Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fathan Ananta

Etika Periklanan: Kunci Kepercayaan Konsumen di Era Digital

Eduaksi | 2025-05-07 10:27:54

Ketika kita sebagai manusia ingin membeli sebuah produk baik beli secara langsung ataupun via online, pastinya langkah pertama yang dilakukan yaitu melihat iklan dari produk yang ingin kita beli/cari. Biasanya kita menonton iklan sebuah produk yang ingin kita ketahui mulai dari “apa kelebihan produk tersebut” hingga “apa kekurangan dari produk tersebut. Namun jika dilihat dari banyaknya iklan produk pasti masing masing menonjolkan keunggulan,keunikan, dan kehebatan dari produknya, tapi apakah semua iklan itu sudah sesuai dengan etika dalam beriklan?. Di tahun 2025 dunia periklanan sudah berubah jauh lebih modern, tetapi etika kerap menjadi hal utama yang dikorbankan untuk menarik perhatian dan meraih keuntungan.

Yang kerap kita ketahui, peran iklan dalam memasarkan produknya dapat mempengaruhi banyak aspek terhadap calon pembeli, karena iklan sejatinya merupakan sarana atau cara berkomunikasi untuk membujuk atau mempersuasif seseorang. Namun dalam praktiknya terdapat produk yang beriklan tidak mengedepankan nilai nilai etika periklanan, sehingga terdapat beberapa konsumen yang jadinya tertipu akibat dari iklan yang tidak mengedepankan etika.

Jika etika tidak diterapkan saat beriklan tentunya hal ini berdampak pada kepercayaan calon pembeli terhadap produk tersebut, karena dilansari pada Buku Ajar Pengantar Periklanan (2020) karya Finnah Fourqoniah dan M.Fikry Aransyah menerangkan bahwa etika periklanan dapat diartikan sebagai perilaku yang benar atau baik dalam menjalankan fungsi iklan. Maka sebuah produk saat melakukan periklanan harus dapat mengedepankan etika dan moral.

Terdapat beberapa prinsip prinsip dalam etika periklanan yang cerminan langsung dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI), sebagai berikut :

1. Kebenaran (Truthfulness), prinsip ini mengharuskan iklan menyampaikan informasi yang benar dan jujur. Iklan tidak boleh yang menyesatkan atau dibuat berlebihan

2. Keadilan (Fairness), dalam iklan tidak boleh saling merendahkan atau menjatuhkan produk pesaing, karena prinsip ini menekankan persaingan yang sehat

3. Tanggung jawab sosial, sebagaimana semestinya iklan dapat memiliki dampak terhadap masyarakat sehingga iklan tidak diperbolehkan mengandung unsur seperti diskriminasi, pornografi atau hal hal yang melanggar norma

Walau sudah memiliki prinsip prinsip dalam etika periklanan, masih saja terdapat iklan produk yang melanggar atau melenceng dari prinsip prinsip tersebut. Seperti dapat diketahui juga di Indonesia terdapat lembaga yang mengatur serta mengawasi iklan supaya sesuai dengan etika dan norma yang berlaku yaitu oleh Dewan Periklanan Indonesia (DPI) yang menciptakan pedoman beriklan bernama Etika Pariwara Indonesia (EPI). EPI mengatur semua jenis dan aspek etika untuk produk melakukan iklan yang sehat.

Seperti contoh terdapat bentuk iklan yang menyesatkan dengan menggunakan teknik clickbait, berupa judul judul seperti “Dokter tercengang melihat efek obat ini” atau “rahasia artis ini cantik hanya dari obat berikut”. Hal hal seperti ini dapat mendorong minat calon pembeli meningkat yang padahal iklan tersebut sudah membohongi banyak masyarakat

Didalam amandemen Etika Pariwara Indonesia (EPI) tahun 2020, halaman 31 yang membahas tentang iklan obat obatan. Supaya calon pembeli tidak tertipu atau tidak salah memilih untuk mengkonsumsi obat, di EPI menjelaskan bahwa iklan obat obatan tidak boleh menjanjikan kemampuan untuk menyembuhkan penyakit, iklan obat obatan tidak boleh menggunakan kata kata yang berlebihan seperti “aman” “tidak berbahaya” “bebas efek samping”.

Dalam aspek ini bukan hanya pengiklan yang menjadi tanggung jawab tetapi semua pihak, yaitu:

1. Pengiklan, harus menyadari bahwa keuntungan jangka pendek tidak sebanding jika kita tetap menjaga kepercayaan publik hingga ke masa depan

2. Biro iklan, harus berani menolak konsep yang tergolong melanggar nilai etika

3. Media, peran media disini sebagai penyaring konten sebelum akhirnya ditayangkan kepada masyarakat

4. Pemerintah dan lembaga pengawas, dalam hal ini KPI dan DPI harus dapat lebih tegas dalam menindak lanjuti iklan yang tidak beretika

5. Konsumen, dalam hal ini kita sebagai konsumen yang menerima iklan harus lebih kritis dan tidak mudah percaya begitu saja.

Dengan adanya EPI dalam mengatur etika dalam beriklan, tentu saja dapat membantu calon pembeli memilih dengan tenang sebuah produk dari iklan yang ditonton tanpa harus takut apakah produk yang diiklankan sesuai atau tidak. Sebab iklan yang etis bukan hanya mementingkan untuk membangun reputasi merek, tetapi juga bagaimana sebuah iklan dapat menciptakan masyarakat yang lebih sehat secara moral dan sosial.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image