Saat Hal Kecil Jadi Besar: Belajar Menjadi Samudera
Kolom | 2025-04-26 11:45:34
Ada satu pertanyaan sederhana, tapi dalam: Bagaimana jika istri kita terus mempermasalahkan hal-hal kecil?
Mungkin kita tersenyum getir mendengarnya, karena dalam perjalanan rumah tangga, siapa di antara kita yang tidak pernah mengalaminya? Ada saja hal kecil — perkara meja makan, tumpukan baju, atau kata-kata yang salah di waktu yang tidak tepat — yang tiba-tiba membesar, seolah menenggelamkan keheningan yang tadinya indah.
Tetapi, di sinilah justru Allah ingin mengajari kita: rumah tangga bukan tentang siapa yang lebih benar, melainkan siapa yang lebih besar jiwanya.
Sakinah Itu Bukan Hadiah, Tapi Perjuangan
Allah berfirman:
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya antara kalian mawaddah dan rahmah." (Ar-Rum:21)
Ketenteraman, cinta, dan rahmat itu tidak turun dari langit begitu saja. Ia harus dirawat, dipelihara, bahkan kadang diperjuangkan dengan cucuran air mata. Setiap kali ada masalah kecil, jangan buru-buru berfikir, "Istriku ini kok memperbesar masalah sih?" Tanyakanlah lebih dahulu, "Apakah aku sudah menjadi tempat ternyaman untuk keluh kesahnya?"
Karena sering kali, yang tampak seperti "mempermasalahkan hal kecil" itu sesungguhnya adalah jeritan kecil hati yang lelah, butuh perhatian, butuh dipeluk dalam pengertian, bukan dalam perdebatan.
Jadilah Samudera, Bukan Karang yang Kasar
Rumah tangga itu seperti bahtera di tengah lautan. Tak ada kapal yang selamanya berlayar dalam cuaca cerah. Ada saatnya ombak kecil mengguncang, ada saatnya hujan rintik membuat perjalanan terasa berat.
Lalu apa tugas kita? Bukan melawan ombak kecil itu dengan amarah. Tapi menjadi samudera yang lebih luas dari gelombang itu sendiri.
Allah mengajarkan sabar:
"Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar." (Al-Anfal:46)
Mengajarkan maaf:
"Maka maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka." (Ali 'Imran:159)
Dan mengajarkan kelembutan:
"Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik." (Fussilat:34)
Sabar, maaf, dan kelembutan. Tiga kunci yang bisa mengubah rumah yang gaduh menjadi rumah yang damai. Tiga kunci yang mengubah pria biasa menjadi pemimpin sejati di mata istrinya.
Pelajaran dari Nabi: Tersenyum Saat Diuji
Mari lihat teladan kita, Rasulullah ﷺ.
Beliau tidak pernah memperbesar masalah kecil. Ketika Aisyah r.a. cemburu, atau ketika istrinya kadang bersikap keras, beliau tidak membalas dengan kemarahan. Beliau justru merespons dengan senyum, dengan doa, dengan memeluk kelemahan itu dalam cinta.
Rasulullah ﷺ mengajarkan kita: Bukan menaklukkan istri yang membuat seorang lelaki mulia, tapi menaklukkan egonya sendiri.
Strategi Kecil, Tapi Besar Hasilnya
Kalau kita mau memperbaiki rumah tangga, mulailah dengan langkah kecil ini:
- Sabar dan tenang, walau hati gemuruh.
- Bicara dengan lembut, bukan dengan nada tinggi.
- Memaafkan cepat, tanpa menunggu minta maaf.
- Cari waktu tenang untuk berdialog, bukan saat hati panas.
- Berdoa bersama, mengikat kembali hati di hadapan Allah.
Karena sesungguhnya, masalah kecil akan terasa kecil bila hati kita lebih besar dari masalah itu.
Penutup: Menjadi Bahtera Cinta
Dalam hidup berumah tangga, tidak semua luka harus dibalas luka. Tidak semua keluhan harus dijawab dengan bantahan. Kadang, cukup dengan memeluk. Kadang, cukup dengan berkata: "Aku di sini untukmu."
Ingatlah selalu:
"Dan balasan kejahatan adalah kejahatan yang setimpal. Tetapi siapa yang memaafkan dan memperbaiki, maka pahalanya di tangan Allah." (Asy-Syura:40)
Maka, mari kita belajar menjadi samudera. Karena rumah yang damai adalah rumah yang dibangun bukan dengan amarah, tapi dengan kesabaran dan cinta. Dan di situlah Allah menitipkan kebahagiaan yang tidak bisa dibeli dunia.
Bismillah... Semoga setiap langkah kecil sabarmu hari ini menjadi taman-taman surga esok hari.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
