Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ahmad kifli Syafei

Reformasi Struktur Pajak di Era Pemerintahan Baru: Antara Keberlanjutan dan Keadilan

Politik | 2025-04-24 13:02:44


PendahuluanPerpajakan merupakan instrumen vital dalam kehidupan bernegara. Tidak hanya sebagai sumber penerimaan negara, pajak juga menjadi alat rekayasa sosial dan ekonomi yang dapat diarahkan untuk menciptakan keadilan serta mendorong pembangunan berkelanjutan. Di era pemerintahan baru, tuntutan untuk mereformasi struktur pajak semakin mengemuka, terlebih di tengah dinamika global dan domestik yang terus berubah. Isu-isu seperti ketimpangan sosial, ketergantungan pada sumber daya alam, digitalisasi ekonomi, serta komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan (SDGs) menjadi sorotan utama dalam merancang kebijakan pajak ke depan.Reformasi pajak bukanlah semata soal menaikkan atau menurunkan tarif. Ini tentang membangun sistem perpajakan yang adil, efisien, inklusif, dan adaptif terhadap perubahan zaman. Oleh karena itu, reformasi struktur pajak di era pemerintahan baru harus mampu menjawab dua tantangan utama: keberlanjutan fiskal dan keadilan sosial-ekonomi. Esai ini akan menguraikan urgensi, tantangan, dan arah kebijakan yang perlu diambil dalam mewujudkan reformasi struktur pajak yang berkelanjutan dan berkeadilan.I. Urgensi Reformasi Struktur Pajak1. Menjawab Tantangan Penerimaan NegaraPenerimaan pajak Indonesia masih tergolong rendah dibanding negara-negara peer group. Rasio pajak terhadap PDB (tax ratio) dalam beberapa tahun terakhir stagnan di kisaran 9-11%, jauh di bawah rata-rata negara OECD yang mencapai 30% lebih. Ini menunjukkan adanya potensi penerimaan yang belum tergarap optimal, baik karena kepatuhan yang rendah, basis pajak yang sempit, maupun masih dominannya sektor informal.Tanpa perbaikan struktur pajak, pemerintah akan terus menghadapi kesenjangan fiskal (fiscal gap) yang menyulitkan pembiayaan pembangunan jangka panjang. Terlebih, kebutuhan belanja negara untuk pendidikan, kesehatan, infrastruktur hijau, dan perlindungan sosial akan terus meningkat.2. Mendorong Transformasi EkonomiIndonesia tengah menuju visi Indonesia Emas 2045, yang mengandalkan pertumbuhan ekonomi berbasis inovasi dan keberlanjutan. Struktur pajak yang saat ini masih bertumpu pada sektor-sektor konvensional, seperti ekstraktif dan konsumsi, tidak cukup mendukung agenda transformasi ekonomi tersebut. Reformasi dibutuhkan agar struktur pajak lebih pro-investasi, mendorong produktivitas, serta mendukung pengembangan ekonomi hijau dan digital.3. Mengurangi Ketimpangan dan Meningkatkan Keadilan SosialSistem pajak yang ideal adalah yang bersifat progresif, di mana beban pajak meningkat seiring dengan kemampuan membayar. Namun kenyataannya, banyak kebijakan perpajakan saat ini masih bersifat regresif, misalnya melalui pajak tidak langsung seperti PPN yang dibebankan merata pada semua lapisan masyarakat.Tanpa reformasi, sistem perpajakan justru bisa memperparah ketimpangan. Padahal, pajak seharusnya menjadi alat distribusi ulang kekayaan (redistribution of wealth) untuk menciptakan keadilan sosial.4. Menyesuaikan dengan Perkembangan Ekonomi Digital dan GlobalisasiEra digital membawa perubahan besar pada model bisnis dan pola konsumsi. Transaksi lintas batas menjadi semakin mudah, namun menciptakan tantangan baru dalam pemajakan, khususnya terkait pemajakan perusahaan digital yang tidak memiliki kehadiran fisik (nexus) di negara tertentu.Struktur pajak yang lama tidak cukup relevan untuk mengakomodasi fenomena ini. Oleh karena itu, reformasi harus mempertimbangkan dinamika perpajakan internasional, termasuk implementasi kerangka pajak digital global yang digagas OECD.II. Prinsip-Prinsip Reformasi PajakDalam merancang reformasi pajak, ada beberapa prinsip yang perlu menjadi landasan:Prinsip Keadilan (Equity): Pajak harus mencerminkan kemampuan membayar (ability to pay). Masyarakat dengan penghasilan tinggi seharusnya menanggung beban lebih besar dibanding masyarakat berpenghasilan rendah.Prinsip Efisiensi (Efficiency): Pajak tidak boleh menimbulkan distorsi yang menghambat pertumbuhan ekonomi atau mengurangi insentif produktivitas.Prinsip Kesederhanaan (Simplicity): Sistem perpajakan yang sederhana akan meningkatkan kepatuhan dan mengurangi biaya administrasi.Prinsip Kepastian Hukum (Certainty): Peraturan perpajakan harus jelas, konsisten, dan dapat diprediksi, agar pelaku ekonomi bisa merencanakan aktivitasnya dengan baik.Prinsip Transparansi dan Akuntabilitas: Masyarakat harus bisa mengetahui ke mana dana pajak digunakan, agar muncul kepercayaan terhadap sistem.III. Agenda Reformasi: Pilar-pilar Strategis1. Perluasan Basis PajakLangkah pertama reformasi adalah memperluas basis pajak. Ini mencakup:Formalisasi sektor informal melalui kemudahan perizinan, insentif awal, dan edukasi.Integrasi data dan teknologi (seperti Coretax Administration System) untuk mendeteksi potensi pajak tersembunyi.Pemanfaatan e-commerce dan fintech sebagai sumber data dan basis pengenaan pajak baru.Pemajakan kekayaan dan aset (wealth tax, capital gain tax) secara lebih terstruktur.2. Penyederhanaan Tarif dan Skema PajakPemerintah perlu menata kembali struktur tarif pajak, baik untuk PPh, PPN, maupun pajak daerah. Skema yang terlalu kompleks justru memicu penghindaran pajak.Penerapan tarif progresif yang adil untuk individu.Insentif untuk UMKM yang dikaitkan dengan kinerja dan penciptaan lapangan kerja.Evaluasi pajak daerah agar tidak saling tumpang tindih dan membebani pelaku usaha.3. Digitalisasi dan Reformasi AdministrasiSalah satu agenda besar di era pemerintahan baru adalah modernisasi administrasi pajak berbasis digital.Implementasi Coretax untuk meningkatkan efisiensi, akurasi data, dan pelayanan.Integrasi data lintas kementerian dan lembaga (big data perpajakan).Penerapan kecerdasan buatan (AI) dan machine learning untuk analisis risiko dan prediksi penerimaan.4. Pajak Lingkungan dan Ekonomi HijauPemerintahan baru juga dihadapkan pada tantangan perubahan iklim. Oleh karena itu, pajak harus menjadi instrumen transisi menuju ekonomi rendah karbon.Pengenaan pajak karbon (carbon tax) dan sistem perdagangan emisi.Pajak atas aktivitas yang mencemari lingkungan, seperti kendaraan bermotor tinggi emisi.Insentif bagi kegiatan yang berorientasi pada energi terbarukan dan efisiensi energi.5. Harmonisasi Pajak Daerah dan PusatDesentralisasi fiskal yang efektif mensyaratkan harmoni antara pajak pusat dan daerah. Banyak pajak daerah yang saat ini dinilai kontraproduktif, mempersulit usaha, dan rawan penyalahgunaan.Reformasi harus mendorong:Penyusunan daftar pajak daerah yang terbatas dan spesifik.Indikator kinerja daerah dalam memungut pajak dikaitkan dengan pelayanan publik.Penguatan kapasitas SDM pajak daerah.IV. Tantangan Implementasi Reformasi1. Resistensi Politik dan SosialReformasi pajak sering kali tidak populer. Masyarakat cenderung menolak kebijakan yang berpotensi menambah beban, meskipun dalam jangka panjang memberi manfaat. Diperlukan komunikasi publik yang baik, serta contoh nyata penggunaan pajak untuk kesejahteraan rakyat.2. Kesenjangan Kapasitas AdministrasiTransformasi sistem membutuhkan SDM yang terlatih, infrastruktur teknologi yang memadai, dan anggaran besar. Ketimpangan antar daerah juga menjadi tantangan tersendiri.3. Penghindaran dan Pengelakan PajakFenomena tax avoidance dan tax evasion, terutama oleh korporasi besar dan individu super kaya, masih tinggi. Butuh regulasi yang lebih tegas, kerja sama internasional, dan sanksi yang efektif.4. Kompleksitas Sistem HukumSeringkali tumpang tindih antara UU Pajak, PP, PMK, dan aturan teknis lainnya. Ini menciptakan ketidakpastian dan celah hukum yang bisa dimanfaatkan untuk menghindari pajak.V. Rekomendasi KebijakanUntuk mewujudkan reformasi pajak yang berkelanjutan dan adil, beberapa rekomendasi yang dapat diajukan antara lain:Menyusun Rencana Induk Reformasi Pajak (Tax Reform Masterplan) jangka panjang yang inklusif, berbasis data, dan mendapat dukungan lintas partai.Mendorong partisipasi publik dan transparansi dalam perumusan kebijakan pajak.Mengintegrasikan pajak sebagai bagian dari kebijakan pembangunan berkelanjutan, bukan sekadar sumber penerimaan.Menjadikan pajak sebagai instrumen pemberdayaan, bukan sekadar kewajiban. Artinya, rakyat harus merasakan manfaat langsung dari pajak yang mereka bayarkan.Mengembangkan sistem reward and punishment bagi wajib pajak dan aparat pajak, agar tercipta kepercayaan timbal balik.PenutupReformasi struktur pajak di era pemerintahan baru bukan sekadar agenda teknokratis, tetapi juga cerminan dari komitmen terhadap keadilan sosial dan keberlanjutan nasional. Indonesia membutuhkan sistem perpajakan yang kuat, modern, dan adaptif terhadap tantangan zaman. Melalui reformasi yang terencana, inklusif, dan berpihak pada kepentingan rakyat, pajak bisa menjadi pilar utama pembangunan berkelanjutan sekaligus jembatan menuju masyarakat yang lebih adil.Semoga pemerintahan baru dapat menjadikan reformasi pajak sebagai prioritas utama, bukan sekadar wacana, tetapi sebuah aksi nyata demi masa depan Indonesia yang lebih baik.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image