Etika Periklanan: Menjaga Kepercayaan di Tengah Arus Informasi
Teknologi | 2025-05-06 07:20:46Di era digital yang serba cepat ini, iklan hampir ada di setiap sudut kehidupan kita. Dari pop-up di layar ponsel hingga banner di media sosial, kita dikelilingi oleh informasi yang tak terhitung jumlahnya. Namun, dengan begitu banyaknya informasi yang masuk, ada satu hal yang perlu lebih diperhatikan oleh para pengiklan: etika. Etika dalam periklanan bukan hanya soal aturan moral yang harus diikuti, tetapi juga tentang membangun dan menjaga kepercayaan audiens, yang kini lebih kritis dan sadar akan apa yang mereka lihat.
Di dunia yang semakin transparan ini, konsumen semakin cerdas dan selektif. Mereka tidak hanya membeli produk karena harga atau fitur yang ditawarkan, tetapi juga karena nilai-nilai yang ditonjolkan oleh sebuah merek. Iklan yang dibuat tanpa mempertimbangkan etika akan lebih mudah terlihat sebagai manipulasi daripada komunikasi yang sehat.
Masyarakat kini tidak lagi hanya menerima iklan begitu saja. Media sosial dan forum diskusi memberi ruang bagi konsumen untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka. Ketika sebuah merek atau produk dianggap menyesatkan, tidak jujur, atau bahkan mengeksploitasi emosi konsumen, efeknya bisa sangat merugikan bagi reputasi brand tersebut. Oleh karena itu, menjaga etika dalam periklanan bukan sekadar pilihan, melainkan keharusan untuk menjaga kepercayaan publik.
Ada banyak contoh di mana iklan melanggar prinsip etika. Salah satunya adalah iklan yang berlebihan dalam menjanjikan hasil. Misalnya, iklan produk kecantikan yang menjanjikan kulit sempurna hanya dalam semalam atau obat diet yang dapat menurunkan berat badan secara drastis tanpa usaha. Meskipun tampak menarik bagi audiens, klaim seperti ini berpotensi merusak kepercayaan dan membuat konsumen merasa tertipu ketika hasil yang dijanjikan tidak tercapai.
Periklanan digital memiliki tantangan tersendiri. Iklan yang disampaikan melalui media sosial atau aplikasi mobile sering kali memanfaatkan algoritma untuk menargetkan audiens yang spesifik. Walaupun hal ini meningkatkan efisiensi, ada pula potensi penyalahgunaan. Iklan yang menargetkan audiens secara berlebihan atau yang menggunakan data pribadi tanpa izin untuk memperhalus pesan, bisa melanggar prinsip privasi dan merusak hubungan kepercayaan antara brand dan konsumen.
Selain itu, iklan berbasis klikbait atau judul yang mengecoh juga semakin banyak ditemukan di dunia digital. Terkadang, judul yang sensasional tidak sesuai dengan konten yang disajikan dalam iklan atau artikel tersebut. Hal ini tentu merusak kredibilitas dan memberi kesan bahwa tujuan utama iklan hanyalah untuk mendapatkan klik, tanpa mempertimbangkan kualitas informasi yang diberikan.
Lalu, jika kita sebagai pegiklan atau pemasar hal yang harus menikuti pedoman etika periklanan, Pertama-tama, penting untuk selalu memastikan kejujuran dalam setiap pesan yang disampaikan. Klaim yang dibuat dalam iklan harus didasarkan pada bukti yang nyata dan dapat dipertanggungjawabkan. Tidak ada ruang untuk informasi yang menyesatkan, apalagi jika itu berkaitan dengan kesehatan atau keselamatan.
Selain itu, periklanan harus lebih berempati dan sensitif terhadap isu-isu sosial. Alih-alih memanfaatkan ketakutan atau rasa tidak aman audiens, iklan yang baik seharusnya menawarkan solusi yang positif dan memberdayakan. Merek yang menyuarakan pesan inklusif, menghargai keberagaman, dan memperhatikan dampaknya terhadap masyarakat akan lebih dihargai oleh konsumen yang kini semakin kritis dan memiliki kesadaran sosial tinggi.
Nama Penulis : Nida Aisyah (22010400172)
Institusi : Universitas Muhammadiyah Jakarta
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
