Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Masruhin Bagus

Hikmah Peringatan Isra'Mi'raj; Hakikat Shalat Khusyu'

Agama | Saturday, 19 Feb 2022, 12:41 WIB
source: pixabay

Salah satu hikmah memperingati Isra’dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW adalah perintah kewajiban salat bagi umat Islam. Terkait kewajiban shalat ini, saya akan mencoba menuliskan kembali dari beberapa sumber tentang hakikat shalat khusyu’.

Bagi saya tema ini berat, tapi lebih berat mengamalkanya. Mengamalkannya sangatlah berat, bahkan sangat berat. Kecuali pembaca sudah mencapai maqam yang tinggi. Bukan awam seperti saya. Saya hanya berharap, tulisan ini menjadi pengingat bagi saya agar senantiasa khusyu’ dalam beribadah. Dan semoga tulisan ini bermanfaat.

Perintah Ibadah Shalat

Kembali ke tema, kita pahami bersama bahwa inti ibadah dalam Islam adalah shalat. Shalat juga merupakan salah satu rukun Islam yang lima, yang jika salah satu dari lima rukun Islam itu hilang maka keislaman seseorang itu tidak akan sempurna. Shalat juga menjadi pembeda antara yang beriman dan yang kufur. Maka jika ingin membedakan antara muslim dan non muslim, cukup dengan melihat, apakah ia menjalankan shalat atau tidak. Jika ada orang mengaku Islam, tetapi tidak menjalankan shalat, maka bisa diragukan ke-Islamannya.

Banyak dalil Al Qur’an dan hadits yang menunjukkan bahwa shalat adalah perintah Allah yang sangat penting. Karena perintah shalat itu perintah yang diterima langsung dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad ketika Mi’raj. Bukan melalui perantara malaikat Jibril. Di Al Quran sendiri banyak sekali ayat-ayat yang berkaitan dengan tema shalat. Diantaranya perintah shalat itu terdapat dalam surat Al Baqarah: 238, “Peliharalah semua shalatmu dan shalat wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam shalat) dengan khusyu”

Shalat juga merupakan tolak ukur bagi amal-amal yang lain dan termasuk amalan pertama kali dihisab kelak di yaumil qiyamah sebelum amal-amal yang lain. Jika shalat seseorang baik, maka amal yang lain juga baik. Sebagaimana hadits nabi : “Amal yang pertama-tama ditanyai Allah pada hamba di hari kiamat nanti ialah amalan shalat. Bila shalatnya dapat baik (diterima), maka akan baiklah (diterima) seluruh amalnya, dan bila shalatnya rusak (ditolak) akan rusaklah (tertolak) pula seluruh amalnya.” (HR. Ahmad & Abu Dawud)

Lalu bagaimana shalat yang baik dan diterima itu?

Hakikat atau inti dari ibadah shalat adalah mengingat Allah. “Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku ”(QS. Thaha: 14) Dengan mengingat Allah hati menjadi tenang dan tenteram (QS. Arra’d: 28). Untuk mengingat Allah maka salah satu jalannya adalah dengan ibadah yang khusyu’. Khusyu’ adalah menghadirkan hati dalam setiap ibadah. Khusyu’ dalam shalat berarti menghadirkan hati untuk mengingat Allah dalam sepanjang shalat. Mereka yang khusyu’ akan tenggelam dalam kenikmatan bersama Allah. Sebagaimana firman Allah “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang beriman (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sholatnya.” (QS. Al Mu’minun : 1-2)

Namun bila sebaliknya, bila dalam shalat pikiran dan hati mereka mengembara kemana-mana. Hanya ingat di awal selanjutnya lepas hingga salam. Kadang ingat di awal, di tengah lepas dan kosong, lalu ingat lagi, atau bahkan sama sekali tidak mengingat Allah. Maka saya khawatir mereka termasuk orang-orang yang celaka. Karena mereka telah lalai dalam shalatnya. “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,“(QS. Al Ma’un: 4-5). Naudzubillahi mindzalik.

Lalu bagaimana menghadirkan rasa khusyu’?

Untuk mencapai rasa khusyu’ dalam ibadah shalat seseorang harus tuntas tahapan syariat. Secara ilmu fiqih, seseorang harus memahami apa saja yang menjadi rukun, syarat dan sahnya shalat. Artinya secara lahir, seseorang memahami tata cara mendirikan shalat. Termasuk apa saja yang dapat membatalkan shalat. Setelah secara ilmu fiqih terpenuhi maka seseorang itu sudah tuntas dalam tahapan syariat. Berikutnya adalah tahapan hakikat. Meskipun khusyu’ bukan bagian dari syarat dan sahnya shalat tetapi menghadirkan rasa khusyu’ merupakan hakikat dalam ibadah shalat. Seseorang yang mendirikan shalat tidak hanya menghadirkan jasadnya saja tetapi juga menghadirkan ruhnya. Ruh dari shalat adalah menghadirkan hati untuk senantiasa mengingat Allah.

Menghadirkan hati untuk senantiasa mengingat Allah inilah yang sangat sulit. Tapi bukan tidak bisa dilakukan, tapi butuh latihan dan tahapan-tahapan yang perlu dilalui. Khusyu’ itu adalah persoalan pikiran dan hati. Ketika persoalan pikiran dan hati itu benar, maka urusan yang lain juga benar. Sebaliknya, jika hati seseorang itu kacau, maka pikirannya juga akan kacau dan sulit untuk berkonsentrasi. Sebagaimana sabda Rasulullah “Ingatlah bahwa dalam tubuh itu ada segumpal daging, apa bila ia baik, baiklah seluruh tubuh itu. dan apabila ia rusak, rusak pulalah semua tubuh itu. segumpal daging itu adalah hati.”

Secara kontekstual, untuk mencapai kekhusyu’an dalam shalat seseorang harus senantiasa menjaga hati dalam keadaan bersih dan suci dari segala penyakit hati. Menjauhkan hal-hal yang dapat mengotori hati agar hati menjadi bening. Mengikis habis penyakit hati yang bercokol dalam diri seperti sombong, ujub, iri dengki, hasud, riya’, dan penyakit hati lainnya. selain itu, seseorang harus menjauhkan diri dari hal-hal yang maksiat, keji dan mungkar. Ketika hati itu sudah terjaga kebaikannya, maka untuk menghadirkan rasa khusyu’ itu semakin mudah. Namun sebaliknya, jika urusan hati ini belum baik, tentu sangatlah sulit.

Tips Shalat Khusyu’

Mengakhiri tulisan ini ada resep yag diberikan Al-hujjatul Islam, Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin, yang saya kutip dari Republika Online, bahwa ada enam perkara agar shalat menjadi khusyu, yaitu:

1. Hudhur al-Qalbi, yaitu mengosongkan hati dari hal-hal yang tidak perlu hingga dia senantiasa sadar, tidak berpikiran liar. Merasakan kehadiran Allah dalam diri. Merasakan kedekatan dan kebersamaan dengan Allah. Kalbunya hidup dan terus ditujukan kepada Allah.

2. At-Tafahhum, yaitu paham terhadap makna. Yakni berusaha memahami segala perkara dalam shalat dan bacaan shalat yang sedang didirikan. mengahayati makna dan gerakan shalat dengan penghayatan lahir dan batin.

3. At-Ta’dzim, yaitu merasakan kebesaran Allah dengan merasa bahwa diri ini kecil, hina, lemah, dan tak berdaya di hadapan Allah.

4. Haibah, yaitu merasa takut terhadap kekuasaan dan kebesaran Allah ketika berada di hadapan-Nya. Merasa takut terhadap kemurkaan dan adzab-Nya. Merasa takut melanggar perintah-Nya.

5. Ar-Raja’, yaitu pengharapan, senantiasa menaruh harapan besar kepada Allah mudah-mudahan shalat yang dikerjakan akan diterima oleh Allah. Berharap agar doa dan munajatnya dikabulkan.

6. Al-Haya’, yaitu perasaan serba kurang dan merasa malu terhadap Allah atas segala kekurangan dan kecacatan yang terdapat di dalam shalat. Merasa malu terhadap salah dan dosa, merasa malu terhadap kekurangan, kelemahan dan kekerdilan diri yang selalu terjadi berulang-ulang.

Demikian hikmah Isra’Miraj Nabi Muhammad SAW tentang hakikat shalat khusyu’. Semoga tulisan ini bermanfaat. Kebenaran hanya milik Allah SWT. Bila ada kesalahan dalam tulisan ini adalah murni kedangkalan ilmu penulis. Wallahu a’lam bishawab.

Penulis : Masruhin Bagus (penjaga jejakruang.com)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image