Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ida Lulu Hidayah, Mahasiswa S2 MARS UMY

Menggugah Kesadaran: Urgensi dan Strategi Pengelolaan Food Waste di Rumah Sakit

Medika | 2025-05-13 10:52:14
gizi rs

Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan memiliki peran vital dalam menjaga keselamatan dan kesejahteraan pasien. Namun, di balik aktivitas penyembuhan yang berlangsung setiap hari, tersembunyi persoalan yang jarang mendapat sorotan publik yaitu food waste atau limbah makanan. Di Indonesia maupun di dunia, food waste telah menjadi isu krusial yang berkaitan erat dengan krisis pangan, ekonomi, dan lingkungan. Dalam konteks rumah sakit, persoalan ini menjadi semakin penting mengingat volume makanan yang diproduksi dan disajikan setiap hari sangat besar, terutama untuk pasien, tenaga kesehatan, dan pengunjung.

Food waste di rumah sakit bukan hanya masalah etika, tetapi juga masalah efisiensi dan keberlanjutan. Makanan yang terbuang tidak hanya berarti pemborosan sumber daya, tetapi juga berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca ketika limbah tersebut berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Oleh karena itu, urgensi pengelolaan food waste di rumah sakit bukan sekadar wacana, melainkan menjadi tanggung jawab strategis yang harus ditangani dengan sistematis dan terukur.

Urgensi Penanganan Food Waste di Rumah Sakit

1. Dampak Lingkungan

Food waste menyumbang sekitar 8-10% emisi gas rumah kaca global. Ketika makanan yang tidak dikonsumsi dibuang ke TPA dan mengalami proses dekomposisi tanpa oksigen, maka akan dihasilkan gas metana, salah satu gas rumah kaca paling kuat. Rumah sakit yang menghasilkan limbah makanan dalam jumlah besar secara rutin, turut berkontribusi terhadap permasalahan lingkungan ini. Menurut studi dari WHO dan UNEP, rumah sakit rata-rata menghasilkan 0,5–1,5 kg limbah makanan per tempat tidur per hari.

2. Efisiensi Anggaran dan Biaya Operasional

Limbah makanan menunjukkan inefisiensi dalam sistem pengelolaan makanan di rumah sakit. Setiap makanan yang terbuang berarti dana rumah sakit yang terbuang pula. Anggaran gizi rumah sakit yang seharusnya dapat dialokasikan untuk peningkatan mutu layanan, justru sebagian besar terbuang karena makanan tidak dimakan pasien, sisa makanan berlebih dari dapur, atau kesalahan dalam prediksi jumlah konsumsi.

3. Aspek Sosial dan Etika

Dalam perspektif etika pelayanan kesehatan, food waste mencerminkan kegagalan dalam memperhatikan aspek keadilan sosial. Di satu sisi, rumah sakit membuang makanan dalam jumlah besar, sementara di sisi lain masih banyak masyarakat yang mengalami kekurangan pangan, termasuk di lingkungan sekitar rumah sakit. Hal ini menimbulkan ironi sosial yang patut menjadi bahan refleksi sekaligus dorongan untuk perbaikan.

4. Peningkatan Mutu Pelayanan

Makanan yang tidak dikonsumsi oleh pasien sering kali bukan karena tidak dibutuhkan, tetapi karena tidak sesuai dengan preferensi rasa, tekstur, atau cara penyajiannya. Hal ini dapat menjadi indikator buruknya manajemen pelayanan gizi, yang pada akhirnya memengaruhi kepuasan dan kesembuhan pasien. Mengurangi food waste berarti meningkatkan kualitas pelayanan, karena memperlihatkan adanya upaya mendengarkan dan menyesuaikan kebutuhan pasien secara personal.

Strategi Pengelolaan Food Waste di Rumah Sakit

Mengelola food waste secara efektif membutuhkan pendekatan multidisipliner dan kolaboratif. Berikut beberapa strategi yang dapat diterapkan oleh rumah sakit:

1. Audit dan Monitoring Food Waste

Langkah awal yang krusial adalah melakukan audit limbah makanan secara rutin. Ini melibatkan pengukuran jumlah makanan yang terbuang dari dapur dan dari sisa piring pasien. Dengan data ini, rumah sakit dapat mengidentifikasi titik-titik kritis penyebab food waste dan merancang intervensi yang sesuai. Audit bisa dilakukan harian atau mingguan, dengan melibatkan petugas gizi, dapur, dan pengelola sanitasi.

2. Personalisasi Menu Berdasarkan Kebutuhan Pasien

Dengan teknologi digital atau sistem informasi gizi, rumah sakit bisa mencatat preferensi pasien, alergi, hingga kebiasaan makan mereka. Penyediaan makanan yang disesuaikan secara personal terbukti dapat meningkatkan konsumsi makanan oleh pasien dan mengurangi sisa makanan.

3. Peningkatan Kualitas Pelayanan Gizi

Rumah sakit perlu melibatkan ahli gizi dalam proses perencanaan dan evaluasi makanan secara lebih aktif. Pelatihan berkelanjutan untuk koki rumah sakit juga sangat penting, agar mampu menyajikan makanan yang tidak hanya bergizi tetapi juga lezat dan menarik secara visual.

4. Edukasi dan Partisipasi Pasien serta Keluarga

Pasien dan keluarganya perlu diedukasi tentang pentingnya konsumsi makanan rumah sakit untuk mempercepat proses penyembuhan. Edukasi ini bisa dilakukan oleh perawat dan ahli gizi saat visitasi harian, atau melalui media edukatif seperti leaflet, video, dan poster di ruang rawat inap.

5. Optimalisasi Sistem Pemesanan Makanan

Beberapa rumah sakit telah menerapkan sistem pre-order atau pemesanan makanan oleh pasien sehari sebelumnya. Hal ini sangat membantu dalam merencanakan jumlah makanan yang akan diproduksi, sehingga dapat mengurangi overproduksi.

6. Pemanfaatan Kembali Limbah yang Aman

Untuk makanan yang belum tercemar dan masih aman, rumah sakit dapat bekerja sama dengan organisasi sosial untuk redistribusi makanan. Tentunya ini harus melalui proses kontrol mutu yang ketat dan sesuai regulasi.

7. Konversi Food Waste menjadi Energi atau Kompos

Sebagian limbah makanan yang tidak dapat dikonsumsi kembali dapat diolah menjadi kompos atau biogas. Beberapa rumah sakit besar di Indonesia telah memulai langkah ini sebagai bagian dari program green hospital. Ini tidak hanya mengurangi beban TPA, tetapi juga menciptakan nilai tambah dari limbah.

8. Penetapan Kebijakan dan Komitmen Manajemen

Manajemen rumah sakit harus memiliki komitmen kuat dalam penanganan food waste dengan menetapkan kebijakan khusus, indikator kinerja utama (KPI), dan membentuk tim pengelola food waste lintas unit. Pendekatan ini menegaskan bahwa pengelolaan limbah makanan adalah bagian dari sistem mutu dan akreditasi rumah sakit.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image