Salah Asuhan
Dunia sastra | 2025-05-14 16:05:12
Sosial budaya dalam karya sastra merupakan hal yang erat kaitannya, bagaimana bisa sebuah karya sastra tidak mencerminkan keadaan sosial budaya dalam karyanya. Meskipun terkadang nilai sosial budaya tidak langsung tergambarkan dalam sebuah karya sastra, tetapi percayalah sebenarnya nilai itu ada bersama sebuah karya sastra. Nilai sosial budaya biasanya dikaji pada sastra dalam kajian sosiologi sastra.
Sosiologi merupakan kajian manusia dalam masyarakat, fokusnya pada lembaga sosial dan proses sosial masyarakat. Sementara itu sosiologi sastra memandang karya sastra sebagai cerminan kehidupan sosial, di dalamnya termasuk norma-norma, moralitas pada tokoh yang juga berlaku di kehidupan masyarakat nyata. Pada tulisan ini kita akan melihat bagaimana moralitas tokoh Hanafi dalam novel salah asuhan. Termasuk di dalamnya juga terdapat konflik moral pada Hanafi yang dia dapatkan dari bangsa Eropa dengan nilai moral yang dipegang masyarakat Minangkabau.
Salah satu nilai kuat yang tergambar dalam novel Salah Asuhan adalah memandang rendah bangsanya sendiri.Hanafi merupakan seorang yang terdidik dari lingkungan bangsa Barat, segala tingkahnya mengikuti apa yang orang Barat lakukan. Mulai dari berpakaian, makan, segala perabot rumah dan sampai nilai moralnya mengikuti apa yang biasanya bangsa Barat perbuat. Baginya bangsa Barat merupakan representasi kemajuan nilai moral dan segala aspek kehidupan lainnya, seperti dalam kutipan Novel; "Segala hal ihwal yang berhubungan dengan orang Melayu, dicela dan dicemoohkannya sampai kepada adat lembaga orang Melayu dan agama Islam tidak mendapat perindahan serambut juga. Adat lembaga disebutkan ''kuno'', agama Islam "tahyul".
Tidak heran, kalau ia hidup tersisih benar dati pergaulan orang Melayu. Hanyalah kepada ibunya ada melekat dihatinya". (Muis, 1974: 29).Sosok Hanafi yang terkagum-kagum pada kebudayaan Barat, Ia merasa pendidikan Barat yang diterimanya sudah semua didapatkan sehingga merasa tinggi dan memandang rendah segala nilai moral bangsanya. Hanafi seperti kehilangan identitasnya sebagai orang Minangkabau. Pandangan Hanafi yang merendahkan adat dan agama leluhurnya sebagai "kuno" dan "tahyul" adalah cerminan dari keberhasilan ideologi kolonial dalam menanamkan rasa rendah diri terhadap budaya Timur. Ia mengagungkan Barat tanpa mampu melihat nilai-nilai luhur yang terkandung dalam tradisi dan kepercayaan masyarakatnya sendiri.
Sikap ini bukan hanya menunjukkan ketidakmampuannya dalam mengapresiasi kekayaan budayanya, tetapi juga mengindikasikan kerapuhan moral akibat kehilangan jati diri.Moralitas Hanafi seperti ini tidak bisa disalahkan sepenuhnya kepadanya, karena Hanafi merupakan korban dari kondisi sosial dan budaya pada masanya. Hanafi terjebak diantara dua dunia yang menyebabkan konflik batin di dalam dirinya. Antara menerapkan nilai barat yang dianggapnya lebih maju, lebih mengutamakan rasionalitas dan lebih terbuka dalam menerima segala pengetahuan yang baru, daripada tradisi-tradisi turun temurun yang diikuti dan harus di percayai kebenarannya.
Hanafi sebenarnya ingin mengajak para masyarakat sekitarnya pada waktu itu untuk berpikir lebih maju, berkembang dan kritis atas tradisi yang selama ini dijalankan. Menanyakan mengapa sesuatu harus dilakukan apa sebab musababnya dan atas dasar apa Ia harus melakukannya. Namun karena pada awalnya Hanafi yang sangat sedikit dalam menerima pengajaran agama, dan adat istiadat masyarakat Minangkabau, membuatnya ikut terbawa arus bangsa barat dan menjadikannya memandang rendah segala perilaku bangsanya. Akhirnya Hanafi kehilangan identitas dirinya sebagai pribumi dan masyarakat Minangkabau khususnya. Segala macam adat istiadat, aturan norma, dan nilai masyarakat Minangkabau yang seharusnya menjadi bekal pegangan hidup iya gantikan dengan segala aturan norma, nilai moral serta kebiasaan bangsa barat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
