Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rifandi

Menjaga Nalar Publik: Pentingnya Kepatuhan Terhadap Etika Iklan

Edukasi | 2025-05-07 02:10:53
Sumber : Goggle

Di era digital yang penuh kebisingan ini, masyarakat Indonesia disuguhi oleh ratusan pesan iklan setiap harinya. Dari media sosial, televisi, billboard, hingga podcast, Iklan hadir nyaris tanpa jeda. Di balik gempuran pesan komersial itu, ada pertanyaan penting yang perlu kita renungkan bersama: sejauh mana iklan-iklan itu menghargai nalar publik?

Iklan tidak hanya membujuk agar produk dibeli. Lebih dari itu, iklan membentuk persepsi, menciptakan standar sosial, bahkan memengaruhi gaya hidup dan nilai-nilai. Ketika iklan tidak lagi berpijak pada kebenaran, melanggar norma, dan mengeksploitasi emosi tanpa etika, nalar publik terancam. Masyarakat bisa menjadi lebih mudah percaya tanpa berpikir kritis, menerima informasi tanpa menguji logika.

Di sinilah pentingnya kepatuhan terhadap Etika Pariwara Indonesia (EPI), Pedoman etis yang disusun oleh Dewan Periklanan Indonesia dan berlaku bagi seluruh pelaku industri komunikasi. EPI mengatur bahwa iklan harus jujur, tidak menyesatkan, menghormati nilai sosial dan budaya, serta tidak merugikan konsumen secara langsung maupun tidak langsung.

Namun, pelanggaran tentang iklan masih sering terjadi. Contohnya seperti beberapa Iklan sebuah produk kesehatan dengan klaim penyembuhan yang tidak dapat dibuktikan, promosi kecantikan yang membentuk standar fisik yang tidak realistis, sebagai daya tarik tanpa pertimbangan etis yang memadai—semua ini masih terlihat di ruang publik kita.

Iklan yang tidak etis bukan hanya menyesatkan, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap media, merek, dan bahkan profesi komunikasi itu sendiri. Sebaliknya, iklan yang menjunjung etika akan membangun reputasi jangka panjang, memperkuat hubungan dengan konsumen, dan berkontribusi terhadap ekosistem informasi yang sehat.

Tentu saja, etika bukan penghalang kreativitas. Justru dalam batasan itulah kreativitas diuji. Menciptakan iklan yang menarik, menyentuh, namun tetap jujur dan bertanggung jawab, adalah tantangan yang seharusnya dihadapi dengan profesionalisme.

Kepatuhan terhadap etika iklan tidak bisa ditawar-tawar. Ini merupakan bentuk tanggung jawab moral, bukan hanya pada konsumen, tetapi juga pada bangsa ini. Karena jika iklan dibiarkan melanggar etika, maka kita pun sedang membiarkan nalar publik dikikis pelan-pelan oleh pesan-pesan yang manipulatif.

Sudah saatnya untuk seluruh pelaku industri periklanan-pengiklan, agensi, media, berbenah dan menjadikan etika sebagai prioritas, bukan sekadar formalitas. Dan bagi masyarakat, saatnya menjadi konsumen informasi yang lebih sadar dan kritis.

-Rifandi - (22010400199)

Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Jakarta

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image