddin, atau yang lebih akrab kami panggil Bung Hanan. Hingga hari ini, perjuangannya masih menjadi cerita yang hidup di tengah masyarakat Belitung. Namun, entah mengapa, pengakuan sebagai Pahlawan Nasional bagi Bung Hanan masih tertunda.
Bagi kami orang Belitung, Hanandjoeddin bukan sekadar nama yang diabadikan di bandara internasional. Ia adalah simbol kegigihan, perjuangan dari anak kampung yang tidak hanya berjuang untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk bangsanya. Dari kehidupannya yang berasal dari keluarga peladang sederhana di Tanjung Tikar, Hanandjoeddin menunjukkan bagaimana seorang anak pulau bisa berdiri sejajar dengan tokoh-tokoh besar Indonesia.
Perjuangan Seorang Anak Pulau
Hanandjoeddin menapaki masa kecil yang keras, hidup di tengah kesulitan ekonomi dan keterbatasan pendidikan. Namun, kesederhanaan itu tidak membatasi cita-citanya. Ia menempuh pendidikan teknik di Ambacht School di Manggar, sebuah sekolah teknik elit di masa Hindia Belanda yang melahirkan teknisi-teknisi andal di bidang pertambangan. Dari sana, ia melangkah lebih jauh hingga bergabung dalam perjuangan bersenjata.
Perjalanan hidup Hanandjoeddin di masa penjajahan Jepang membentuknya menjadi teknisi pesawat tempur yang andal. Setelah proklamasi kemerdekaan, keahliannya menjadi tulang punggung dalam membangun kekuatan udara Indonesia. Ia adalah bagian dari generasi perintis Tentara Keamanan Rakyat Udara, yang kemudian menjadi cikal bakal TNI Angkatan Udara. Bahkan, Hanandjoeddin memimpin penerbangan militer pertama dengan pesawat bercat merah putih dari Pangkalan Bugis Malang pada 17 Oktober 1945. Ini bukan peristiwa kecil. Ini adalah momen monumental yang mengukuhkan eksistensi kekuatan udara Republik Indonesia di tengah kekacauan pasca kemerdekaan.
Peran Sentral dalam Revolusi Fisik dan Agresi Militer
Keterlibatan Hanandjoeddin bukan hanya di meja perencanaan. Ia terjun langsung memimpin pasukan. Dalam Agresi Militer Belanda I dan II, Hanandjoeddin berperan sebagai Komandan Pertempuran di Sektor I dan II Front Malang Timur. Ia memimpin operasi pertahanan di wilayah pantai selatan, termasuk Tulungagung, Prigi, dan Watulimo. Ia juga berperan dalam operasi penumpasan pemberontakan PKI Madiun pada 1948. Dalam situasi genting setelah agresi Belanda, ia bahkan dipercaya menjadi Komandan Onder Distrik Militer Pakel, mengoordinasikan gerilya sesuai instruksi Jenderal Soedirman.
Sumbangsih Hanandjoeddin juga nyata dalam membangun pangkalan udara darurat di Tulungagung dan mempertahankan Pangkalan Udara Bugis yang menjadi kunci penguatan pertahanan udara Indonesia di masa revolusi. Setelah pengakuan kedaulatan melalui KMB, ia menjabat Kepala Jawatan Teknik Udara di Pangkalan Bugis dan melanjutkan dedikasinya membangun AURI hingga pensiun dengan pangkat Letnan Kolonel.
Dari Hutan Belitung ke Langit Indonesia
Kisah Bung Hanan adalah kisah inspiratif tentang bagaimana seorang anak dari kampung pesisir seperti Tanjung Tikar, yang hidup dari hasil ladang dan ikan laut, bisa menjadi tokoh nasional di bidang militer dan pemerintahan. Setelah pensiun dari militer, Hanandjoeddin juga mengabdikan diri sebagai Bupati Belitung ke-8 dari 1967 sampai 1972. Beliau membuktikan bahwa keberpihakan pada rakyat kecil tidak pernah luntur, bahkan ketika telah menduduki jabatan penting.
Mengapa Hanandjoeddin Layak Jadi Pahlawan Nasional?
Ada beberapa alasan utama yang menurut saya, sebagai orang Belitung, menjadi dasar kuat mengapa Hanandjoeddin layak diangkat sebagai Pahlawan Nasional.
Pertama, kontribusinya nyata dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, khususnya di bidang pertahanan udara. Ia bukan hanya pejuang biasa, tetapi tokoh kunci dalam merintis dan membangun kekuatan udara Indonesia dari nol, dengan segala keterbatasan di masa awal kemerdekaan.
Kedua, Hanandjoeddin adalah simbol perjuangan rakyat pulau dan rakyat kecil. Sejarah Indonesia terlalu banyak didominasi oleh tokoh dari Jawa atau Sumatera besar. Kehadiran Hanandjoeddin sebagai Pahlawan Nasional akan menjadi representasi penting bahwa perjuangan tidak hanya milik orang kota besar, tapi juga milik orang pulau yang hidup dalam keterbatasan namun tetap teguh memperjuangkan bangsanya.
Ketiga, integritas dan dedikasi Hanandjoeddin yang tak tergoyahkan selama masa revolusi, masa agresi militer Belanda, hingga pasca kemerdekaan. Ia terlibat aktif dalam berbagai pertempuran penting, memimpin sektor pertempuran, dan membentuk serta mempertahankan pangkalan udara vital yang menjadi salah satu titik penting pertahanan Indonesia.
Ketiga, integritas dan dedikasi Hanandjoeddin yang tak tergoyahkan selama masa revolusi, masa agresi militer Belanda, hingga pasca kemerdekaan. Ia terlibat aktif dalam berbagai pertempuran penting, memimpin sektor pertempuran, dan membentuk serta mempertahankan pangkalan udara vital yang menjadi salah satu titik penting pertahanan Indonesia.
Keempat, Hanandjoeddin telah menjadi inspirasi bagi generasi muda Belitung. Namanya yang diabadikan di bandara hanyalah simbol fisik. Namun, lebih dari itu, semangatnya masih menjadi spirit orang Belitung untuk terus berkarya bagi negeri.
Sudah Saatnya Pemerintah Memberikan Pengakuan
Proses pengajuan Hanandjoeddin sebagai Pahlawan Nasional sebenarnya telah berulang kali dilakukan. Mulai dari 2019, 2020, hingga 2023, Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung melalui Dinas Sosial dan Tim TP2GD terus memperjuangkan kelengkapan dokumen serta naskah akademik yang dibutuhkan. Hingga hari ini, proses itu masih berlanjut dan membutuhkan dorongan politik serta komitmen dari pemerintah pusat.
Sebagai orang daerah, kami memahami birokrasi dan syarat administratif dalam pengajuan gelar Pahlawan Nasional memang tidak sederhana. Namun, proses panjang yang telah dilalui pengusulan Hanandjoeddin menunjukkan adanya keseriusan dari berbagai pihak. Sudah saatnya pemerintah pusat memberikan perhatian khusus agar tidak lagi terjadi ketidakadilan representasi sejarah perjuangan nasional.
Pulau Belitung selama ini seolah menjadi pulau yang terlupakan dalam peta perjuangan bangsa. Pengakuan Hanandjoeddin sebagai Pahlawan Nasional akan menjadi penegasan bahwa Republik Indonesia adalah milik semua, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Pulau Belitung.
Akhir Kata
Sebagai anak Belitung, saya percaya Hanandjoeddin bukan hanya milik Belitung, tapi milik seluruh bangsa Indonesia. Namun sebagai orang kampungnya, saya merasa memiliki tanggung jawab moral untuk terus menggaungkan suaranya. Mengingatkan bangsa ini bahwa di sudut timur Sumatera, ada seorang anak pulau yang telah mengukir sejarah besar untuk bangsa ini.
Saatnya kita meluruskan sejarah. Saatnya H.A.S. Hanandjoeddin diakui sebagai Pahlawan Nasional Republik Indonesia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
