Siapa Idolamu?
Agama | 2025-05-05 05:42:28
Banyak kita mengidolakan seseorang, baik itu tokoh, pahlawan, pemimpin negeri, artis atau siapapun yang kita kagumi dan mampu menginspirasi. Beberapa hal yang menjadikan kita gandrung pada sang idola, yaitu karena pemilihan busananya, sikap, wajah, keputusannya, gaya hidup, atau hal lain yang menarik perhatian seseorang. Hal ini sejalan dengan era digitalisasi yang semakin masif, hingga menampilkan beragam pesona yang terindera oleh netizen.
Begitu pula halnya pada para remaja, mereka memerlukan idola dalam perjalanan tumbuh kembangnya. Kadang mereka menduplikasi seluruh keseharian pujaan hatinya, tak peduli baik atau buruk. Memang tidak sepenuhnya salah, sebab ada juga yang mengidolakan ayah atau ibunya, saat mereka merasakan curahan kasih sayang yang tak terhingga yang didapat dari orang tuanya.
Maka perlu panduan dan arahan yang tepat, agar tak keliru mengambil pribadi yang mereka jadikan sebagai sandaran. Apalagi kini masa bergeser, tidak hanya remaja, anak-anak berseragam putih merah pun mulai ikut-ikutan gaya hidup idolanya.
Hanya saja tak semua yang ditayangkan di dunia maya sebagai gambaran nyata (real picture) sang idola. Bisa jadi kamuflase belaka, di dunia yang penuh tipu-tipu. Di depan kamera tampak apik, berbeda dengan di balik layar. Dorongan untuk terkenal, menjadikan ketulusan tak berarti lagi. Pun menjauhkan kesadaran seseorang dari kewajiban melekatkan berkepribadian Islam sesuai arahan Ilahi Rabbi pada diri pribadi.
Hingga dapat kita jumpai adanya publik figur yang menjadi corong pemikiran rusak, seperti liberalisme, sinkretisme, moderasi, dan sebagainya. Perlu filter agar generasi tak menelan mentah-mentah semua sajian di dunia maya maupun nyata. Pasalnya, masyarakat maupun negara, tak menopang tegaknya hukum Allah. Hingga keimanan menjadi ranah privat, yang harus dijaga masing-masing individu.
Maka kita perlu menambah asupan ilmu agar dapat menyaring informasi yang masuk. Pun agar dapat melihat, sosok mana yang patut diteladani dengan pengkhidmatan yang tepat. Tujuannya agar setiap muslim memiliki visi dan misi yang benar, dan tahu pasti ke mana arah tujuan hidupnya. Pun pada akhirnya, mereka tidak sembarang mengidolakan seseorang. Apalagi jika sang idola tadi ternyata adalah musuh Islam.
Sebagaimana Mustafa Kemal At-Taturk, tokoh pembaharu Turki, ia banyak dijadikan panutan dari kalangan kaum muslim sendiri. Padahal sejatinya Kemal At-Taturk adalah musuh besar Islam, sekaligus tokoh kunci penghancuran Daulah Islam terakhir yaitu Kekhilafahan Utsmani pada tahun 1924 Masehi. Ia membuat sistem pemerintahan menjadi sekuler, begitu pun seluruh aturan negara.
Tidak hanya merombak bentuk pemerintahan, ia juga merubah Undang-Undang Dasar dan Perundang-undangan yang semula bersandar pada sumber hukum Islam. Hal ini berpengaruh secara nyata dalam kehidupan kaum muslim pada waktu itu hingga sekarang, yang beranjak meninggal syariat, sedikit demi sedikit. Sebab asas sekularisme adalah pemisahan agama dari kehidupan (fashludin a'nil hayah)
Demi modernisasi Turki, segala yang berasal dari Islam, ia tinggalkan. Ia mengganti azan, tidak lagi menggunakan lafazh Arab, tetapi menggunakan Bahasa Turki. Alfabet Arab, dia ganti pula dengan Latin. Ia pun memerintahkan muslimah menanggalkan pakaian luarnya, jilbab dan khimar, saat berada di kehidupan umum (hayatul am). Ia juga melakukan reformasi besar-besaran di bidang budaya, sosial, agama, ekonomi, dan seluruh aspek kehidupan. Alhasil wajah Islam tak tampak lagi di wilayah yang semula merupakan Ibukota Daulah. Maka seorang muslim sejatinya tak layak menjadikannya sebagai idola.
Sungguh miris jika kaum muslim salah menyikapi perkara. Baik atau buruk, benar atau salah, seharusnya diletakkan pada perintah dan larangan Allah SWT semata. Seluruh keputusan seorang muslim wajib senantiasa mengacu ke sana. Karenanya perlu membentuk pemikiran yang benar melalui edukasi yang disertai penancapan akidah, agar muncul pemahaman yang sahih.
Saat mafhum seseorang berada dalam bingkai Islam, maka perbuatan (suluk) yang muncul pun akan selaras dengan aturan Allah SWT. Benci dan cintanya seseorang, akan sesuai dengan pemahaman yang benar, yaitu berlandaskan keimanan.
Maka inilah yang menjadi agenda besar kaum muslim, yakni penerapan Islam secara kaffah yang akan melahirkan pribadi unggulan atau umat terbaik (khairu ummah). Pribadi yang dibentuk dari aqliyah Islam dan nafsiyah Islam, yang tumbuh dari penerapan Islam kaffah dengan tiga pilar penopangnya yaitu individu, masyarakat dan negara.
Pribadi ini akan sadar bahwa perannya di dunia semata-mata adalah untuk menjaga agama Allah. Hingga ia pun menyandarkan kehidupannya kepada Islam, dan seluruh aktivitas berputar pada poros dakwah Islam. Al mar-u ma'a man ahabba.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
