Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syahgina Oktalia

Kasus Pelecehan Seksual Dokter PPDS UNPAD dan Tantangan Bagi Media Untuk Pemberitaan Kekerasan Seksual

Info Terkini | 2025-04-26 21:46:17
Ilustrasi Pelecehan Seksual (Retizen)

Profesi Dokter merupakan profesi yang sangat dibanggakan dari tahun ke tahun bagi masyarakat khususnya di Indonesia. Namun apa jadinya jika seorang Dokter melakukan hal yang melanggar kode etik profesi sebagai dokter, bahkan pelanggaran tersebut menjadi keresahan baik bagi masyarakat maupun individu yang menjadi korban dalam pelanggaran tersebut?

Kasus pelecehan seksual yang sedang viral akhir-akhir ini melibatkan dokter yang sedang menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi dari Universitas Padjajaran Bandung. Dari berbagai informasi yang sudah bermunculan di publik menimbulkan pertanyaan baru dan penting, sejauh mana media menjalankan fungsi jurnalistiknya secara etis dalam memberitakan kasus sensitif seperti ini?

Identitas Korban dan Pelaku, Di Mana Batasannya?

Jika melihat kembali dari Kode Etik Jurnalistik Indonesia, sudah sangat jelas sekali bahwa identitas dari korban kekerasan seksual harus dilindungi. Dalam hal ini jurnalistik sudah menjalankan Kode Etik tersebut, sampai hari ini identitas korban tidak terungkap secara gamblang di publik. Namun dari sisi pelaku ada hal yang dianggap melanggar kode etik tersebut, yaitu mengungkap identitas Istri dari pelaku. Media sosial sangat ramai mengungkap wajah Istri dari pelaku, hal ini menjadi sesuatu yang kurang etis dikarenakan bisa jadi sang Istri juga pasti memiliki rasa malu, menyesal, sedih, dan sebagainya. Sebagai seorang Jurnalis seharusnya hanya fokus pada kasusnya saja dan tidak melebar ke ranah pribadi bahkan sampai mengungkap sesuatu yang menimbulkan kericuhan di media sosial.

Transparansi Dalam Proses Penyelidikan

Selama proses penyelidikan dalam kasus pelecehan seksual ini harus dilakukan secara transparansi. Maksudnya adalah Jurnalis penting sekali menyampaikan informasi secara terbuka dan jujur, hal ini setidaknya bisa membantu khalayak untuk mendapatkan informasi yang sebenar-benarnya. Transparansi dalam menyampaikan berita juga memberikan pengaruh kepada pihak korban dan keluarganya agar mereka bisa mendapatkan keadilan, juga memberikan efek jera bagi pelaku agar dapat menerima sanksi sosial karena perbuatannya. Tindakan ini juga sudah ada dalam kode etik jurnalistik yang seharusnya para jurnalis juga bisa melakukannya sesuai dengan ketentuan tersebut.

Pelecehan seksual bukan hanya isu hukum, tetapi juga sudah menjadi isu kemanusiaan. Dalam banyak kasus, korban mengalami trauma berkepanjangan, bahkan jauh sebelum mereka berani bersuara. Ketika sampai akhirnya mereka dengan berani membuka suara untuk melaporkan, sering kali media media menjadi pihak pertama yang membentuk persepsi publik atas kasus tersebut.

Jurnalis juga perlu memahami bahwa pemberitaan mengenai pelecehan seksual bukan hanya melaporkan peristiwanya saja melainkan harus bisa menghadirkan perspektif ahli baik dalam bidang psikolog, aktivis, hukum, dan lainnya yang memiliki kepentingan dalam kasus tersebut. Penting bagi setiap organisasi media untuk memiliki pedoman internal yang jelas mengenai peliputan kasus pelecehan seksual. Pedoman yang tidak hanya mengatur teknis peliputan, tetapi juga mencerminkan sikap moral institusi terhadap isu ini.

Menjadi Jurnalis berarti memberikan kepercayaan kepada publik. Dalam isu sesensitif pelecehan seksual, kepercayaan itu harus diiringi dengan integritas dan keberanian dalam menulis berita. Media bukan hanya sebagai penyalur informasi, namun media adalah sebuah agen perubahan sosial. Sudah waktunya kebijakan media mencerminkan hal tersebut.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image