Kiamat Sudah Dekat! (Tapi Belanda Masih Jauh)
Agama | 2025-05-07 12:54:02Setiap masuk Ramadhan, anak lelaki itu selalu cemas. Ia mengkhawatirkan hal-hal di luar jangkauan pemikiran anak kecil seumurannya.
Perang Dingin Amerika Serikat dan Uni Sovyet gidik gigil dunia dekade delapan puluhan. Yuri Gagarin boleh jadi insan pertama di luar angkasa, tapi Perang Bintang dimenangkan Apollo 11 sukses mendarat di Bulan. Lalu Challenger meledak! Dan Pratiwi Soedharmono batal budhal jadi astronot wanita pertama bangga seragam Merah Putih.
Tembok Berlin diruntuhkan. Kedua Jerman bersatu. Uni Eropa terbentuk. Meradang Beruang Merah, tak kuasa tahan belah. Yugoslavia menyusul ikut pecah. Sementara gelombang krisis moneter menghantam Asia Tenggara, tak terkecuali Indonesia.
Komet Halley melesat membelah malam di tahun delapan enam. Lalu Lapangan Tiananmen berdarah di Tiongkok tiga tahun kemudian. Bagai tali tasbih putus, untai butir berjatuhan saling susul cepat menjadi pertanda!
Panca Warsa merangkum tutup Pelita. Jenderal Besar mundur dari gelanggang. Repelita Kedua batal tinggal landas, meski dipimpin teknokrat insinyur kapal terbang. Impian Indonesia untuk maju tetap kandas, angan mengawang bak putus tali panjang layang-layang.
Setiap gulir Ramadhan, remaja tanggung itu cekat mengamat dan jeli membaca tanda-tanda zaman. Orde Baru yang menggusur Orde Lama gagal bendung Reformasi. Perubahan adalah keniscayaan. Reformasi tak terhindarkan menjadi kebutuhan.
Satu dekade Reformasi berlalu.
Perang Dunia mengintai menggayuti. Krisis Global memporanda menghantui. Menara Kembar runtuh pangkal tragedi. Wabah terus mutasi jadi Pandemi. Lama-lama manusia jadi... Zombi?
Di saat seperti ini, tak ayal ia teringat petuah kakeknya: "Eling lan Waspadha".
Eling hakikatnya ingat masa lalu. Ambil pelajaran dari peristiwa lampau yang telah terjadi. Waspadha gugah atensi. Langkah maju hati-hati, dengan perhatikan rambu dan teliti titi wanci, untuk mengantisipasi apa yang mungkin terjadi.
Kembali sua Ramadhan...
Bilal di corong musala kumandang pujian sebelum Tarawih. Jama'ah bangkit berdiri. Suara Imam gemetar, baca surat Al Infitar.
Si pemuda paruh baya terdistraksi shalat kala imaji ilustrasi dalam benak belalak mata melebar mulut menganga...
Langit membara, merah tembaga, hitam menjelaga! Retak, rentak, nyaris belah, hampir pecah! Dunia gempar terguncang! Mahapralaya jelang! Kelam pekat membayang!
Adakah petunjuk Langit dan tanda-tanda di Bumi kian jelas ejawantah? Berita besar tertakdir di Nubuat meniscaya jadi nyata?
Tahun ini? Tahun 2025 Masehi? 1446 Hijriyah? Berapa tersisa “Umur Umat Islam”?
Akankah pekik gelegar menyembilu lengking koyak angkasa, di tengah malam tepat paruh candra ini? Mungkinkah terjadi gerhana matahari di belahan purnama ini sasi? Atau gerhana rembulan semburat merah berdarah isyarat Malhamah Kubra akan segera terjadi?
Inikah gambaran kejadian Surat Al Zalzalah? Atau malah lebih parah...
"Al Qariah? Mal Qariah?
Wa maa adraka mal Qariah?"
Lelaki paruh baya sesunggukan di sisa sepertiga malam, lantun sendu serak lirih penggal ayat suci gambaran Kiamat.
Sementara jutaan saudara seiman nun di Palestina masih koyak sedu nestapa digempur prahara biadab Zionis, ambisi dirikan di bumi Ilahi Yerusalem, kerajaan pilihan Tuhan, Israel Raya?
Oh, Tuhan! Betapa milyaran manusia saling berperang, konon suci, menumpah darah, dengan mengatasnamakan Engkau?
Bilakah bumi terbelah di luar perbatasan dua kota kaum beriman? Menenggelamkan gemuruh pasukan berkuda pengejar "dia" yang paling dicari, diburu, dibenci, dirindui, lagi dinanti?
Untuk membawa radikal menyemesta perubahan, mengakhiri kedzaliman serta ketidakadilan? Di ujung zaman Kali Yuga penuh penderitaan?
Setiap habis Ramadhan, pria dewasa itu telan kecewa.
Agaknya belum sekarang. Tanda-tanda yang terjadi belum penuh tergenapi.
Sepertinya "dia" datang memang bukan tahun ini.
Ada yang menyebut Satrio Piningit, yang lainnya Ratu Adil, Heru Cakra, Messiah, Mesias, Al Masih, Juru Selamat, hingga Imam Mahdi!
Ia telah pelajari, hingga lelah, letih, payah, mencermati.
Betapapun akurat perhitungan angka Al Jumal, otak-atik gathuk numerik Gematria Ibrani, atau seberapa tepat nujum peramal Yunani, sihir berapi Majusi, ego logika Romawi, okultisme Kabbalah dan Voodoo Gypsy, protokolat Zionis, pewartaan Nasrani, atau mistisisme Islami, tak dapat mereka menerka misteri dan rahasia Ilahi....
Visi para cendekia lintas zaman, dari Nostradamus hingga Baba Vanga, dari Ali Samsu Zen ke Jayabaya hingga Ronggowarsito di tanah air. Tak ada yang bisa mendahului kehendak-Nya.
Ilahi Robbi...
Faghfirlii...
Dalam sujud lama usai witir larut malam ini, seolah kakek kesayangan yang telah tiada hadir kembali, membelai lembut kepala, sang pria yang bagi sang kakek masih tetap dulu anak lelaki...
"Mengapa kau gundah hati?"
"Tanda-tanda Kiamat kian dekat, Kek..."
"Bukan sudah dari dulu?"
"Tapi masih saja belum..."
"Memang apa yang kau cari? Biar saja Kiamat datang sendiri. Bahkan dahulu di zaman perang merebut dan mempertahankan kemerdekaan, Kakek selalu kelakar kepada rekan selaskar:
Hei, Kiamat boleh dekat! Tapi tenanglah, Belanda masih jauh!"
"Kakek lebih takut Belanda daripada Kiamat?"
"Tak ada yang perlu ditakuti, jika takut dan harap hanya pada Tuhan, Nak. Kau sibuk membaca tanda akhir zaman, sampai lupa mengisi hari-harimu dengan amal kebajikan. Bukankah kau ingat hadits Rasulullah SAW? Walaupun esok Kiamat, jika dalam genggammu biji tanaman, tetaplah terus menanam!
Mati hanya gapura, Nak. Gerbang menuju ke alam selanjutnya. Perjalanan masih panjang. Selagi masih di sini, persiapkanlah bekalmu.
Terlebih saat ini bulan Ramadhan. Bulan berlimpah pahala bagi yang sibuk Fastabiqul Khoirot, berlomba-lomba jadi juara dalam mengerjakan kebaikan. Perbaiki dirimu agar lebih baik dari hari kemarin, dan teruslah menyempurnakan dirimu, agar hari esokmu lebih baik dari hari ini, Cucuku...
Mati hanya gapura, dari asal kata Ghafura, artinya ampunan. Apa artinya hidup di alam ini jika pergi tanpa mendapat ampunan? Kala melewati pintu gerbang yang bernama Maut, Ajal, Mati?
Ramadhan Syahrul Maghfirah, bulan penuh ampunan. Segera taubat dan kembalilah bangkit semangat!
Kiamat boleh sudah semakin dekat, perang akhir zaman boleh jadi tidak terhindarkan, tapi bagi yang teguh tauhid bak menggenggam bara dalam iman, apatah gerangan mesti ditakutkan?
Ya, apa ditakutkan, jika innaLlaha ma'ana...
Jika sesungguhnya Tuhan senantiasa membersamai kita.
Pasrah, berserah, tawakal, ikhlas ridho saja kepada apapun kehendak-Nya.
Manusia hanya seonggok wayang.
Tuhan jua Sang Tersejati Sutradalang.
Lakukan saja peran dalam lakonmu dengan sebaik-baiknya.
Ujung kisah biar Dia saja yang menentukannya.
Renungkanlah...
Kakek pamit."
Pria mendadak kesiap.
Astaghfirullahal adziim!
"Kakek?!"
Dilihat jam di dinding, tepat pukul 1.11...
Ayat 1 Surat 11...
Satu petunjuk lagi?!
Segera dibuka Mushaf...
Surat Hud ayat 1 itu berbunyi:
"Alif Lam Ra.
(Inilah) Kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi kemudian dijelaskan secara terperinci, (yang diturunkan) dari sisi (Allah) Yang Mahabijaksana, Mahateliti".
Ya. Teliti...
Mulo titenono Yo Le...
Wis Titi Wancine...
Titi Kolo Mongso...
Ndang Gek Siapo!
Haa-haa-haa-haa...
Gema suara kakek menjauh raib dalam keheningan malam...
Tandya, Eyang!
Cucunda siap melanjutkan berjuang!
Bismillah...
Biidznillah...
Insya Allah![]
---
Dhimas Wisnu Mahendra.
Hamba Allah.
Abdi Negara “Nyambi” Abdi Budaya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
