
Mengoplos Kepercayaan: Mengungkap Skandal Korupsi Pertamina dan Kontroversi Pertamax
Curhat | 2025-04-15 16:32:36
Di tengah gemuruh skandal yang melibatkan salah satu perusahaan milik negara, Pertamina, publik dikejutkan oleh kasus korupsi Pertamina yang dilakukan oleh sejumlah petinggi perusahaan tersebut. Menurut Kejaksaan Agung, tindakan korupsi ini berlangsung sejak 2018 hingga 2023, menyebabkan kerugian negara yang mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya.
Modus yang digunakan adalah pembelian bahan bakar minyak (BBM) berjenis RON 90 dengan harga RON 92, sehingga pembayaran impor dilakukan dengan harga yang tidak sesuai dengan kualitas barang. Akibatnya, negara mengalami ketidaksesuaian nilai dalam transaksi pembelian tersebut.
Kualitas BBM yang tidak sesuai
Masyarakat dibuat terkejut atas skandal tersebut, lantas tidak hanya kerugian atas bahan bakar yang tidak sesuai akan tetapi juga kerugian jangka panjang. Mesin kendaraan yang diisi tidak sesuai dengan kapasitas bahan bakar masing-masing akan mengalami kerusakan yang cukup merugikan dompet masing-masing.
Pertamina merupakan perusahaan kilang minyak yang ada dimana-mana, hal itu menjadi kosumsi masyarakat untuk membeli bahan bakar untuk kendaraannya karena mudah untuk di jumpai. Sebagai salah satu perusahaan BUMN hal itu wajar jika Pertamina ada di setiap wilayah di Indonesia. Masyarakat sudah biasa untuk mengisi bahan bakar kendaraan mereka di Pertamina, namun kali ini berbeda.
Runtuhnya Kepercayaan Masyarakat
Di tengah gemuruh skandal yang melibatkan salah satu perusahaan milik negara, Pertamina, publik dikejutkan oleh kasus korupsi Pertamina yang dilakukan oleh sejumlah petinggi perusahaan tersebut. Menurut Kejaksaan Agung, tindakan korupsi ini berlangsung sejak 2018 hingga 2023, menyebabkan kerugian negara yang mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya.
Modus yang digunakan adalah pembelian bahan bakar minyak (BBM) berjenis RON 90 dengan harga RON 92, sehingga pembayaran impor dilakukan dengan harga yang tidak sesuai dengan kualitas barang. Akibatnya, negara mengalami ketidaksesuaian nilai dalam transaksi pembelian tersebut.
Kualitas BBM yang tidak sesuai
Masyarakat dibuat terkejut atas skandal tersebut, lantas tidak hanya kerugian atas bahan bakar yang tidak sesuai akan tetapi juga kerugian jangka panjang. Mesin kendaraan yang diisi tidak sesuai dengan kapasitas bahan bakar masing-masing akan mengalami kerusakan yang cukup merugikan dompet masing-masing.
Pertamina merupakan perusahaan kilang minyak yang ada dimana-mana, hal itu menjadi kosumsi masyarakat untuk membeli bahan bakar untuk kendaraannya karena mudah untuk di jumpai. Sebagai salah satu perusahaan BUMN hal itu wajar jika Pertamina ada di setiap wilayah di Indonesia. Masyarakat sudah biasa untuk mengisi bahan bakar kendaraan mereka di Pertamina, namun kali ini berbeda.
Runtuhnya Kepercayaan Masyarakat
Tidak hanya bahan bakar pertamax saja yang dioplos akan tetapi kepercayaan masyarakat konsumen juga ikut teroplos. Bagi kendaraannya yang mesinnya diharuskan untuk memakai RON 92 maka mereka harus mengisi dengan bahan bakar yang sesuai contohnya pertamax. Namun, ternyata dengan kasus ini sama saja mereka membeli pertamax tapi dengan rasa yang sama dengan pertalite.
Para masyarakat rela membayar lebih agar bantuan subsidi bisa tepat sasaran bagi kendaraan yang memerlukan RON 90 yang dimana produk Pertamina dengan kualitas itu merupakan pertalite. Akan tetapi masyarakat sudah terlanjur kecewa akan hal tersebut, dan lebih memilih mengisi di perusahaan bahan bakar swasta (terutama perusahaan warna kuning) meski lebih mahal sedikit daripada pertamax.
Kecurangan Administratif dan Keterlibatan Politikal
Kecurangan administratif yang dilakukan petinggi Pertamina tersebut tidak hanya dilakukan sekali saja, akan tetapi pada masa Presiden Soeharto, petinggi Pertamina juga pernah mengalami skandal yang membuat rugi masyarakat dan negara.
Sebagai perusahaan BUMN yang bergerak di sektor migas, Pertamina menikmati keuntungan besar dari fenomena Oil Boom dan mendukung program Pembangunan Lima Tahun (PELITA) yang dirancang oleh Presiden Soeharto. Namun, di balik berkah tersebut, terjadi krisis besar akibat mismanagement Pertamina pada 1974-1975 yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi nasional.
Di bawah kepemimpinan Ibnu Sutowo, Pertamina bebas meminjam kredit jangka pendek dalam jumlah besar di pasar modal internasional tanpa pengawasan ketat dari pemerintah. Dana pinjaman tersebut digunakan untuk proyek-proyek ambisius pribadi, seperti pembangunan pabrik Krakatau Steel yang menelan biaya sekitar 5,6 miliar dolar AS.
Bisa saja hal ini terjadi kembali ke masa sekarang, dikarenakan lemahnya transparansi yang dilakukan lembaga pemerintahan untuk mengecek tiap perusahaan BUMN terutama Pertamina hingga beberapa tahun baru terungkap fakta tersebut.
Belajar dari Kontroversi Pertamina
Penegakan akuntabilitas dan transparansi memang sangat diperlukan, serta penyelidikan yang dilakukan oleh pihak audit eksternal dapat membantu mengidentifikasi akar permasalahan tanpa adanya tekanan politik atau bisnis.
Menerapkan sistem transparan yang sudah dilakukan di beberapa SPBU Pertamina, menurut saya merupakan langkah yang bagus untuk membangun kepercayaan lagi terhadap konsumen. Hal tersebut harus dilakukan di setiap SPBU, meski tidak secepatnya mengembalikan kepercayaan setidaknya lebih baik berusaha membangun kepercayaan lagi daripada tidak.
Upaya dalam pemulihan kepercayaan masyarakat bukanlah proses secepat kilat. Dibutuhkan komitmen jangka panjang dari semua pihak, baik dari sistem internal, penegakan hukum, hingga keterlibatan pengawasan aktif. Pertanyaannya sekarang untuk publik tetap percaya kepada Pertamina atau beralih ke hati lain?
Achmad Nur Syahiid Agil Mahasiswa Ilmu Sejarah UNAIR
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.