Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ridhwan Gesang

Pegadaian: Penyedia Modal yang Tetap Eksis Hingga Saat Ini

Sejarah | 2025-04-16 02:28:43

Gambar rumah gadai atau Pandhuis di Solo masa Hindia Belanda Sekitar tahun 1906

sumber: KITLV

Beberapa waktu yang lalu ketika saya membuka reels dari Instagram, terdapat sebuah postingan yang berisi pegadaian yang ada di sebuah kota, yaitu Kediri. Dalam postingan tersebut ada hal yang cukup menarik, saya melihat komentar dari reels tersebut dimana ada warganet yang menjelaskan kalau di jaman dulu simbah pernah menggadaikan jariknya (kain batik jawa) untuk keperluan modal hidupnya. Ketika itu pula saya pun bertanya kepada orangtua saya, ternyata simbah dulu juga sering untuk menggadaikan jariknya ataupun barang berharga lainnya untuk modal hidup sehari-hari ataupun untuk modal berjualan. Hal ini menjadi bukti bahwasannya memang pegadaian eksis pada masanya. Bahkan dari beberapa data artikel yang saya temui, pegadaian dapat dikatakan masih cukup eksis hingga saat ini. Lantas mengapa pegadaian sendiri tetap bisa eksis pada saat ini?

Sebelum kita bahas mengapa pegadaian sendiri tetap bisa eksis pada saat ini, kita bahas dikit dulu nih sejarah dari pegadaian yang ternyata punya sejarah panjang di Indonesia. Sebenarnya pada awalnya masyarakat di Indonesia belum mengenal adanya gadai, kebanyakan dari mereka di periode sebelum kedatangan VOC masih banyak yang menggunakan sistem barter maupun penggunaan uang secara terbatas. Gadai di Indonesia sendiri baru dikenal sekitar abad ke-18, pada saat itu di tahun 1746 organisasi dagang Belanda yaitu VOC mendirikan Bank van Leening melalui keputusan Gubernur Jendral Van Imhoff.

Tidak hanya aktivitas simpan-pinjam, Bank Leening juga memperkenalkan sistem gadai kepada masyarakat pribumi. Namun pada tahun 1811 ketika pergantian kekuasaan dari Belanda Ke Inggris, Bank Leening diambil alih oleh pemerintahan Inggris. Pemerintahan Inggris di bawah pimpinan Stamford Raffles kemudian membubarkan Bank Leening, dan memperbolehkan kegiatan gadai diselenggarakan secara bebas. Nah, dari sini munculah Para pelaku usaha gadai, biasanya pelaku usaha gadai masa tersebut adalah orang-orang Arab dan Cina, dimana golongan orang tersebut memiliki banyak modal pada masanya. Pasca hengkangnya Inggris dari Indonesia, di tahun 1901 melalui Staatsblad van Nederlandsch Indie No. 131 tahun 1901, Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Pachtgade atau Pegadaian yang dimonopoli oleh Pemerintah Hindia Belanda.

Pemerintah Hindia Belanda saat itu mendirikan rumah gadai pertama di Hindia Belanda, lebih tepatnya di Sukabumi. Selanjutnya pada tahun 1905 Pemerintah Hindia Belanda menjadikan pegadaian sebagai Jawatan. Melalui Staatsblad 1930 No. 266, pegadaian berstatus resmi sebagai jawatan milik pemerintah. Pegadaian sebagai sebuah lembaga dan kegiatan tetap eksis, bahkan sampai Jepang mengambil alih Indonesia pada 1942 hingga masa kemerdekaan. Pada saat pasca kemerdekaan Pegadaian diambil oleh Pemerintah Indonesia, di tahun 1961 status Pegadaian diubah menjadi Perusahaan Negara atau PN yang sebelumnya pegadaian sendiri berstatus sebagai Jawatan.

Pada periode 1969 status Pegadaian yang sebelumnya berupa Perusahaan Negara atau PN berubah menjadi Perjan atau Perusahaan Jawatan Negara. Selanjutnya di awal Periode tahun 90-an Pegadaian berubah bentuk menjadi Perum atau Perusahaan Umum. Baru di sekitar tahun 2012 Pegadaian sendiri berubah menjadi Perseroan dan di tahun 2021 menjadi Perseroan Terbatas atau PT. Pegadaian.

Nah, dari panjangnya perjalanan pegadaian tersebut, menunjukan bahwasannya pegadaian merupakan lembaga yang cukup eksis dari lama terkait pinjaman modal dari jaman dahulu. Selain itu berdasarkan data terkini yang saya ambil dari Tempo.co yang dikutip dari data OJK atau Otoritas Jasa Keuangan, melalui Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Agusman, mengungkapkan bahwa tingkat penyaluran pinjaman pegadaian mengalami kenaikan sebesar 25,83 persen secara yoy atau year on year. Berdasarkan data per 31 Agustus 2024 total dana yang pinjaman yang disalurkan oleh pegadaian mencapai Rp 84,18 triulun.

Dalam hal ini, Agusman mengatakan, peningkatan ini salah satunya karena tingginya kebutuhan dari masyarakat. “Peningkatan penyaluran pinjaman karena ada peningkatan permintaan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” terang Agusman, Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain itu beberapa artikel lain, yaitu artikel dari idxchannel menyebutkan bahwasannya nasabah pegadaian sendiri di tahun 2024 telah menyentuh sekitar 24 juta nasabah

Hal ini menunjukan bahwasannya Pegadaian menjadi tempat pencarian modal, yang cukup eksis saat ini. Selain itu terdapat upaya Pegadaian agar tetap eksis sebagai badan peminjaman modal, yaitu dengan adanya pegadaian berbasis online. Dari pegadaian berbasis online tersebut semakin mempermudah untuk melakukan transaksi gadai, selain itu adanya pegadaian berbasis syariah pula, semakin mendorong tetap eksisnya pegadaian di masa kini. Meskipun kita tahu saat ini muncul pinjaman online yang lebih mudah, namun masyarakat tetap banyak yang memilih karena terdapat faktor resiko yang dapat dikatakan cukup minim dibanding pinjaman online serta bunga pinjaman yang sedikit berbeda dari pinjaman online. Dalam hal ini pula faktor trust atau kepercayaan juga menjadi hal yang mendorong banyak orang masih menjadikan pegadaian sebagai tempat untuk peminjaman modal.

Dalam opini ini dapat diambil kesimpulan bahwasannya di masa kini, Pegadaian tidak kalah dengan adanya pinjaman lain berbasis online, ataupun jenis pinjaman lain. Pegadaian tetap eksis masa kini lewat berbagai inovasinya serta adanya faktor trust yang dibangun dari Pegadaian sendiri. Terlepas dari pinjaman modal dari pegadaian yang masih eksis hingga saat ini, jangan lupa untuk membayar ya teman-teman hehehe . Karena sejatinya baik pinjaman dari pegadaian ataupun pinjaman berbentuk lain merupakan bagian dari pada utang ya... Peace..

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image