Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Umar Wachid B. Sudirjo

Sepotong Rendang dan Air Mata Suporter: Refleksi atas Kemenangan Persib

Olahraga | 2025-05-09 23:25:14
Sepotong Rendang dan Air Mata Suporter: Refleksi atas Kemenangan Persib

Banyak cabang olahraga di dunia ini, namun hanya beberapa yang benar-benar menyedot perhatian, diliput media, dan menjadi pembicaraan dari warung kopi hingga ruang redaksi. Sepak bola, bulu tangkis, dan voli termasuk di antara yang populer. Namun, tak bisa disangkal, sepak bola adalah panggung paling besar — bukan hanya karena jumlah penontonnya, tapi juga karena telah bermetamorfosis menjadi industri hiburan, ladang bisnis, bahkan arena judi global.

Sepak bola bukan lagi sekadar olahraga. Ia adalah kombinasi seni, strategi, dan pertunjukan fisik yang penuh pesona. Tidak heran jika banyak pemain menjadi idola — bukan karena mereka semata pencetak gol, tetapi karena mereka tampil bagaikan selebriti: penuh gaya, ekspresif, dan sering kali tampak “lebih manusiawi” daripada atlet dari cabang lain.

Namun, dalam euforia itu, kadang kita lupa esensi. Beberapa waktu lalu, istri saya menangis. Bukan karena konflik rumah tangga, tapi karena dua pemain asing Persib Bandung — Ciro Alves dan David Da Silva — dinyatakan habis masa kontraknya. Tangis itu bukan dibuat-buat. Ia sedih, benar-benar sedih. Sebagai suporter Persib, ia merasa kehilangan. Tapi saya hanya bisa bertanya dalam hati: apa yang sebenarnya membuatmu menangis? Orangnya atau permainannya?

Mengapa kehilangan dua pemain membuat kita seolah kehilangan seluruh tim? Bukankah Persib terdiri dari sebelas pemain? Bukankah kemenangan lahir dari kerja sama, bukan dari satu dua orang saja?

Lalu saya mencoba mencari analogi — dan menemukan satu: sepotong rendang yang hilang dari sebuah baskom penuh rendang. Mengapa kita bersedih hanya karena satu potong daging tak ada, padahal masih banyak potong lain dengan bumbu dan rasa yang sama? Apa mungkin sepotong itu terasa lebih enak dari yang lain? Tentu tidak. Semua dimasak dalam satu kuali. Begitulah seharusnya sikap seorang suporter: mencintai tim secara utuh, bukan tergantung pada potongan pemain.

Sepak bola adalah permainan tim. Tidak ada bintang yang bersinar sendirian. Bahkan Lionel Messi tidak akan menjadi legenda tanpa operan rekan-rekannya, tanpa pelatih, tanpa penjaga gawang yang menjaga skor tetap hidup. Kehebatan seorang pemain hanyalah ilusi yang dibentuk oleh sistem, oleh kerja sama tim, dan oleh keberadaan lawan yang memberi ruang.

Lebih dari itu, kita juga harus jujur melihat fenomena saat ini. Banyak klub sepak bola Indonesia, termasuk Persib, terlalu bergantung pada pemain asing. Maka kemenangan yang kita rayakan hari ini, sejujurnya, bukanlah kemenangan kita seutuhnya. Jika pemain kunci berasal dari luar negeri, di mana letak kebanggaan lokalnya?

Ahmad Dhani, dalam salah satu wawancaranya, pernah melontarkan sindiran tajam: “Nikahkan saja pemain bola asing dengan perempuan Indonesia agar lahir anak-anak berkualitas untuk masa depan sepak bola kita.” Pernyataan itu memang sarkastik, tapi menggambarkan kegelisahan kita: mengapa wajah-wajah asing lebih mendominasi lapangan sepak bola kita dibanding anak-anak bangsa sendiri?

Dan yang lebih mengherankan lagi, jual-beli pemain hanya terjadi di sepak bola. Dalam bulu tangkis, tinju, dan atletik, tidak ada fenomena transfer lintas klub dan negara. Ini karena sepak bola telah menjadi pasar global, tempat pemain diperdagangkan layaknya komoditas. Ini bukan lagi sekadar olahraga. Ini bisnis besar.

Namun, sebagai suporter dan warga negara yang masih mencintai sepak bola sebagai warisan budaya dan jati diri, saya ingin mengajak kita semua untuk merayakan kemenangan Persib dengan cara yang dewasa dan positif. Mari jadikan kemenangan ini sebagai pengingat bahwa klub kuat adalah klub yang tidak tergantung pada pemain asing, melainkan membangun fondasi melalui pembinaan pemain muda lokal, akademi yang serius, dan keberanian memberi kepercayaan kepada darah-darah sendiri. Karena sejatinya, kemenangan paling membanggakan adalah ketika nama klub kita berjaya dengan wajah-wajah anak bangsa di lapangan. -ufa

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image