Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Anwar

Opini Publik tentang Simulasi Satu Arah di Pondok Cabe: Solusi Sementara atau Awal Perubahan?

Update | 2025-05-08 23:22:06
www.instagram.com/wargatangsel" />
Sumber : www.instagram.com/wargatangsel

Kemacetan yang terjadi di wilayah Pondok Cabe, Tangerang Selatan, bukanlah masalah baru. Selama bertahun-tahun, masyarakat telah hidup dalam bayang-bayang antrean panjang kendaraan, waktu tempuh yang tidak menentu, dan stres berkepanjangan akibat buruknya manajemen lalu lintas. Oleh karena itu, langkah pemerintah kota yang melakukan simulasi sistem satu arah sebagai bentuk rekayasa lalu lintas patut dicermati secara serius. Kami melihat kebijakan ini sebagai langkah awal yang potensial namun hanya akan efektif jika diiringi dengan komunikasi publik yang terbuka dan partisipatif.

Respon warga terhadap kebijakan ini sangat beragam. Ada yang menyambut baik karena merasa terbantu, tetapi tak sedikit yang menyuarakan keberatan karena merasa dirugikan. Ini menunjukkan satu hal penting: pengelolaan lalu lintas bukan hanya persoalan teknis, tapi juga sosial dan komunikatif. Dalam hal ini, kami bersepakat bahwa keberhasilan kebijakan sangat bergantung pada sejauh mana pemerintah mampu berkomunikasi secara transparan, mendengarkan aspirasi warga, dan merangkul partisipasi publik.

Teori komunikasi seperti Two-Step Flow menjelaskan bahwa opini publik tidak dibentuk secara langsung dari informasi yang disebarkan pemerintah, melainkan melalui peran opinion leader yang dipercaya oleh masyarakat. Dalam konteks Pondok Cabe, ini berarti tokoh masyarakat, komunitas lokal, dan bahkan para pengemudi ojek online bisa menjadi jembatan penting antara pemerintah dan publik. Di sisi lain, Agenda Setting menegaskan pentingnya peran media dalam membentuk kesadaran masyarakat. Ketika media lokal dan media sosial ramai membahas simulasi satu arah, publik menjadi lebih sadar dan terdorong untuk membentuk pendapat mereka sendiri.

Namun, komunikasi yang dibangun sejauh ini masih terkesan satu arah. Sosialisasi belum merata, kanal umpan balik belum optimal, dan evaluasi kebijakan belum melibatkan cukup banyak suara warga. Kami menilai pendekatan seperti ini berisiko menimbulkan resistensi, bahkan terhadap kebijakan yang sebenarnya baik. Oleh karena itu, kami mendorong pemerintah untuk tidak hanya menyampaikan kebijakan, tetapi juga mendiskusikannya secara terbuka dengan masyarakat.

Pemerintah perlu memanfaatkan beragam kanal komunikasi: dari media sosial, aplikasi pelaporan warga, hingga pertemuan langsung di lingkungan. Lebih dari itu, penting untuk menunjukkan bahwa aspirasi warga benar-benar didengar dan menjadi bahan pertimbangan dalam evaluasi kebijakan.

Simulasi satu arah ini seharusnya tidak berhenti sebagai solusi sementara. Kami percaya bahwa ini bisa menjadi titik awal transformasi sistem transportasi di kawasan Pondok Cabe, asalkan komunikasi publik dilakukan secara konsisten, inklusif, dan responsif. Bukan hanya demi kelancaran lalu lintas hari ini, tetapi juga demi membangun budaya transportasi yang berorientasi pada kolaborasi antara warga dan pemerintah di masa depan.

Tulisan ini ditulis oleh:

Muhammad Anwar, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta

Sa’i Tegar Pratitis, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta

Florensia Setya Ningrum, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image