Kreativitas Vs Penyesatan dalam Iklan? Ini Pentingnya Etika Periklanan
Bisnis | 2025-05-07 10:17:49
Pernahkan kalian mendengar atau melihat tawaran produk seperti “Diskon 50% hanya hari ini!”, dan “Kulit cerah berseri selama 8 jam”, atau visual produk dalam iklan tidak sesuai ketika sudah sampai tangan. Tentu hal-hal menarik seperti itu sudah tidak asing lagi bagi kita para konsumen. Namun sayangnya, perkataan manis yang terlihat meyakinkan belum tentu jadi kenyataan. Inilah bentuk kreativitas dalam iklan yang menyesatkan, terlihat meyakinkan tetapi hanyalah perkataan yang mengecewakan.
Di era ini, persaingan bisnis yang ketat menjadi suatu tantangan bagi para pembisnis untuk memajukan usahanya. Tidak hanya menghasilkan produk berkualitas, tetapi juga harus membangun strategi dan kreativitas. Akan tetapi, tidak sedikit brand yang cukup hanya dengan meyakinkan saja, melainkan juga memanipulasi dengan kreativitas yang mereka bentuk. Seperti overclaim, visual yang tidak sesuai produk aslinya, dan sebagainya yang terkadang tidak disadari oleh calon konsumen.
Terdapat beberapa sektor yang dapat dijadikan contoh, seperti iklan produk kecantikan yang menjanjikan kulit bersih berseri dalam waktu singkat yang sebenarnya hampir mustahil. Pada produk makanan, biasanya gambar dalam iklan yang disajikan berbeda dengan bentuk makanan aslinya. Bahkan pada e-commerce, produk yang sampai ke tangan konsumen sering kali tidak sepenuhnya sama seperti pada gambar produk yang diiklankan.
Kekecewaan tidak hanya menjadi salah satu dampak dari iklan-iklan yang menyesatkan, melainkan kerugian finansial dan juga kerugiaan bagi kesehatan apabila produk yang ditawarkan benar-benar tidak sesuai klaim. Jika sudah disadari, hal ini tentunya menodai kepercayaan publik kepada industri periklanan di Indonesia.
Secara hukum di Indonesia, dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, sudah melarang iklan yang menyesatkan. Seperti pada Pasal 10 perbuatan yang dilarang oleh pelaku usaha, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai : (a) harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa; (b) kegunaan suatu barang dan/atau jasa; (c) kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa; (d) tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan; (e) bahaya penggunaan barang dan/atau jasa. Selain itu pada Pasal 45 Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Maka, lembaga seperti KPI dan BPOM juga memiliki wewenang untuk menindaklanjuti pelanggaran tersebut. Akan tetapi, sayangnya pengawasan sering kali masih lemah dan tidak memberikan efek jera bagi para pelanggarnya.
Strategi dan kreativitas dalam beriklan memang diperlukan, tetapi tidak baik jika dimanfaatkan menyesatkan publik demi keuntungan sendiri. Industri atau pelaku bisnis harusnya membentuk iklan yang jujur, dapat dipertanggung jawabkan, tidak bertentangan dengan hukum, dan dijiwai oleh asas persaingan yang sehat. Karena hal-hal itulah yang dapat menarik loyalitas konsumen terhadap suatu produk dan industri.
Itulah mengapa kesadaran dalam etika periklanan diperlukan bagi tiap indusri atau pelaku bisnis. Etika periklanan merupakan suatu prinsip nilai moral yang harus dipatuhi dalam beriklan, karena bertujuan agar iklan lebih dari sekedar efektif, tetapi juga menjadi iklan yang jujur, bertanggung jawab, dan tidak menyesatkan konsumen.
Sebagai konsumen, kita harus lebih kritis terhadap produk yang ingin kita beli. Jangan mudah tertipu oleh perkataan manis dan meyakinkan namun tidak bisa menjadi kenyataan. Baca syarat dan ketentuan dengan teliti. Karena visual dan kalimat-kalimat indah yang terlihat meyakinkan, bisa saja sebenarnya hanya harapan yang tidak akan menjadi kenyataan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
